Hey Agan-agan sekalian, ane mau menulis pendapat ane tentang dilema pelaksanaan pajak baliknama waris (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) terhadap sebidang Tanah.

Mungkin agan-agan yang orang tuanya sudah meninggal dan mewariskan sebidang tanahnya yang sudah bersertifikat mengalami dilema BPHTB waris tersebut. Yaitu salah satu pajak yang harus dibayarkan karena perolehan bidang tanah tersebut.

Dasar Hukum Pengenaan BPHTB selain UU. No. 20 Tahun 2000, untuk wilayah DKI Jakarta acuannya adalah Perda atau Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 112 Tahun 2011 Tentang Prosedur Pengenaan BPHTB.

Berdasarkan prosedur di Pergub tersebut, didapat rumus BPHTB Waris adalah sebagai berikut :

(NJOP Luas dan Bangunan Total - 350 jt) x 5% x 50%

Untuk mengetahui NJOP Luas dan Bangunan Total, kita memerlukan SPPT PBB tahun terkini (terakhir) dan dapat dilihat di situ nilai total sebagai dasar pengenaan PBB (tanah + bangunan jika ada).

Nah, sebenarnya ane agak kurang sreg dengan pengenaan pajak ini karena sebenarnya kan tidak ada yang namanya pengalihan hak, hanya subyeknya aja yang berubah, dari Pewaris kepada Ahli Warisnya.

Kemudian juga ada instansi yang kaku, harus dibaliknama waris dulu baru boleh tandatangan Akta Jual Beli kalo mau jual tanahnya. Ini kan sangat menghambat bagi orang-orang yang memang membutuhkan atau kurang mampu untuk membayar BPHTB waris, karena siapa sih yang berencana jadi ahli waris... selain bocah-bocah di sinetron yang mencoba membunuh orang tuanya setelah susah payah dipungut

Ini adalah hal sepele tapi ane sering banget menemui permasalahan seperti ini, dilema ya tapi kewajiban juga.

Malah ada yang apabila si pewarisnya itu istri plus anak yang di bawah umur, si ibu kalo mewakili anaknya harus ada persetujuan dari pengadilan , makin lambretta dan makan biaya lagi kaaan?

Ane masih newbie di bidang beginian tapi ane pengen menyuarakan hati ane aja, bahwa peraturan-peraturan kadang tidak praktis karena hanya mengutamakan teoritis. Dilema....tapi...Kewajiban...