thread ini terinspirasi dari pengalaman pribadi
di salah satu rumah sakit swasta daerah ane "IB*U SINA"
pas ane lagi bezuk temen ada seorang ibuk2 yg menggendong anak2 nya
sambil mohon2 ke perawat yg bertugas supaya anak nya segera di obati
sang anak yg kurus muka nya pucat
si perawat melirik si ibu dari atas kepala sampai ujung kaki
maaf memang penampilan si ibu bukan penampilan orang berkecukupan
dan perawat berkata " bu.. silahkan urus dulu surat2 dan biaya nya di loket "
baru bisa kami obati ..!!!
WTF emang harus di DP dulu baru bisa ber obat ?
mungkin dari agan2 ada yg pernah ngalamin kejadian kayak gini
bukan kah sebelum lulus dari akademis atau kuliah si dokter ato perawat di sumpah? bahwa mengutamakan yg sakit buakn mengutamakan uang?
Spoiler for ulasan metronews:
TEMA yang diangkat "Metro Hari Ini" edisi hari Sabtu sangat tepat karena itulah fakta yang kita hadapi di lapangan. Bagaimana orang-orang miskin mendapat pelayanan kesehatan yang begitu buruk dan tidak sedikit yang akhirnya meninggal dunia secara mengenaskan.
Para pejabat seringkali kalau dihadapkan kepada persoalan seperti ini berdalih bahwa itu hanyalah sebuah kasus. Mereka begitu percaya bahwa sistem sudah disiapkan dan berjalan. Padahal kenyataan sangat jauh berbeda dengan konsep pelayanan yang digariskan.
Mereka tidak pernah mau mencoba diam-diam melakukan pengecekan di lapangan. Kalau saja para pejabat mau merasakan bagaimana menjadi orang miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan, mereka baru akan merasakan bagaimana sakitnya tidak dilayani hanya karena miskin.
Sistem jaminan kesehatan masyarakat hanya baik di atas kertas. Dalam pelaksanaannya masyarakat dihadapkan kepada kesulitan. Apalagi ketika dihadapkan kepada penyakit yang berat dan membutuhkan penanganan segera.
Permintaan akan perlunya deposit selalu menjadi persyaratan ketika kita masuk ke rumah sakit. Setiap kali tindakan akan dilakukan, maka keluarga selalu dimintakan persetujuannya. Bahkan tidak jarang ada rumah sakit yang meminta keluarga korban untuk membeli sendiri obat yang dibutuhkan pasien.
Jangan tanya kalau pasien perlu dimasukkan ke ruang perawatan intensif. Bagi orang yang miskin begitu mudah pihak rumah sakit mengatakan ruang ICU penuh. Tetapi bagi mereka yang berada, tidak pernah kita dapati alasan ruang ICU penuh dan pihak rumah sakit selalu sigap untuk mengambil tindakan.
Negara tidak memiliki kepedulian kepada rakyat miskin. Empati birokrasi pemerintah sudah lama hilang. Ideologi yang berlaku telah berganti menjadi "keuangan yang maha kuasa". Segala persoalan baru bisa diselesaikan apabila ada uang.
Pemerintah pasti keberatan kalau dikatakan tidak memiliki lagi empati kepada rakyatnya. Kalau memang pemerintah masih memiliki hati, maka pemerintah harus mencari tahu apa yang terjadi dalam dua kasus terakhir di Medan dan Pontianak. Bagaimana rakyat miskin sampai tidak mendapat pelayanan yang memadai, sehingga sanak keluarga mereka meninggal dunia.
Dua kasus di Medan dan Pontianak hanyalah puncak dari gunung es. Setiap hari kita bisa menemukan bagaimana rakyat miskin harus menderita ketika mereka hendak berobat ke rumah sakit.
Kita tahu bahwa rumah sakit bukanlah panti sosial. Agar rumah sakit bisa berkembang dan mampu memberikan pelayanan yang profesional dibutuhkan modal. Bahkan modal itu harus bisa berputar agar rumah sakit bisa terus meningkatkan kualitas pelayanannya.
Hanya saja rumah sakit bukanlah juga mesin penghasil uang. Rumah sakit tidak bisa hanya dijadikan industri yang memperkaya pemiliknya. Rumah sakit harus memiliki jiwa sosial dan peduli kepada mereka yang membutuhkan pertolongan.
Rumah sakit tidak bisa tidak peduli ketika ada orang yang sedang menderita. Rumah sakit harus merasa bersalah apabila ada pasien yang sampai meninggal, karena ketidakpedulian mereka. Mereka harus bertanggung jawab atas kematian yang diakibatkan kealpaan mereka.
Tanpa ada perubahan sikap dari kita dalam penanganan kesehatan masyarakat, maka kita akan terus melihat ironi-ironi seperti yang terjadi di Medan dan Pontianak. Kita akan ikut merasa teriris oleh penderitaan keluarga yang diperlakukan tidak manusiawi oleh rumah sakit.
Pejabat pemerintah harus menghentikan kebiasaan untuk berdalih. Tidak bisa lagi hanya saling menyalahkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ironi ini tidak akan bisa terpecahkan hanya dengan saling menunjuk tanggung jawab.
Yang dibutuhkan adalah kemauan untuk memperbaiki diri. Bahwa negara memiliki tanggung jawab kepada kehidupan warganya. Kita sudah menyiapkan aturan perundang-undangan yang peduli kepada kesehatan rakyat. Seluruh aparat harus terpanggil untuk melaksanakan semua kebijakan itu dengan sebaik mungkin.
Kita membutuhkan pejabat dan aparat yang mempunyai hati. Kalau kita memiliki empati, maka kita akan peduli akan nasib sesama dan kita tidak pernah mau menelantarkan mereka
kaskuser yg baik selalu meninggalkan jejak
comment kaskuser
Quote:
Original Posted By mbahmomon►sebuah dilema gan,
kadang klo rumah sakit pengen ngobati orang yg gag mampu, obat yg dikasih pemerintah udah abis, trus tunggakan biaya operasional dr pemerintah juga belom cair2.
trus duit buat nalangin diambil dari mana??
bingungkan pihak rumah sakitnya, padahal klo sekali menolak pasien tar klo ketahuan wartawan bakalan jd headline, otomatis menurunkan reputasi tu rumah sakit.