- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Serigala Yang Melolong Pada Bulan


TS
Viruzer
Serigala Yang Melolong Pada Bulan
Spoiler for cerita:
Terkisahlah seekor Serigala Pengembara yang selalu berlari dari padang ke padang, berlari menuju bukit ke bukit, dan mendaki satu gunung ke gunung lainnya
. Ia adalah seekor serigala yang melintas dinginnya salju, meratapi musim semi dan berkeliaran kemana pun hatinya membawa 
. Ia adalah seekor serigala yang selalu melolong ke angkasa, dan menggemakan suaranya menembus gelap cuaca. Ia berbeda, ia bukan serigala yang berkumpul bersama koloni, ia adalah seekor serigala penyendiri
. Serigala yang selalu bernyanyi lewat lolongannya. Serigala yang meratapi langit malam dan bintang-bintang.
Melolong. Ia selalu melolong. Tidak ada yang benar-benar mengerti mengapa Serigala Pengembara melakukan hal itu. Mereka hanya tahu bahwa seekor serigala yang berlari dari padang ke padang, berlari menuju bukit ke bukit dan mendaki dari satu gunung ke gunung lainnya adalah serigala yang selalu melolong ke angkasa. Entah apa yang disampaikannya, ia hanya selalu melolong pada langit gelap tak tercela.
Ia adalah serigala yang merindu pada bulan. Bulan yang bersinar tinggi di langit hitam tak berawan, atau bulan yang tertutup sebagian, atau bahkan pada bulan yang tak terlihat mata telanjang. Namun, Serigala Pengembara selalu tahu bahwa bulan itu selalu ada, selalu hadir setiap malam. Entah di belahan langit mana, entah kutub utara atau selatan, tapi bulan selalu ada meskipun tak terlihat. Itulah sebabnya dia selalu melolong ke angkasa setiap malam, dalam dingin musim salju atau dalam musim semi yang bisu. Ia tahu bahwa bulan selalu ada dan ia akan melolong padanya
:.
Langit pun datang dan bertanya pada Serigala Pengembara, Bulan adalah kekasihku. Apa yang kau inginkan darinya?
:
Ia pun berhenti melolong dan menjawab, Aku ingin mencinta Bulan yang ada di sana.

Kau tidak bisa. Kau tidak boleh melakukannya. Karena mencintanya hanya bisa dilakukan olehku.
Mengapa? Mengapa tidak kau ijinkan aku mencintainya. Aku hanya ingin mencintainya, Serigala Pengembara meratap pada Langit yang kini berdiri di hadapannya
Lantas, untuk apa kau melolong sepanjang malam hingga dunia bergetar. Aku tidak mungkin membiarkanmu.
Aku ingin Bulan tahu bahwa aku mencintainya.
Jika benar kau hanya ingin mencintainya, mengapa kau ingin ia tahu?
Aku ingin ia tahu bahwa pernah ada seekor Serigala Pengembara yang mencintainya dengan tulus. Hanya itu.
Hanya itu? Benarkah? Hanya ingin mencintainya?
:
Ya, aku hanya ingin mencintainya.
Jika kau kuberi satu kesempatan untuk memeluknya tanpa menginginkan membalasnya memelukmu. Setelah itu hentikan lolonganmu. Maukah kau? Langit bertanya lagi.
Aku mau. Karena aku hanya ingin mencintainya, Serigala Pengembara menjawab dengan yakin. Karena inilah sumpahku. Mencintainya dengan tulus.
Kau telah berjanji, lanjutnya. Waktumu hanya sesaat. Begitu kau menginginkan ia membalas pelukanmu, maka kau akan hancur berantakan di angkasa dan mengembara di sana selamanya. Kau bersedia?
Aku bersedia. Karena aku tulus mencintainya.Langit tersenyum dan melambaikan tangannya. Seketika, dunia bersinar seluruhnya, menelan Serigala Pengembara menuju pengembaraan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
***
Seekor serigala betina berjalan terseok-seok dengan kaki-kaki yang sudah semakin renta. Ia terpisah dari koloninya, suaminya telah mati dalam sebuah pertempuran. Ia kini sendirian, berjalan menembus badai salju mencari tempat perlindungan. Ia akan melahirkan seekor serigala muda yang akan menggantikan mendiang ayahnya.
Tapi, tubuhnya terlalu lemah. Ia terlalu lemah untuk berjalan lebih jauh, sementara padang salju putih seperti terhampar tiada habisnya. Ia tidak tahu bagaimana menyelamatkan dirinya dalam badai salju yang tak kenal ampun, melumat seluruh makhluk hidup yang berani menantangnya. Darah menetes-netes dari lukanya, memerahi salju, yang langsung membekukannya. Es yang beku setajam belati terus menusuk-nusuk kakinya, membuka luka semakin lebar. Tapi ia tidak punya pilihan, demi cinta yang kini dibawa dalam rahimnya. Demi bayi serigala yang ada di kandungannya, ia berani menantang apapun yang ada di dunia. Kalau perlu neraka ditentangnya. Ia tak peduli lagi pada surga.
Badai terus menggerus pegunungan, melemahkan tubuhnya yang ringkih termakan alam. Tapi jiwanya tak tergoyahkan, bayi ini harus selamat. Didakinya gunung-gunung es yang semakin licin dan curam. Malam tak punya kasihan, angin bertiup suram. Serigala betina terus berjalan, meniti jurang menganga, menanti semua yang lengah untuk diambil nyawanya. Tapi, serigala betina sudah tak peduli lagi pada nyawa. Ia melawan walau hanya dengan setengah hidupnya, karena setengah bagian lainnya telah dijemput kematian. Dalam setengah kematian, ia melawan.
Namun, apalah arti seekor serigala betina lemah di tengah alam yang mengamuk tak tentu arah. Hidupnya telah dijarah. Tubuhnya mungkin lelah, tapi jiwa tak kan terjajah. Angin gunung yang beku menelannya, mendorongnya ke arah jurang yang tanpa ampun menariknya. Ia melawan, tapi ia sudah terlalu lemah. Bayinya hampir lahir. Ia hampir menyerah. Ini mungkin sebuah akhir. Akhir yang getir.
Serigala betina menangis, menangis begitu keras. Ia rela melepaskan nyawanya begitu saja, tapi jangan biarkan bayi ini mati dalam rahimnya. Ia menangis, menangis begitu keras, hingga meruntuhkah bongkah-bongkah es raksasa. Menggelandangnya menuju pinggiran kehidupan, menjadikannya persembahan bagi kematian. Ia menangis, menangis begitu keras. Namun, hanya terdengar sebagai lolongan yang begitu jauh. Bagi nyawa yang telah teregang, tak pernah akan ada sauh. Tidak ada geladak yang bisa menyelamatkan. Tiada jejak yang akan tertinggalkan.
Maka, serigala betina menangis, menangis begitu keras. Melolong pada Langit, karena hanya Langit yang bisa menyelamatkannya.
Kuberikan nyawaku untuk jiwanya! teriaknya.
Suaranya menembus dan memantul dari langit. Tidak ada rasa takut. Tidak ada rasa sakit. Tiada gentar tersangkut. Ia marah, ia marah dalam putus asanya. Ada doa di sana. Doa serigala betina yang ingin menghidupkan jiwa dalam rahimnya.
Langit tak tuli, pun tak bisu untuk terus diam membeku. Lewat tetesan asteroid, Langit berkata, Inilah garis edar yang harus diarungi semua bintang. Hanya satu yang boleh tersisa. Saat yang satu berhak atas kehidupan, berarti lainnya harus merasakan kematian.
Berikan kematianku untuk hidupnya. Telankan neraka dalam mulutku untuk surganya! erangnya.
Itukah pilihanmu?
Adakah yang lain untukku? Ia menangis
Langit diam dalam bijaknya. Dipeluknya serigala betina dengan kedua tangannya. Direkanya potongan-potongan jiwa pengorbanan dan direkatkannya di langit. Diletakkannya ia dalam konstelasi bintang-bintang sebagai jejak. Bagi mereka yang mampu melihat tiada akan ada jarak.
Sementara, lewat sebuah bintang jatuh lahirlah Serigala Pengembara. Begitu kisah dari para tetua. Sebuah cerita yang disampaikan pada Serigala Pengembara. Demi sebuah cinta yang tulus, sejak itulah Serigala Pengembara melolong pada bulan. Ia ingin mencinta bulan seperti ibunya mencinta dirinya. Bulan yang tulus memberi cahaya dan bertahta dalam gelap maha sempurna.
***
Langit yang sama telah mengabulkan doa Serigala Pengembara. Menembus udara malam yang bergerak perlahan menuju titik batas angkasa. Menuju tempat di mana Bulan bertahta. Bulan yang selama ini telah dipujanya. Bulan yang telah disampaikan cinta lewat lolongannya.
Lewat titian awan ia berkelana, menuju tempat yang lebih tinggi dari puncak-puncak tertinggi. Himalaya bahkan terlalu kecil dari sini. Menembus atmosfer menuju angkasa hampa udara. Menuju gelap maha sempurna. Tempat hitam abadi bersemayam, dimana matahari tak pernah terbit dan bulan tak pernah tenggelam.
Ia berdebar. Kini ia akan berada begitu dekat pada Bulan. Bulan terang berpendar-pendar. Bulan yang selalu tersenyum, betapapun gelap menelannya tanpa ampun. Bulan yang dipujanya dengan hati, disanjungnya mungkin sampai mati.
Aku mendengar. Kurasakan lolonganmu, Bulan berkata pada Serigala Pengembara.
Ikutlah denganku ke Bumi, serigala berkata pada Bulan.
Bulan tersenyum dan berkata, Aku adalah milik Langit malam yang kelam. Tempatku ada di sini. Aku tak mungkin dan tak akan melakukannya.
Pergilah, Serigala Pengembara , berbisik Bulan padanya.
Serigala Pengembara bimbang dalam hatinya, ia tak ingin pergi dari sini. Ia terlarut hingga lupa pada janjinya. Ia menangis dan berkata, Maukah kau memelukku untuk terakhir kalinya ?
Alam diam. Tiada jawaban. Ini sepi yang hambar. Komet berputar. Sebuah janji telah terlanggar. Sumpah telah teringkar. Serigala Pengembara tak lagi setia pada ikrar. Kini hanya ada konsekuensi, saatnya memetik sangsi. Serigala tersadar, ini akhir pengembaraannya. Kapalnya sudah menepi. Waktu melambat dan sauh telah tertambat.
Dengan alasan yang berbeda, ia kini ada di tempat yang sama dengan ibunya.
Berbisik Langit pada alam, Akulah langit yang mencinta Bulan bertahta, dan membiarkannya mengembara di angkasa.




Melolong. Ia selalu melolong. Tidak ada yang benar-benar mengerti mengapa Serigala Pengembara melakukan hal itu. Mereka hanya tahu bahwa seekor serigala yang berlari dari padang ke padang, berlari menuju bukit ke bukit dan mendaki dari satu gunung ke gunung lainnya adalah serigala yang selalu melolong ke angkasa. Entah apa yang disampaikannya, ia hanya selalu melolong pada langit gelap tak tercela.
Ia adalah serigala yang merindu pada bulan. Bulan yang bersinar tinggi di langit hitam tak berawan, atau bulan yang tertutup sebagian, atau bahkan pada bulan yang tak terlihat mata telanjang. Namun, Serigala Pengembara selalu tahu bahwa bulan itu selalu ada, selalu hadir setiap malam. Entah di belahan langit mana, entah kutub utara atau selatan, tapi bulan selalu ada meskipun tak terlihat. Itulah sebabnya dia selalu melolong ke angkasa setiap malam, dalam dingin musim salju atau dalam musim semi yang bisu. Ia tahu bahwa bulan selalu ada dan ia akan melolong padanya


Langit pun datang dan bertanya pada Serigala Pengembara, Bulan adalah kekasihku. Apa yang kau inginkan darinya?

Ia pun berhenti melolong dan menjawab, Aku ingin mencinta Bulan yang ada di sana.


Kau tidak bisa. Kau tidak boleh melakukannya. Karena mencintanya hanya bisa dilakukan olehku.

Mengapa? Mengapa tidak kau ijinkan aku mencintainya. Aku hanya ingin mencintainya, Serigala Pengembara meratap pada Langit yang kini berdiri di hadapannya

Lantas, untuk apa kau melolong sepanjang malam hingga dunia bergetar. Aku tidak mungkin membiarkanmu.

Aku ingin Bulan tahu bahwa aku mencintainya.

Jika benar kau hanya ingin mencintainya, mengapa kau ingin ia tahu?
Aku ingin ia tahu bahwa pernah ada seekor Serigala Pengembara yang mencintainya dengan tulus. Hanya itu.

Hanya itu? Benarkah? Hanya ingin mencintainya?

Ya, aku hanya ingin mencintainya.

Jika kau kuberi satu kesempatan untuk memeluknya tanpa menginginkan membalasnya memelukmu. Setelah itu hentikan lolonganmu. Maukah kau? Langit bertanya lagi.
Aku mau. Karena aku hanya ingin mencintainya, Serigala Pengembara menjawab dengan yakin. Karena inilah sumpahku. Mencintainya dengan tulus.

Kau telah berjanji, lanjutnya. Waktumu hanya sesaat. Begitu kau menginginkan ia membalas pelukanmu, maka kau akan hancur berantakan di angkasa dan mengembara di sana selamanya. Kau bersedia?
Aku bersedia. Karena aku tulus mencintainya.Langit tersenyum dan melambaikan tangannya. Seketika, dunia bersinar seluruhnya, menelan Serigala Pengembara menuju pengembaraan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
***
Seekor serigala betina berjalan terseok-seok dengan kaki-kaki yang sudah semakin renta. Ia terpisah dari koloninya, suaminya telah mati dalam sebuah pertempuran. Ia kini sendirian, berjalan menembus badai salju mencari tempat perlindungan. Ia akan melahirkan seekor serigala muda yang akan menggantikan mendiang ayahnya.
Tapi, tubuhnya terlalu lemah. Ia terlalu lemah untuk berjalan lebih jauh, sementara padang salju putih seperti terhampar tiada habisnya. Ia tidak tahu bagaimana menyelamatkan dirinya dalam badai salju yang tak kenal ampun, melumat seluruh makhluk hidup yang berani menantangnya. Darah menetes-netes dari lukanya, memerahi salju, yang langsung membekukannya. Es yang beku setajam belati terus menusuk-nusuk kakinya, membuka luka semakin lebar. Tapi ia tidak punya pilihan, demi cinta yang kini dibawa dalam rahimnya. Demi bayi serigala yang ada di kandungannya, ia berani menantang apapun yang ada di dunia. Kalau perlu neraka ditentangnya. Ia tak peduli lagi pada surga.
Badai terus menggerus pegunungan, melemahkan tubuhnya yang ringkih termakan alam. Tapi jiwanya tak tergoyahkan, bayi ini harus selamat. Didakinya gunung-gunung es yang semakin licin dan curam. Malam tak punya kasihan, angin bertiup suram. Serigala betina terus berjalan, meniti jurang menganga, menanti semua yang lengah untuk diambil nyawanya. Tapi, serigala betina sudah tak peduli lagi pada nyawa. Ia melawan walau hanya dengan setengah hidupnya, karena setengah bagian lainnya telah dijemput kematian. Dalam setengah kematian, ia melawan.
Namun, apalah arti seekor serigala betina lemah di tengah alam yang mengamuk tak tentu arah. Hidupnya telah dijarah. Tubuhnya mungkin lelah, tapi jiwa tak kan terjajah. Angin gunung yang beku menelannya, mendorongnya ke arah jurang yang tanpa ampun menariknya. Ia melawan, tapi ia sudah terlalu lemah. Bayinya hampir lahir. Ia hampir menyerah. Ini mungkin sebuah akhir. Akhir yang getir.
Serigala betina menangis, menangis begitu keras. Ia rela melepaskan nyawanya begitu saja, tapi jangan biarkan bayi ini mati dalam rahimnya. Ia menangis, menangis begitu keras, hingga meruntuhkah bongkah-bongkah es raksasa. Menggelandangnya menuju pinggiran kehidupan, menjadikannya persembahan bagi kematian. Ia menangis, menangis begitu keras. Namun, hanya terdengar sebagai lolongan yang begitu jauh. Bagi nyawa yang telah teregang, tak pernah akan ada sauh. Tidak ada geladak yang bisa menyelamatkan. Tiada jejak yang akan tertinggalkan.
Maka, serigala betina menangis, menangis begitu keras. Melolong pada Langit, karena hanya Langit yang bisa menyelamatkannya.
Kuberikan nyawaku untuk jiwanya! teriaknya.
Suaranya menembus dan memantul dari langit. Tidak ada rasa takut. Tidak ada rasa sakit. Tiada gentar tersangkut. Ia marah, ia marah dalam putus asanya. Ada doa di sana. Doa serigala betina yang ingin menghidupkan jiwa dalam rahimnya.
Langit tak tuli, pun tak bisu untuk terus diam membeku. Lewat tetesan asteroid, Langit berkata, Inilah garis edar yang harus diarungi semua bintang. Hanya satu yang boleh tersisa. Saat yang satu berhak atas kehidupan, berarti lainnya harus merasakan kematian.
Berikan kematianku untuk hidupnya. Telankan neraka dalam mulutku untuk surganya! erangnya.
Itukah pilihanmu?
Adakah yang lain untukku? Ia menangis
Langit diam dalam bijaknya. Dipeluknya serigala betina dengan kedua tangannya. Direkanya potongan-potongan jiwa pengorbanan dan direkatkannya di langit. Diletakkannya ia dalam konstelasi bintang-bintang sebagai jejak. Bagi mereka yang mampu melihat tiada akan ada jarak.
Sementara, lewat sebuah bintang jatuh lahirlah Serigala Pengembara. Begitu kisah dari para tetua. Sebuah cerita yang disampaikan pada Serigala Pengembara. Demi sebuah cinta yang tulus, sejak itulah Serigala Pengembara melolong pada bulan. Ia ingin mencinta bulan seperti ibunya mencinta dirinya. Bulan yang tulus memberi cahaya dan bertahta dalam gelap maha sempurna.
***
Langit yang sama telah mengabulkan doa Serigala Pengembara. Menembus udara malam yang bergerak perlahan menuju titik batas angkasa. Menuju tempat di mana Bulan bertahta. Bulan yang selama ini telah dipujanya. Bulan yang telah disampaikan cinta lewat lolongannya.
Lewat titian awan ia berkelana, menuju tempat yang lebih tinggi dari puncak-puncak tertinggi. Himalaya bahkan terlalu kecil dari sini. Menembus atmosfer menuju angkasa hampa udara. Menuju gelap maha sempurna. Tempat hitam abadi bersemayam, dimana matahari tak pernah terbit dan bulan tak pernah tenggelam.
Ia berdebar. Kini ia akan berada begitu dekat pada Bulan. Bulan terang berpendar-pendar. Bulan yang selalu tersenyum, betapapun gelap menelannya tanpa ampun. Bulan yang dipujanya dengan hati, disanjungnya mungkin sampai mati.
Aku mendengar. Kurasakan lolonganmu, Bulan berkata pada Serigala Pengembara.

Ikutlah denganku ke Bumi, serigala berkata pada Bulan.

Bulan tersenyum dan berkata, Aku adalah milik Langit malam yang kelam. Tempatku ada di sini. Aku tak mungkin dan tak akan melakukannya.

Pergilah, Serigala Pengembara , berbisik Bulan padanya.
Serigala Pengembara bimbang dalam hatinya, ia tak ingin pergi dari sini. Ia terlarut hingga lupa pada janjinya. Ia menangis dan berkata, Maukah kau memelukku untuk terakhir kalinya ?

Alam diam. Tiada jawaban. Ini sepi yang hambar. Komet berputar. Sebuah janji telah terlanggar. Sumpah telah teringkar. Serigala Pengembara tak lagi setia pada ikrar. Kini hanya ada konsekuensi, saatnya memetik sangsi. Serigala tersadar, ini akhir pengembaraannya. Kapalnya sudah menepi. Waktu melambat dan sauh telah tertambat.

Dengan alasan yang berbeda, ia kini ada di tempat yang sama dengan ibunya.
Berbisik Langit pada alam, Akulah langit yang mencinta Bulan bertahta, dan membiarkannya mengembara di angkasa.
Spoiler for gambar:

Spoiler for gambar:

Spoiler for untuk kaskuser:

0
5.9K
Kutip
27
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan