fikmancandance
TS
fikmancandance
Korupsi PerjalananDinas d KBRI Mexico City & mudahnya buatNota2 Bodong(sertaanbukti2)
Sebelumnya mohon digaris Bawahi, semua tulisan dan kritik kami semata mata karena kepedulian dan kecintaan kami kepada Institusi KBRI dan Kemlu sebagai front depan perwakilan Indonesia di Luar negeri....Untuk tanah air yang lebih Baik

versi asli/awal threads ini terdapat di halaman 32 komen nomor# 628


Dua Tahun Melawan Lupa dan Pembiaran

Sudah 2 tahun ini saya dan beberapa teman mempertanyakan tindakan Kementerian Luar Negeri terkait dugaan praktik korupsi yang terjadi di Kedutaan Besar RI (KBRI) di Mexico City dan kasus penelantaran TKI Supiani Ismail di tahun 2011 yang kami adukan berkali-kali ke pihak terkait.
Dua tahun tersebut berlalu tanpa adanya tanggapan maupun jawaban dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, dalam hal ini bagian Inspektorat Jenderal (layanan pengaduan masyarakat, inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri : pengaduan.itjend@kemlu.go.id). Padahal, pengaduan itu bahkan sempat saya laporkan langsung ke Bapak Menteri Marty Natalegawa pada kesempatan kunjungan beliau ke Mexico tanggal 13 Mei 2013 lalu. Namun sampai hari ini laporan atas kasus dugaan korupsi dana perjalanan tersebut seakan belum ditanggapi sama sekali.

Pelaporan saya, berawal dari mencuatnya headline berita di tanah air sekitar bulan Mei/Juni 2012 tentang bocornya anggaran Negara karena maraknya korupsi perjalanan dinas di kalangan PNS. Saya terus terang merasa terpanggil karena saya pernah mendapat “extra hari” dalam salah satu perjalanan dinas saya ketika masih aktif sebagai staf SOSBUD di KBRI Mexico City, saya merasa bahwa saya telah menerima uang yang bukan hak saya, waloupun uang tersebut sempat saya tolak namun seminggu kemudian kepala BPKRT/Admin KBRI Mexico City memanggil saya dan memaksa saya menerima dan menandatangani berita acara “bonus” hari jalan tersebut karena merupakan instruksi dari Bpk Duta besar. Pendek kata, karena atasan saya dapat maka saya yang menemani atasan saya pada penugasan keluar kota waktu itu juga harus dapat. Lepas dari saya dipaksa, dipelototin dan sebagainya namun pada kenyataannya saya menerima uang yang bukan hak saya dan saya merasa terpanggil untuk melaporkan hal tersebut, terlebih karena Headlines berita nasional saat itu mengangkat tema korupsi penggelembungan bea jalan dinas tersebut.

Perilaku penggelembungan jalan dinas SPJ/SPPD atasan atasan saya ini pertama kali saya temui ketika saya membuat surat konsolidasi kegiatan KBRI yang membutuhkan tandatangan atasan saya sebagai Kabid, Atasan tersebut menolak untuk menandatangani surat tersebut dan menginstruksikan agar surat tersebut ditandatangani diplomat lain dan beliau menjelaskan bahwa atas perintah Duta Besar dari tanggal X sampai Y beliau tidak bisa absen dan menandatangai dokumen apapun, saya pun menanyakan kejanggalan tersebut ke rekan staf Lokal Admin. Rekan tersebut menjelaskan bahwa atasan saya saat itu sedang dalam hitungan SPPD/SPJ, sehingga dalam manifes KBRI, atasan saya harus seolah-olah sedang diluar kota melakukan Jalan Dinas. Menurut rekan admin tersebut, praktik penggelembungan ini menjadi hal yang lumrah sepanjang 2011.

Tidak hanya itu, kecurigaan itu menjadi dugaan kuat ketika saya ketahui bahwa praktik pembuatan nota fiktif ternyata biasa dilakukan oleh KBRI kita tercinta di Mexico City. Pembuatan nota fiktif dan penggelembungan nominal nota ini juga saya laporkan ke Kementerian Luar Negeri di Jakarta, beserta kopian-kopian bukti dan kopian pelaporan nota-nota fiktif yang seakan-akan asli dalam laporan keuangan KBRI ke Jakarta. Pelaporan tersebut saya kirim tanggal 10 Mei 2012, dan pada 11 Mei 2012 dijawab oleh Inspektorat Jenderal Kemenlu bahwa “kasus tersebut akan diselidiki dan apabila terbukti melanggar pelaku akan diberi sanksi”.

Pada minggu pertama bulan Juni 2012 saya diberi tahu oleh salah satu rekan WNI bahwa pelaporan kasus korupsi saya ke Kemenlu Jakarta telah diketahui oleh banyak WNI di Mexico, dan rekan WNI tersebut berkomentar bahwa kasus ini akan ditutup-tutupi dan saran rekan tersebut agar keberadaan saya “aman” di Meksiko, maka alangkah baiknya apabila pelaporan tersebut diungkap ke social media. Maka, pada 12 Juni 2012 saya membuat tulisan di Forum Kompas dan tulisan yang sama saya salin tempel di forum surat pembaca situs Kaskus. Tulisan itu mendapat reaksi yang beragam. Namun demikian, reaksi yang saya tidak duga adalah dari pihak KBRI yang saya ketahui pada pertengahan bulan Juli 2012.

DI BLACK LIST???I

Reaksi KBRI tersebut berupa surat Nota diplomatik KBRI nomor 410/MEX/PROTKONS/VI/2012 tertanggal 25 Juni 2012, yang ditujukan kepada Kedutaan Amerika Serikat di Mexico yang menerangkan status kepegawaian saya di KBRI. Namun, hal yang mencengangkan saya dari surat Nota Diplomatik itu adalah terdapatnya satu paragraph yang tendensius merugikan saya sebagai pribadi, yaitu agar Kedutaan Amerika waspada dan berhati-hati terhadap diri saya akan kemungkinan saya melakukan “Fraud” di Kedubes Amerika (seakan-akan menginginkan agar nama saya dimasukkan ke dalam daftar hitam mereka). Saya pun menanyakan kejanggalan Nota Diplomatik tersebut ke KBRI dan ke Kemlu RI, tentang mengapa perlu membuat nota diplomatik -keterangan tidak lagi bekerja- yang ditujukan ke Kedubes Amerika Serikat, mengapa terdapat paragraph yang tendensius tersebut, dan mengapa hanya disebutkan 2(dua) pegawai yang keluar dari KBRI padahal ada 10(sepuluh) pegawai yang tidak bekerja lagi di KBRI. Saya mendapat jawaban dari KBRI berupa surat ancaman kurungan dan denda jutaan rupiah karena saya telah mendapat dan memiliki dokumen rahasia yang bukan hak saya.

Perlu diketahui bahwa surat notifikasi –keterangan tidak lagi bekerja- semacam ini adalah hal yang lumrah dibuat oleh sebuah Kedutaan, tetapi ditujukan ke Kemenlu negara akreditasi, bukan ke kedutaan lain di negara akreditasi. Notifikasi ini penting sebagai bahan laporan karena beberapa staf Kedutaan terkadang menggunakan visa keluaran Kemenlu Negara akreditasi sehingga nota diplomatik notifikasi semacam ini dianggap perlu untuk urusan administrasi. Sehingga nota diplomatik sejenis dari KBRI Mexico City yang ditujukan ke Kemenlu Mexico saat itu, masih dapat kami terima karena tidak ada paragraph tendensius seperti yang ditujukan ke kedubes Amerika di Meksiko.

Kopian bukti dan kopian nota nota diplomatik tersebut saya dapatkan dari rekan rekan anonim yang bersimpati kepada gerakan saya membongkar korupsi di KBRI.

AWAL DARI PERMASALAHAN DUTA BESAR DAN DIRI SAYA

Duta besar LB/BP RI di Mexico City, Bapak Hamdani Djafar, pada awal kami berjumpa dan berkenalan tampak semua baik, beberapa kali kami berdiskusi tentang Mexico, juga tentang hal-hal intern KBRI dengan terbuka, bebas dan tampaknya semua baik-baik saja.

Namun pada pertengahan Oktober 2011, saya mendapat keluhan dari rekan staf bagian konsular bahwa ada TKI Supiani Ismail asal Jember yang bekerja di wisma duta besar Malaysia di Meksiko mendapat perlakuan tidak manusiawi dari Ibu Duta Besar Malaysia. Ibu Supiani sudah memohon pertolongan ke KBRI sejak bulan April 2011, namun tidak ada tindakan sama sekali dari diplomat KBRI kita, bahkan pada 24 agustus 2011, TKI tersebut sempat menulis dan mengirim surat kepada KBRI memohon kembali pertolongan, namun tidak digubris oleh Dubes/KBRI kita.

Saat itu hari Kamis 13 Oktober 2011, saya langsung meminta data dari rekan staf lokal konsuler tersebut, saya verifikasi kebenarannya ke beberapa rekan staf lokal yang bekerja di kedubes Malaysia di Mexico, dan semua membenarkannya. Sore harinya saya menelpon ke wisma duta Malaysia untuk berbicara dengan Ibu TKI Supiani Ismail, saat itu saya mengaku sebagai WNI biasa yang mengetahui kasus ini. Ibu tersebut sambil menangis meminta tolong sembari membenarkan semua berita yang beredar yang saya kemukakan. Keesokan harinya, Jumat siang, saya menemui saudara Jesus Espinosa yang pernah bekerja sebagai satpam di wisma duta Malaysia dan kemudian dipecat/dipindahtugaskan karena diketahui membantu Ibu Supiani mengantar surat permohonan pertolongan Ibu Supiani ke KBRI 24 agustus 2011.

Ketika berjumpa dengan bapak Jesus, beliau menceritakan sudah tidak tahu kemana lagi harus pergi untuk dapat menolong ibu Supiani Ismail. Pak Jesus sudah ke kantor polisi, ke Komnas HAM dan ke Kemenlu Mexico, semua mengungkapkan bahwa karena Ibu Supiani adalah WNI maka kasus ini harus dilaporkan ke Kedutaan Indonesia di Mexico. Malangnya, sebenarnya Bapak Jesus juga sudah ke Kedutaan Indonesia, namun "saya malah tidak dihiraukan dan Ibu Supiani seperti ditelantarkan" demikian keluhnya. Setelah lama berbincang, Pak Jesus dan Saya sepakat keesokan harinya untuk pergi ke wisma duta Malaysia, karena kebetulan Ibu Dubes Malaysia sedang ada kegiatan di Eropa dan Pak Jesus ingin memberi bungkusan makanan karena menurut Pak Jesus seringkali apabila Ibu Dubes sedang keluar kota/negeri Ibu Supiani tidak diberi makan dan akses makanan di rumah dikunci oleh Ibu Dubes. Hari itu juga tanggal 14 Oktober 2011, kami sepakat untuk mengirim berita kondisi penderitaan Ibu Supiani ke beberapa media di Indonesia, Migrant Care Indonesia, Kemenlu RI, Kemenlu Malaysia dan ke Kemenlu Mexico dengan menggunakan nama dan identitas Bpk Jesus Espinosa.
Pada keesokan harinya, Hari Sabtu ketika kami berkunjung melihat Ibu Supiani, beliau menceritakan bahwa Anis Hidayah dari Migrant Care semalam telah menelponnya. Saya meminta Ibu Supiani untuk menceritakan kejadian sesungguhnya dan saya rekam dengan kamera telpon genggam saya saat itu. Kurang lebih karena tekanan Kemenlu Malaysia dan dengan beberapa aksi menegangkan di hari-hari berikutnya, Ibu Supiani pada hari Rabu 19 Oktober dikembalikan /diantar oleh pihak Kedubes Malaysia ke KBRI.

Saya sangat kecewa karena ke pasif-an Dubes dan Diplomat KBRI kita, yang membuat TKI Ibu Supiani Ismail yang harusnya kita bela, malah kita terlantarkan.
Footage video rekaman wawancara yang saya bikin diminta kopinya oleh Kabid Pol KBRI Ibu Sahadatun donatirin, kemudian Ibu Annisa Tyas Purwanti Sekretaris III KBRI meminta saya menghapus semua file video wawancara tersebut. Perlu diketahui, dalam wawancara tersebut diungkapkan betapa diplomat- diplomat RI seperti Annisa Tyas Purwanti, Bpk Kurniawan -kabid konsuler-, Ibu Irma Dewi Wirakara -kabid Sosbud- telah dimintai pertolongan dan telah tahu permasalahan ini sejak bulan April-Mei 2011, namun tidak mampu dan tidak mau berbuat apa-apa. Dan yang lebih mengecewakan lagi adalah Duta Besar Hamdani Djafar seakan tidak peduli dengan pelaporan-pelaporan diplomat KBRI, juga tidak peduli dengan permintaan pertolongan dan surat permohonan dari Supiani Ismail.

Sungguh, kalau mengingat pembiaran rekan-rekan diplomat dan Dubes kita itu, saya merasa sangat malu dengan tindakan mulia dan berhutang budi kepada Bpk Jesus Espinosa yang tulus membantu dengan segala resiko. Saya juga merasa berhutang budi pada beberapa Diplomat Malaysia saat itu dan Sekertaris Pribadi Dubes Malaysia yang justru mau membantu Ibu Supiani, memastikan suplai makanan juga membantu melaporkan keadaan Ibu Supiani ke diplomat KBRI, walau tidak ditanggapi oleh diplomat kita.

Footage wawancara tersebut akhirnya saya dapatkan kembali lebih dari satu tahun kemudian. Tepatnya di bulan Februari 2013 walau tidak semua dan ada beberapa bagian yang hilang, kopi video tersebut kami unggah ke situs Youtube agar rekan-rekan yang meragukan cerita kami dapat melihat sendiri. Footage tersebut dapat kami dapatkan kembali karena hari Senin 17 Oktober 2011, setelah aksi penyelamatan yang saya lakukan gagal karena di intercept oleh 2 mobil diplomat Malaysia. Setelah usaha penyelamatan saya di intercept keberadaan Ibu supiani tidak kami ketahui sama sekali sehingga saya panik dan mengirim email SOS meminta bantuan dengan mengirimkan footage video ke banyak rekan media di Indonesia, kemenlu RI dan Kemenlu Malaysia. Salah satu rekan yang dahulu saya kirimi footages tersebut berbaik hati mengembalikan kopian video wawancara tersebut.

Semua kegiatan yang berhubungan dengan Ibu Supiani adalah tanggung jawab saya dan kami lakukan atas inisiatif dan kenekatan saya pribadi, karena tidak bisa melihat penderitaan Ibu Supiani juga karena ke pasifan diplomat dan dubes KBRI Mexico City, yang dalam video wawancara tersebut dapat kita lihat sebagai salah satu penyebab penderitaan Ibu Supiani yang berkepanjangan. Bahkan hari Senin pagi 17 Oktober 2011 jam 09:00, ketika saya dengan naifnya melapor ke Bapak Dubes masalah penderitaan Ibu Supiani, Pak Dubes Hamdani malah berbohong dengan mengatakan tidak tahu menahu dan belum pernah mendengar kasus ini. Namun demikian ketika saya keluar ruangan Dubes, ada diplomat yang bilang bahwa Dubes kemarin mendapat SMS dari dubes Malaysia tentang pelaporan saya ke kemenlu Malaysia atas kasus ini, dan diplomat lain bilang bahwa Dubes sudah tahu kasus ini sejak bulan April/Mei 2011. Rekan staf konsuler pun sempat menunjukkan draft laporan kasus Supiani yang dilaporkan Kabid konsuler kepada Dubes tertanggal 25 Agustus 2011, yang dicoret-coret Dubes.

