Kaskus

Entertainment

mubarak.20Avatar border
TS
mubarak.20
Baju Baru Versus Bekas, Sama-sama Alhamdulillah…
Lebaran identik juga dengan baju baru. Tak hanya bagi anak-anak yang pasti merengek bila belum dibelikan baju baru, yang tua pun biasanya tergiur untuk menyambangi pasar atau mall demi mendapatkan baju baru. Inilah momen setahun sekali di mana lemari pakaian bertambah tumpukannya karena kedatangan “penghuni” baru.

Masih ingat lagu anak-anak yang dinyanyikan Dhea Ananda tentang baju baru? Kalau tak salah begini liriknya:

Baju baru.. Alhamdulillah
tuk dipakai.. di hari raya
Tak punya pun.. tak apa-apa
Masih ada baju yang lama..
Sepatu baru.. Alhamdulillah
tuk dipakai.. di hari raya
Tak punya pun.. tak apa-apa
Masih ada sepatu yang lama..


Nah, lagu itu mengajarkan kita untuk selalu bersyukur meski saat hari raya kita tidak bisa memakai baju atau sepatu baru. Toh, jika kita masih memiliki baju yang masih bagus, kenapa juga memaksakan untuk membeli yang baru?

Memang Rasulullah menganjurkan umat Islam untuk memakai pakaian terbaik yang dimilikinya saat beribadah dan saat hari raya. Namun, hal itu bukan berarti kita harus membeli pakaian baru. Bukan berarti kita mesti memaksakan diri berjubel di mall saat midnight sale, alih-alih berdoa di malam bulan Ramadhan. Juga bukan berarti kita harus menggadaikan cincin kimpoi demi untuk membelikan anak-anak kita baju baru.

Sebuah tayangan berita tempo hari di televisi membuat saya mengerutkan kening. Seorang bapak yang diwawancarai ketika berada di Pegadaian, mengaku terpaksa menggadaikan emas yang dimilikinya senilai sekitar 1 juta rupiah demi membelikan baju untuk anak-anaknya. Hmm, begitu bernilaikah sebuah baju baru yang kemungkinan hanya akan terasa sensasinya sekali saja ketika dipakai saat berlebaran bersama sanak saudara.

Kening saya juga berkerut-kerut tanda keheranan saat saya berbincang dengan seorang ibu pemilik toko mebel. Ia mengatakan omzet penjualannya meningkat menjelang Lebaran.

“Sofa baru di rumah saat lebaran itu sudah rumusnya bagi orang-orang…,” tuturnya.

Wow, tak hanya baju baru rupanya. Mebel baru juga harus diusung ke rumah menggantikan yang sudah usang (atau dianggap usang?). Hari ini bahkan saya menjumpai banyak mobil pick-up lalu lalang di jalanan mengusung sofa dan lemari baru, lazimnya sebuah servis pengantaran dari toko mebel ke rumah pembeli.

Bekas pun oke

Fenomena serba baru untuk lebaran ini ternyata tak berlaku bagi sejumlah orang penggemar barang-barang bekas impor. Seperti di Kendari, barang yang ngetop dengan sebutan RB (rombengan) dan Cakar (cap karung), pamornya tak kalah bersaing dengan barang-barang baru. Barang ‘cakar’ yang konon dari Singapura itu biasanya terdiri dari pakaian kaos, kemeja, seprei, celana, sepatu bahkan hingga spring bed.

Kawasan penjualan barang bekas impor di Kendari, saat bulan puasa ini makin ramai dikunjungi orang. Buka setiap sore di saat orang ngabuburit, kerumunan ‘pencakar’ terlihat selalu asyik memilih baju atau celana yang sekiranya masih bagus dan tentu saja bermerk. Jika sudah dibeli, baju atau celana ‘cakar’ itu tinggal dicuci bersih dan disetrika rapi, maka jadilah pakaian itu ‘baru’ kembali.

Bagi kalangan ‘pencakar’, baju bekas pun oke dipakai untuk lebaran. Tapi kalau yang begini, tetap saja ada yang merasa naik gengsinya karena mereka memakai baju yang lain daripada yang lain, syukur-syukur bermerk terkenal.

Hari raya Idul Fitri bermakna kembali ke fitrah manusia yang suci. Ada tidaknya baju baru atau perabot baru mestinya tidak akan mengaburkan makna lebaran yang sesungguhnya. Baju baru atau bekas sih oke-oke saja, asal tidak menjadikan kita senyum-senyum sendiri sepanjang hari lebaran sambil berjalan tegak membanggakan pakaian yang dikenakan. Lebaran sesungguhnya adalah momen di mana kita harus merendahkan hati, menekuk lutut kita untuk sujud dan mensyukuri segala karunia-Nya.

http://sosbud.kompasiana.com/2011/08...alhamdulillah/
0
1.2K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan