Kisah inspiratif dari dunia pewayangan seorang prabu pandu dewanata, raja di hastina dan ayah dari para pandawa. Rasa sayangnya terhadap istri kedua yaitu dewi madrim ditunjukkannya dengan upaya memenuhi semua permintaan sang dewi ketika hamil anak kembarnya, nakula dan sadewa.
Termasuk permintaan sang dewi untuk bertamasya mengelilingi taman kadilengan dengan mengendarai lembu andini, kendaraan suci milik Sang Hyang Jagadnata, batara guru. Pandu menyanggupi keinginan istrinya dan menghadap batara guru.
Para Dewa tercengang mendengar permintaan Pandu yang dianggap kurang ajar itu. Tetapi karena dengan alasan untuk orang ngidam maka akhirnya permintaan itu dikabulkan. Namun pengabulan permintaan disertai supata dari Sang batara. Karena kelancangan dan sikap kekurangajaran Pandu, tiada hukuman setimpal selain neraka baginya.
Bersamaan dengan itu bergetarlah bumi dan mendadak gunung meletus, angin puting beliung menerjang, ombak laut mengalun setinggi gunung, hujan badai disertai petir menyambar-nyambar. Menandakan bahwa alam semesta menyaksikan dan menyetujui supata Sang Girinata.
Di akhir hayatnya Pandu mengalami pamoksa, meninggal dunia musnah bersama seluruh raganya yang kemudian disusul kematian dewi madrim yang membakar dirinya sendiri setelah menitipkan kedua anaknya, nakula dan sadewa kepada dewi kunti istri pertama Pandu.
Dikisahkan Pandu tetap memilih hidup di neraka bersama Madrim sesuai janjinya kepada dewa. Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia dapat melihat keberhasilan putera-puteranya di dunia. Perasaan bahagia melihat dharma bakti para Pandawa membuatnya merasa hidup di sorga.
"mengejar keinginan di luar batas kemampuan tanpa kewaspadaan adalah sesuatu yang membahayakan"