PEMECATAN?

Pada 29 Februari 2012 pada rapat kepegawaian KBRI, saya dikeroyok oleh diplomat-diplomat KBRI yang antara lain mengungkapkan kalimat: “We wanna let you go”. Singkat cerita, saya dipecat. Dan katanya, apabila saya mau, saya bisa banding menghadap ke pak Dubes agar tetap dipekerjakan di KBRI. Pada sore harinya, saya tahu dari salah satu diplomat bahwa pemecatan saya berkaitan erat dengan pelaporan saya dan kegiatan saya menyelamatkan TKI Ibu Supiani Ismail, diplomat tersebut menyebutkan bahwa berkat tindakan saya tersebut Dubes mendapat surat peringatan dari Kemenlu karena dianggap lalai, sehingga Dubes sudah tidak suka lagi dengan saya, juga karena "kecerewetan" saya atas penggelembungan nota pembelian/pengadaan tas promosi KBRI di akhir tahun 2011.

Saya menolak untuk banding. Beberapa hari kemudian saya dipanggil atasan saya, Kabid Sosbud, agar menghadap ke Dubes, saya bilang; "Saya tidak mau, kalau mau memecat saya, yahh pecat saja saya, jangan ditahan-tahan." Sehari kemudian, saya dipanggil oleh HOC/Kepala Kanselerai KBRI Bpk Lingga setiawan menanyakan mengapa saya tidak mau banding. Keesokan harinya, saya dipanggil di depan Kepala Kanselerai dan kepala Admin Bpk Ariseno Kukuh Prasodjo mereka bertanya; " Fitra Yakin tidak mau bekerja lagi di KBRI?", saya pun menjawab; "saya dikeroyok, saya di hina dina,Katanya saya dipecat, kenapa saya terus dipegangi seperti ini, ditahan-tahan seperti ini, biarkanlah saya pergi ".

Pada awal tahun 2012 dipastikan 10 (sepuluh) dari 16 pegawai KBRI Mexico City dipecat/mengundurkan diri. Kesepuluh pegawai yang dipecat/mengundurkan diri tersebut terdiri dari 3 WNI dan 7 WN Meksiko, dan dari jumlah tersebut, 7 (tujuh) diantaranya menuntut tindakan semena-mena KBRI sepihak ke jalur hukum, dengan merujuk pada hukum ketenagakerjaan Meksiko, mereka menuntut hak-hak mereka yang tidak terpenuhi pasca pemecatan dan melaporkan tindakan kesewenang-wenangan KBRI terhadap mereka. Proses hukum ketujuh kasus dari ketujuh mantan pegawai KBRI ini masih berlanjut sampai sekarang di pengadilan Federal Meksiko.

2 TAHUN KEMUDIAN: AKANKAH PEMBIARAN ITU BERKEPANJANGAN ?
Pada pertengahan bulan Juli 2012 tersebut kami juga mendapatkan sebuah kopi Nota Diplomatik nomor 412/MEX/PROTKONS/VI/2012 yang menyebutkan bahwa rekening KBRI telah dibobol orang sebesar $29200,-USD, disebutkan pula bahwa rekening Dubes Hamdani Djafar pada saat yang hampir bersamaan menerima deposit sebesar $ 5000,-USD.

Pembobolan sebuah rekening Bank, sepengetahuan saya, sangat sulit terjadi mengingat sistem keamanan keuangan yang sangat ketat di Meksiko, ditambah bank KBRI adalah bank HSBC cabang Kedutaan (khusus untuk rekening kedutaan), sehingga keamanan dan keekslusifannya membuat rekening rekening tersebut susah untuk dibobol.

Sangatlah sulit rekening Dolar sebuah institusi sekelas Kedutaan Besar dapat dibobol orang luar karena untuk dapat membukanya harus membutuhkan surat kuasa Duta Besar dan atau Kepala Kanselerai dan atau Kepala Administrasi, keaslian buku cheque, tandatangan, kartu identifikasi,melewati semua kamera CCTV baik CCTV bank maupun CCTV lalu lintas yang lengkap karena infrastruktur keamanan begitu mumpuni di Mexico City.

Pada bulan pertengahan 2013 kami ketahui bahwa KBRI telah menuduh saudara Tubagus (WNI,bukan nama sebenarnya) sebagai aktor pembobolan rekening tersebut. Tubagus yang juga mengundurkan diri bersama kami waktu itu, adalah eks staf Admin. Tuduhan tersebut ternyata telah dilontarkan ke pihak kepolisian sejak Juni 2012 tanpa didahului usaha-usaha kekeluargaan selayaknya WN Indonesia yang sama-sama jauh dari rumah. Setelah setahun polisi satuan khusus pelayanan Kedutaan dan Polisi gubernuran Mexico City tidak mampu mengungkapkan keterlibatan saudara Tubagus, pihak berwajib tersebut pada pertengahan 2013 menghubungi saudara Tubagus dan meminta untuk melakukan deklarasi.

Saya pun pada 7 November 2013 diminta untuk melakukan deklarasi ke pihak berwajib Mexico(di Procuraduria General de Justicia Gubernuran Mexico City http://www.pgjdf.gob.mx/), pada deklarasi saya terdapat penekanan bahwa ini semua ada hubungannya dengan keterlibatan saya dalam penyelamatan WNI Supiani Ismail, juga karena laporan praktik dugaan korupsi yang saya ungkapkan di media sosial. Alhasil, ada skenario untuk menyikat Sdr Tubagus yg dulunya bekerja sebagai staf admin yang juga merupakan rekan karib saya.

Pada bulan Desember 2013 kasus pembobolan rekening KBRI tersebut seakan telah ditutup oleh pihak berwajib Mexico. Pihak Dubes Hamdani Djafar/KBRI tidak dapat membuktikan keterlibatan saudara Tubagus. Masalahnya sekarang, lalu di manakah uang negara sebesar $29.200 USD tersebut? Apakah akan menguap bersama dengan kasus penggelembungan bea perjalanan dinas KBRI Mexico, dan juga kasus pembuatan nota-nota fiktif di KBRI ini selama masa administrasi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Hamdani Djafar?

Saya bekerja di KBRI dari tahun 2003-2012. Selama 9 tahun di KBRI sebagai staf Sosbud saya mengalami siklus pergantian Duta Besar, dan baru pada masa jabatan Dubes Hamdani inilah kecurigaan-kecurigaan saya mencuat dan dugaan atas praktik korupsi itu begitu gamblang saya ketahui dan saya buktikan dengan pengalaman-pengalaman saya sendiri. Banyak rekan lain yang mempertanyakan integritas saya, mengapa setelah 9 tahun baru berbicara membongkar kasus tersebut. Jawaban saya tetap sama yaitu, memang baru pertama kalinya saya temui dan di masa Dubes Hamdani Djafar inilah saya lihat praktik korupsi seperti ini dan penelantaran TKI seperti dialami Ibu Supiani Ismail di Kedubes RI di Meksiko. Sebelum-sebelumnya, KBRI dikenal aktif menindak ketidakadilan yang menimpa WNI di negara akreditasi KBRI. Maka, dua tahun sudah saya bicara melawan lupa dan pembiaran. Waktu dua tahun itu niscaya akan berlanjut terus sampai keadilan itu akan datang, untuk kejujuran dan kehormatan KBRI/KEMLU Kita yang senantiasa bersama kita cintai dan junjung tinggi. ****

Fitra Ismu Kusumo, staf local KBRI Mexico City 2003-2012

BERIKUT salah satu video di youtube (wawancara dgn TKI WNI Supiani Ismail di pelataran Wisma Dubes Malesia di Mexico)


Diubah oleh fikmancandance 08-02-2014 18:42
0
59.4K
794
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan