- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
nasib guru MMK (qisah renungan)


TS
Rohmatullah212
nasib guru MMK (qisah renungan)

SEORANG anak bertanya kepada neneknya:"Nenek,... itu apa?"Perempuan tua itu ternganga. Sebelum dia sempat
membuka mulut, pertanyaan itu berkembang."Nenek punya... tidak?"Orang tua itu kontan shock. Tetapi cucunya terus
juga bertanya."Sekarang Nenek punya berapa ...?"Karena tak kuat menahan kekurangajaran itu, nenek itu langsung
pergi meninggalkan cucunya. Ia mengungsi ke rumah tetangga. Ketika anak dan menantunya pulang, ia langsung melapor
sambil menangis."Anakmu kurang ajar. Pengaruh film,televisi, pergaulan bebas, dan narkoba sudah membuat dia
bejat. Ajari anakmu moral, jangan hanya dikasih duit! Mau jadi apa dia nanti kalau sudah besar? Setan?"Menantu
nenek, ibu anak itu langsung mencari anaknya. Tanpa bertanya lagi anak itu langsung diberinya hukuman."Kamu
sudah kurang ajar kepada nenek, mulai sekarang duit uang makan kamu dikurangi, sampai moral kamu lebih baik.
Kamu harus belajar menghormati orang tua. Orang tua itu adalah asal muasal dan cikal bakal kamu, kamu sama sekali
tidak boleh membuat orang tua marah. Sekali lagi kamu kurang ajar, ibu kirim kamu ke desa! Tidak usah membela
diri!" Anak itu tidak berani menjawab.
Tetapi ketika keadaan menjadi lebih tenang, dia menghampiri bapaknya, lalu kembali menanyakan pertanyaan yang belum terjawab itu."Pak, -- itu apa?"Bapak anak itu terkejut. Cangklong yang sedang diisapnya sampai terlepas. Tetapi ia mencoba tenang, lalu menjawab dengan taktis diplomatis:"Rambut adalah mahkota semua manusia. .... itu adalah mahkota wanita. Tempat dari mana kamu keluar dan ke mana nanti kamu akan masuk. Jadi ia mengandung pengertian sakral. Karena itu kamu tidak boleh mengutak-atik. Kamu harus menghormatinya. Dan,berhenti menanyakan itu, karena itu tidak untuk dikupas
tetapi dirasakan. Paham?!"Anak itu tidak paham.
Pagi-pagi sebelum berangkat ke sekolah, ia mendekati ibunya yang sedang menerima tamu. Ibunya langsung
mengangkat tangan."Tidak bisa!"Anak itu tertegun."Aku tidak minta duit. Aku hanya mau tanya, apakah -- ibu
besar? Sebab, kalau tidak besar bagaimana nanti bisa keluar masuk? Kira-kira ukurannya berapa meter?"Merah
padam muka perempuan itu. Sedangkan tamunya, ibu-ibu pejabat tak bisa menahan diri lalu tertawa sampai terkencing-kencing."Anakmu sakit jiwa, karena kamu kurang perhatian. Kamu terlalu sibuk bekerja dan menganggap mendidik anak itu hanya kewajiban perempuan. Ini dia akibatnya sekarang!" kata ibu anak itu menyalahkan suaminya. "Sekarang sebelum
terlambat, lebih baik kamu bawa dia ke dokter jiwa. Kalau tidak akan jadi apa anak ini! Akan jadi apa negeri ini kalau generasi mudanya sudah kurang ajar dan krisis moral?"Bapak anak itu tidak setuju dengan istrinya.
Ia mencoba untuk melakukan pendekatan lain. Ia membawa anak itu ke kebun binatang."Kamu bertanya apa itu mmk?"
bisiknya kepada anaknya. "Nah, itu dia yang namanya mmk!"Bapak anak itu menunjuk kepada binatangbinatang
yang ada di depannya. Ada kuda, badak, harimau, gajah, monyet.""Itu yang namanya mmk. Mengerti?!"Anak
itu terdiam. Tetapi bukan karena mengerti. Ia bertambah bingung. Dalam perjalanan pulang ia kembali
bertanya."Apakah mmk itu manis sehingga sering dijilatjilat?" "** SENSOR **!" teriak bapak anak itu di dalam hati.Ia
membatalkan pulang, langsung membawa anaknya ke dokter jiwa."Dokter, anak saya ini sudah bejat. Tolong diperiksa apakah dia sudah dapat gangguan jiwa. Sebab segalanya sudah kami penuhi dengan berkecukupan. Sandang, pangan, bahkan sekolah yang terbaik dan termahal kami berikan. Mengapa dia jadi tumbuh seperti setan begini?"Dokter jiwa itu lalu memanggil anak itu masuk ke dalam kamar periksa. Dua jam kemudian dia keluar."Bagaimana Dok?""Saya kira anak Bapak sehat walafiat.""Maksud saya jiwa dan moralnya?!""Ya, bagus. Saya hanya ada nasihat kecil.""Apa Dok?""Semua anak sampai usia tertentu seperti sebuah cermin. Dia merefleksikan dengan objektif apa yang ada di
sekitarnya. Anak adalah pantulan langsung dari lingkungan dan orang tuanya. Jadi.... ""Jadi apa
Dok?""Anak itu masih punya ibu?""Ada di rumah, kenapa Dok?""O, bagus kalau begitu. Jadi sebaiknya, sebelum saya
melanjutkan pemeriksaan kepada anak itu, saya anjurkan supaya Bapak dan Ibu saya periksa terlebih dahulu. Makin
cepat makin baik, sebelum menginjak ke stadium berikutnya."
Kontan bapak anak itu pergi."Dokter gila!" umpatnya sambil membawa anaknya pulang. "Dasar mata duitan,
anak gua yang bermasalah, gua yang mau dikobel-kobel.Kenapa bukan para elite politik yang sudah bikin kisruh
negara ini saja yang mereka tuduh sebagai penyebab krisis moral anak ini. Gelo!"Suhu politik memanas. Para elite
politik berperang. Dolar melambung tinggi. Persoalan itu untuk sementara dibekukan. Tapi, beku tentu saja tidak
berarti sudah berakhir. Pertanyaan itu masih terus berkecamuk di kepala anak itu.
Di sekolah, menjelang peringatan Hari Proklamasi ke-56, ketika guru sedang menceritakan tentang hakikat
kemerdekaan, anak itu terus dikejar-kejar oleh pertanyaan tersebut."Kemerdekaan adalah sikap jiwa," kata ibu guru
menerangkan kepada murid-muridnya. "Bila kemerdekaan kita diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
jangan dikira itu terjadi begitu saja. Cita-cita kemerdekaan sudah berlangsung puluhan tahun. Secara sporadis
meledak di sana-sini yang dikategorikan sebagai pemberontakan oleh kolonial. Akhirnya mendapat
kesimpulan pada tahun 1908 sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Dan, akhirnya mulai mendapatkan perumusan
pada 1928, pada saat ada ikrar Sumpah Pemuda. Jadi kemerdekaan itu anak-anak, bukan hanya sebuah teriakan
kebebasan, tetapi sebuah proses penyadaran tentang kemandirian.
Dengan merdeka berarti nasib kita terletak di tangan kita sendiri. Dengan merdeka pada 17 Agustus 1945, tidak berarti
kita jadi langsung kaya raya dan bahagia. Dengan merdeka kita justru menjadi melihat kemiskinan dan keterbelakangan
kita. Kita melihat tanggung jawab kita. Dengan merdeka kita terikat oleh berbagai aturan yang kita buat sendiri untuk
membatasi kemerdekaan kita agar bisa hidup bersama-sama. Merdeka adalah mendisiplinkan diri kita sendiri supaya bisa
bekerja dan bersaing. Kalau tidak ada batasan-batasan, negeri ini akan jadi rimba dan memberlakukan hukum rimba,
siapa kuat dia yang kuasa. Siapa yang kuasa dia yang makan. Jadi, kemerdekaan bukanlah kesempatan untuk berbuat
sewenang-wenang. Kemerdekaan adalah pengorbanan karena itu merupakan penyadaran kepada aturan-aturan
dan ketidakbebasan, yang kita sepakati dengan rela." Bu guru selesai.
Ia memandang seluruh kelas."Ada yang belum jelas? Siapa yang mau bertanya?" Anak itu langsung mengacungkan tangannya. "Ya kamu. Apa yang belum jelas?" "Saya mau tanya, Bu." "Ya boleh. Menanyakan apa?"
"Mmk itu apa?" Bu guru terhenyak. Seluruh kelas yang semula tidur tiba-tiba terbangun. Kemudian terdengar suara riuh rendah oleh ketawa. Kelas berubah menjadi pasar.Bu guru mengetokngetokkan
penghapus papan tulis ke mejanya dengan keras. "Tenang!!!" Anak-anak langsung mengunci mulutnya. Bu guru kemudian
bertanya lagi."Apa?" "Saya mau tanya, mmk itu apa??" Mata bu guru yang cantik itu terbelalak. Seluruh kelas yang
tadinya cekakakan, sekarang tiba-tiba tegang. Bu guru menghampiri anak yang bertanya itu. Ia memandang tepat ke
arah matanya. Anak itu gugup lalu menundukkan mukanya. "Ini pelajaran sejarah kemerdekaan dan kamu bertanya
tentang....""Mmk."Seluruh keras bertambah tegang. Terdengar bisik-bisik. Bu guru cepat melayangkan matanya
ke seluruh keras sambil melotot. Semua murid menunduk menyembunyikan dirinya. Tak seorang pun kelihatan mau
hadir. Hanya anak itu yang masih mengangkat kepalanya.Bu guru menghampiri anak itu, lalu menatap tajam seperti
menusuk jiwanya.
"Jadi itu yang buat kamu belum jelas?"
"Ya."
"Kamu bertanya karena kamu tidak tahu atau?"
"Karena saya bingung."
"Kamu bingung karena kamu ingin tahu?"
"Karena jawabannya tidak tegas sehingga tidak jelas."Pensil di
tangan bu guru jatuh ke lantai. Bu guru berjongkok. Seluruh anak-anak di dalam kelas, berdiri, menjulurkan kepalanya
dan melihat apa yang jatuh. Tiba-tiba bu guru berdiri lagi sambil mengangkat roknya. Dari pinggang sampai ke bawah
ia telanjang bulat."Mmk itu ini!" katanya dengan tegas sambil menunjuk ke arah alat kelaminnya.
Seluruh kelas meledak. Anak-anak perempuan menjerit dan menangis. Yang laki-laki meloncat, lari ketakutan keluar
kelas. Sedangkan anak yang bertanya itu seperti disiram air panas. Seluruh tubuhnya tegang dan kemudian basah.
Peristiwa itu dicatat sekolah sebagai huru-hara yang memalukan. Ibu guru yang cantik itu langsung dipanggil oleh
Kepala Sekolah, lalu diskors. Para orang tua murid protes. Mereka menuntut supaya bu guru itu dipecat. Dan malam-malam,
rumah bu guru itu berantakan karena dilempari batu. Surat kaleng dan telepon gelap dengan ancaman
mengerikan menghujani rumahnya. Akhirnya Bu Guru MMK itu dipecat. Tapi sebagian masyarakat, berdasarkan polling
yang dilakukan oleh media massa, menganggap hukuman itu belum setimpal. Mereka menuntut supaya guru yang
bejat itu hengkang dari permukiman mereka. Dan, ketika yang bersangkutan akhirnya boyongan pindah
ke kota lain, karena tidak mau mengganggu ketenteraman, di luar kota mobilnya dicegat. Dia dirampok, dirudapaksa, dan
kemudian dicampakkan ke tepi jalan dalam keadaan tidak bernyawa.
Di sebuah desa kecil yang terpencil dan sunyi, kini ia terbaring bisu, di bawah batu nisan yang tak bernama. Anak
yang bertanya itu, bersimpuh sambil memegang sekuntum bunga. Di sampingnya, kedua orang tuanya berdiri
menemani. "Terima kasib Bu Guru. Karena keberanian dan kejujuranmu, sekarang anak kami tidak bertanya lagi. Tetapi
alangkah mahalnya kebenaran, kalau hanya untuk menjelaskan satu kata saja, diperlukan sebuah nyawa."
Jakarta xix,viii..iii Putu Wijaya Media Indonesia, Edisi iii/iii/.iii
Diubah oleh Rohmatullah212 05-07-2021 04:11
0
2.7K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan