- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
PREMAN, Solusi Mengatasi Masalah Tanpa Masalah


TS
Pitung.Kw
PREMAN, Solusi Mengatasi Masalah Tanpa Masalah
Quote:
Ketika Preman Jadi Pilihan Atasi Persoalan, Kemana Penegak Hukum?
Indra Subagja - detikNews
Alex Wijaya
Jakarta Preman, mendengar namanya saja sudah terbayang dunia kekerasan. Tapi apapun itu, kelompok yang kerap menjadi biang onar itu selalu dipilih masyarakat untuk menyelesaikan persoalan. Mulai dari urusan lahan, utang piutang, atau jasa pengamanan pribadi.
"Ini menandakan bahwa masyarakat pesimis dan cenderung tidak percaya untuk mengunakan alat atau instrumen demokrasi seperti polisi, kejaksaan, pengadilan, dan advokat," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia, Alvon K Palma saat memberikan komentar soal jasa preman, Kamis (30/8/2012).
Preman juga sudah menjadi keseharian kehidupan di kota-kota besar. Padahal, instrumen hukum di kota-kota sudah tersedia. Tetapi ya itu tadi, preman seolah menguasai kota. Sering kali terdengar bentrokan antar kelompok A dengan kelompok B yang berujung pada jatuhnya korban.
"Negara yang selayaknya menjadi pengawal keadilan konstitusional malah mendiamkan, bahkan dalam standar tertentu ada oknum penyelenggara yang memelihara untuk kepentingan politik dan lainnya," jelas Alvon.
Semestinya menjadi suatu keharusan dalam negara hukum untuk menjalankan UU. Masyarakat yang demokratis dan maju mengutamakan aparat penegak hukum untuk menjadi solusi.
"Tapi mereka (masyarakat) melihat ada persoalan di aparat penegak hukum ini. Seperti tidak akan mendapatkan keadilan dan cenderung berbiaya mahal akibat ada praktek mafia peradilan," jelasnya.
Oleh sebab itu, mereka melihat akan lebih baik mengunakan organisasi tanpa bentuk ini guna mendapatkan keadilan dalam versi mereka. Karena itu yang perlu dilakukan adalah pengaturan dalam UU soal organisasi atau kelompok yang berbuat onar. Negara harus bisa mempunyai kewenangan melakukan pembubaran.
"Negara dapat secara asal dan membabi buta membubarkan organisasi massa dan organsisasi masyarakat sipil (NGO) yang melakukan fungsi non state, actornya dalam bentuk suatu legislasi setingkat UU seperti RUU Ormas yang sedang digodok oleh DPR. Tapi di situ harus hati-hati untuk merekomendasikan solusi terhadap fenomena organisasi tanpa bentuk yang diperalat menganggu proses hukum," tegasnya.
(ndr/gah)
http://news.detik.com/read/2012/08/3...-hukum?9922022
Indra Subagja - detikNews
Alex Wijaya
Jakarta Preman, mendengar namanya saja sudah terbayang dunia kekerasan. Tapi apapun itu, kelompok yang kerap menjadi biang onar itu selalu dipilih masyarakat untuk menyelesaikan persoalan. Mulai dari urusan lahan, utang piutang, atau jasa pengamanan pribadi.
"Ini menandakan bahwa masyarakat pesimis dan cenderung tidak percaya untuk mengunakan alat atau instrumen demokrasi seperti polisi, kejaksaan, pengadilan, dan advokat," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia, Alvon K Palma saat memberikan komentar soal jasa preman, Kamis (30/8/2012).
Preman juga sudah menjadi keseharian kehidupan di kota-kota besar. Padahal, instrumen hukum di kota-kota sudah tersedia. Tetapi ya itu tadi, preman seolah menguasai kota. Sering kali terdengar bentrokan antar kelompok A dengan kelompok B yang berujung pada jatuhnya korban.
"Negara yang selayaknya menjadi pengawal keadilan konstitusional malah mendiamkan, bahkan dalam standar tertentu ada oknum penyelenggara yang memelihara untuk kepentingan politik dan lainnya," jelas Alvon.
Semestinya menjadi suatu keharusan dalam negara hukum untuk menjalankan UU. Masyarakat yang demokratis dan maju mengutamakan aparat penegak hukum untuk menjadi solusi.
"Tapi mereka (masyarakat) melihat ada persoalan di aparat penegak hukum ini. Seperti tidak akan mendapatkan keadilan dan cenderung berbiaya mahal akibat ada praktek mafia peradilan," jelasnya.
Oleh sebab itu, mereka melihat akan lebih baik mengunakan organisasi tanpa bentuk ini guna mendapatkan keadilan dalam versi mereka. Karena itu yang perlu dilakukan adalah pengaturan dalam UU soal organisasi atau kelompok yang berbuat onar. Negara harus bisa mempunyai kewenangan melakukan pembubaran.
"Negara dapat secara asal dan membabi buta membubarkan organisasi massa dan organsisasi masyarakat sipil (NGO) yang melakukan fungsi non state, actornya dalam bentuk suatu legislasi setingkat UU seperti RUU Ormas yang sedang digodok oleh DPR. Tapi di situ harus hati-hati untuk merekomendasikan solusi terhadap fenomena organisasi tanpa bentuk yang diperalat menganggu proses hukum," tegasnya.
(ndr/gah)
http://news.detik.com/read/2012/08/3...-hukum?9922022
dengan yg resmi itu selain wani piro, birokrasi berbelit2. Dengan preman, tak pake birokrasi, cukup wani piro aja

0
4K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan