- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Game Zynga Dianggap Judi, Pemilik Warnet Diburu Polisi


TS
ariebunklon
Game Zynga Dianggap Judi, Pemilik Warnet Diburu Polisi
Game Zynga Dianggap Judi, Pemilik Warnet Diburu Polisi
Quote:
MEDAN, Hingga hari ini, petugas kepolisian masih memburu pemilik warung internet (warnet) Supernet, The Jong alias Tony, yang disangka memfasilitasi perjudian online via Facebook. Dia dinyatakan masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron.
"Sampai saat ini pemilik warnet tidak ada di rumahnya, boleh dicek. Kalau ada pasti sikat," kata Kasubdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Andry Setiawan, Kamis (26/7/2012).
Kata Andry, masuknya Tony dalam DPO sebenarnya juga sesuai dalam dakwaan jaksa. "Saya bicara tidak mungkin tanpa bukti, sudah ada di berkas itu," paparnya.
Seperti diketahui, delapan pemain Zynga Poker dan tiga operator warnet Supernet di Jalan Asia Mega Mas, Medan, diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Rabu (25/7/2012).
Mereka didakwa melakukan perjudian karena mempertaruhkan chip dalam permainan pada jejaring sosial Facebook itu. Dalam kasus ini pengusaha warnet tidak turut didakwa. Padahal, dalam dakwaan disebutkan, pemilik dan penyedia peralatan yang digunakan untuk aktivitas perjudian tersebut bernama The Tjong alias Tony, tetapi ternyata dia belum ditangkap.
Dalam persidangan kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sani Sianturi dan Juliana Tarihoran dalam dakwaannya menyatakan bahwa ke-11 terdakwa ditangkap petugas Kepolisian Daerah Sumatera Utara saat bermain poker online di warnet Supernet milik The Tjong pada 9 April 2012.
Aktivitas perjudian itu dikelola tiga operator warnet, yaitu Bun Seng alias A Seng (37), Herwin alias A Cong (23), dan Deni Anggriawan (22). Kasusnya dalam satu berkas. Sementara delapan pemain Zynga Poker yang diadili dalam berkas terpisah, masing-masing Edi alias A Wi, M Nasir alias Aldo, Eman alias Liang Sun, Hendry alias A Hen, Haris Pratama Putra, Kesuma Wijaya, A Seng alias A Sen alias M Ikhsan, dan M Zulfikar.
Para terdakwa dijerat Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUH Pidana tentang Perjudian. Dari dakwaan diketahui bahwa taruhan dalam permainan kartu itu berupa chip. Tiga terdakwa Bunsen, A Cong, dan Deni bertugas mentransfer chip ke akun milik pemain dengan harga Rp 2.000 untuk chip 1 juta atau 1 miliar. Setelah memilliki chip, pemain bisa bermain poker online di dunia maya.
Jika memenangkan chip, pemain dapat menjualnya ke operator seharga Rp 1.700 per 1 miliar. Jika kalah dan kehabisan chip, mereka bisa membeli kembali kepada operator.
Dua saksi polisi menyatakan, penangkapan dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat. Mereka menyelidiki informasi itu dengan cara turut membeli chip untuk mengetahui sistem transaksi perjudian itu. "Dari informasi tersebut diketahui keuntungan Supernet sebesar Rp 10 juta sampai Rp 30 juta per hari," kata saksi di hadapan majelis hakim yang diketuai Rumintang.
Saat penangkapan, polisi menyita uang tunai Rp 7 juta, berikut 33 unit komputer, 10 buku dan pulpen, serta 80 kartu perdana seluler.
Mendengarkan keterangan saksi, sorang terdakwa membantah kalau permainan Zynga Poker merupakan judi. "Tidak benar, kami tidak ada membeli chip. Itu hanya permainan game di Facebook," kata terdakwa Wijaya.
Perkara ini tak berbeda dengan kasus judi online lain yang pernah disidangkan di Pengadilan Negeri Medan. Pengusaha warnet tidak turut didakwa. Padahal, dalam dakwaan disebutkan bahwa pemilik dan penyedia peralatan yang digunakan untuk aktivitas perjudian turut melanggar.
"Sampai saat ini pemilik warnet tidak ada di rumahnya, boleh dicek. Kalau ada pasti sikat," kata Kasubdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Andry Setiawan, Kamis (26/7/2012).
Kata Andry, masuknya Tony dalam DPO sebenarnya juga sesuai dalam dakwaan jaksa. "Saya bicara tidak mungkin tanpa bukti, sudah ada di berkas itu," paparnya.
Seperti diketahui, delapan pemain Zynga Poker dan tiga operator warnet Supernet di Jalan Asia Mega Mas, Medan, diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Rabu (25/7/2012).
Mereka didakwa melakukan perjudian karena mempertaruhkan chip dalam permainan pada jejaring sosial Facebook itu. Dalam kasus ini pengusaha warnet tidak turut didakwa. Padahal, dalam dakwaan disebutkan, pemilik dan penyedia peralatan yang digunakan untuk aktivitas perjudian tersebut bernama The Tjong alias Tony, tetapi ternyata dia belum ditangkap.
Dalam persidangan kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sani Sianturi dan Juliana Tarihoran dalam dakwaannya menyatakan bahwa ke-11 terdakwa ditangkap petugas Kepolisian Daerah Sumatera Utara saat bermain poker online di warnet Supernet milik The Tjong pada 9 April 2012.
Aktivitas perjudian itu dikelola tiga operator warnet, yaitu Bun Seng alias A Seng (37), Herwin alias A Cong (23), dan Deni Anggriawan (22). Kasusnya dalam satu berkas. Sementara delapan pemain Zynga Poker yang diadili dalam berkas terpisah, masing-masing Edi alias A Wi, M Nasir alias Aldo, Eman alias Liang Sun, Hendry alias A Hen, Haris Pratama Putra, Kesuma Wijaya, A Seng alias A Sen alias M Ikhsan, dan M Zulfikar.
Para terdakwa dijerat Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUH Pidana tentang Perjudian. Dari dakwaan diketahui bahwa taruhan dalam permainan kartu itu berupa chip. Tiga terdakwa Bunsen, A Cong, dan Deni bertugas mentransfer chip ke akun milik pemain dengan harga Rp 2.000 untuk chip 1 juta atau 1 miliar. Setelah memilliki chip, pemain bisa bermain poker online di dunia maya.
Jika memenangkan chip, pemain dapat menjualnya ke operator seharga Rp 1.700 per 1 miliar. Jika kalah dan kehabisan chip, mereka bisa membeli kembali kepada operator.
Dua saksi polisi menyatakan, penangkapan dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat. Mereka menyelidiki informasi itu dengan cara turut membeli chip untuk mengetahui sistem transaksi perjudian itu. "Dari informasi tersebut diketahui keuntungan Supernet sebesar Rp 10 juta sampai Rp 30 juta per hari," kata saksi di hadapan majelis hakim yang diketuai Rumintang.
Saat penangkapan, polisi menyita uang tunai Rp 7 juta, berikut 33 unit komputer, 10 buku dan pulpen, serta 80 kartu perdana seluler.
Mendengarkan keterangan saksi, sorang terdakwa membantah kalau permainan Zynga Poker merupakan judi. "Tidak benar, kami tidak ada membeli chip. Itu hanya permainan game di Facebook," kata terdakwa Wijaya.
Perkara ini tak berbeda dengan kasus judi online lain yang pernah disidangkan di Pengadilan Negeri Medan. Pengusaha warnet tidak turut didakwa. Padahal, dalam dakwaan disebutkan bahwa pemilik dan penyedia peralatan yang digunakan untuk aktivitas perjudian turut melanggar.
Sumber
Berita Serupa Lainnya :
Terdakwa Ngotot Poker di Facebook Itu Bukan Judi
Quote:
MEDAN, -- Sidang lanjutan perkara judi Zynga Poker via Facebook kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (1/8/2012). Satu di antara sebelas terdakwa bersikeras game online yang dimainkannya di jejaring sosial Facebook bukanlah judi.
"Menurut saya, ini bukan judi, Bu Hakim. Soalnya, saya sudah punya simpanan chip sendiri, saya tetap bisa main. Setahu saya Supernet itu warnet," kata Kesuma Wijaya Sidauruk, salah seorang terdakwa saat Ketua Majelis Hakim Rumintang mempersilakannya menyampaikan pendapat.
Kesuma bersama 10 terdakwa lainnya ditangkap petugas Polda Sumut saat bermain poker melalui Facebook di warnet Supernet milik The Tjong alias Tony di kompleks Asia Mega Mas, Medan, 9 April 2012.
Selain Kesuma, enam pemain ikut ditangkap, yaitu M Nasir alias Aldo, Eman alias Liang Sun, Hendry alias A Hen, Haris Pratama Putra, A Seng alias A Sen alias M Ikhsan, dan M Zulfikar. Mereka digelandang ke kantor polisi bersama seorang kasir warnet yaitu Edi alias A Wi dan tiga operator yang bertugas mentransfer chip, yaitu Bun Seng alias A Seng (37), Herwin alias A Cong (23), Deni Anggriawan (22).
Kesebelasnya kemudian ditahan dan dijerat Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHPidana karena dinilai melakukan perjudian melalui permainan poker di Facebook.
Mendengar pernyataan Kesuma, Hakim Rumintang langsung bertanya kepada terdakwa A Wi. "Benar dia (Kesuma) bisa bermain tanpa membeli chip?". A Wi yang ditanya mengangguk.
"Bisa Bu Hakim, tapi dia juga pernah membeli chip dari saya," akunya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sani Sianturi kemudian merespons dan bertanya kepada A Wi. "Saya tanya begini, kalau dia (Kesuma) menang, apakah dia menukarkan chip-nya sama kamu? Dia menukarkan dengan apa?"
Pertanyaan ini pun dijawab A Wi dengan anggukan. "Ya Bu. Dia menukar dengan uang," ujar A Wi yang sebelumnya mengaku digaji Tony Rp 3 juta per bulan.
Dalam perkara ini, chip yang dibeli akan ditransfer ke akun milik pemain dengan harga Rp 2 ribu untuk chip dengan nominal 1 juta atau 1 miliar. Jika memenangkan chip pada permainan poker di dunia maya, pemain dapat menjualnya ke operator atau A Wi dengan harga Rp 1.700 per 1 miliar.
Seluruh terdakwa mengaku permainan itu bersifat untung-untungan, terkadang menang, terkadang kalah. Kemenangan seorang pemain diketahui dari besaran chip yang dimilikinya.
"Kalau kalah, bisa mengisi lagi. Mereka membayar pakai uang," jelas A Wi.
Setelah mendengarkan keterangan para terdakwa, hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda sidang pembacaan tuntutan.
"Menurut saya, ini bukan judi, Bu Hakim. Soalnya, saya sudah punya simpanan chip sendiri, saya tetap bisa main. Setahu saya Supernet itu warnet," kata Kesuma Wijaya Sidauruk, salah seorang terdakwa saat Ketua Majelis Hakim Rumintang mempersilakannya menyampaikan pendapat.
Kesuma bersama 10 terdakwa lainnya ditangkap petugas Polda Sumut saat bermain poker melalui Facebook di warnet Supernet milik The Tjong alias Tony di kompleks Asia Mega Mas, Medan, 9 April 2012.
Selain Kesuma, enam pemain ikut ditangkap, yaitu M Nasir alias Aldo, Eman alias Liang Sun, Hendry alias A Hen, Haris Pratama Putra, A Seng alias A Sen alias M Ikhsan, dan M Zulfikar. Mereka digelandang ke kantor polisi bersama seorang kasir warnet yaitu Edi alias A Wi dan tiga operator yang bertugas mentransfer chip, yaitu Bun Seng alias A Seng (37), Herwin alias A Cong (23), Deni Anggriawan (22).
Kesebelasnya kemudian ditahan dan dijerat Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHPidana karena dinilai melakukan perjudian melalui permainan poker di Facebook.
Mendengar pernyataan Kesuma, Hakim Rumintang langsung bertanya kepada terdakwa A Wi. "Benar dia (Kesuma) bisa bermain tanpa membeli chip?". A Wi yang ditanya mengangguk.
"Bisa Bu Hakim, tapi dia juga pernah membeli chip dari saya," akunya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sani Sianturi kemudian merespons dan bertanya kepada A Wi. "Saya tanya begini, kalau dia (Kesuma) menang, apakah dia menukarkan chip-nya sama kamu? Dia menukarkan dengan apa?"
Pertanyaan ini pun dijawab A Wi dengan anggukan. "Ya Bu. Dia menukar dengan uang," ujar A Wi yang sebelumnya mengaku digaji Tony Rp 3 juta per bulan.
Dalam perkara ini, chip yang dibeli akan ditransfer ke akun milik pemain dengan harga Rp 2 ribu untuk chip dengan nominal 1 juta atau 1 miliar. Jika memenangkan chip pada permainan poker di dunia maya, pemain dapat menjualnya ke operator atau A Wi dengan harga Rp 1.700 per 1 miliar.
Seluruh terdakwa mengaku permainan itu bersifat untung-untungan, terkadang menang, terkadang kalah. Kemenangan seorang pemain diketahui dari besaran chip yang dimilikinya.
"Kalau kalah, bisa mengisi lagi. Mereka membayar pakai uang," jelas A Wi.
Setelah mendengarkan keterangan para terdakwa, hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda sidang pembacaan tuntutan.
Sumber
0
2.7K
Kutip
21
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan