Pendahuluan

Dasar pendirian Rumah Sakit Jiwa di Indonesia adalah keputusan Kerajaan (Koninklijk besluit) tanggal 30 Desember 1865 No. 100. Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) tgl 14 Mei 1867 dibangun Rumah Sakit Jiwa (doorgangshuizen), dan pembangunan dilaksanakan pada tahun 1876 di Bogor (Rumah Sakit Jiwa pertama dan diresmikan tanggal 1 Juli 1882 dengan kapasitas 400 tempat tidur. Selanjutnya tahun 1902 diresmikan RSJ Lawang, tahun 1919 RSJ Solo, tahun 1923 RSJ Magelang, tahun 1924 RSJ Jakarta, tahun 1929 RSJ Semarang dan RSJ Surabaya, tahun 1923 RSJ Ujung Pandang dan Palembang kemudian tahun berikutnya RSJ Padang, Lubuk Pakam, Banjarmasin, Manado, tahun 1933 Bangli, tahun 1927 RS Tentara di Sabang dimanfaatkan untuk RS Jiwa dengan kapasitas 1200, tahun 1939 RS Jiwa Sei Bangkong Pontianak. Sampai dengan tahun 1940 ada 16 RS Jiwa dengan kapasitas 10.000 tempat tidur.

Dari catatan sejarah diketahui beberapa rumah sakit jiwa besar yang dibangun pemerintah Hindia Belanda direncanakan untuk merawat para tentara, pegawai dan penduduk, yang pada pertengahan abad ke-19 sudah menunjukkan peningkatan kasus gangguan kesehatan jiwanya.
RSJ Bogor dan RSJ Lawang termasuk yang pertama dibangun di akhir abad ke-19, kemudian disusul RSJ Magelang.

Kumpulan Foto

Berikut beberapa foto yang bisa ane kasih, dari salah satu rumah sakit jiwa ternama di Indonesia yang terletak di Jawa Tengah, yaitu RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang- sebagai gambaran kehidupan yang ada di dalam Rumah Sakit Jiwa khususnya di Indonesia.
(Note: bangunan RSJ ini merupakan salah cagar budaya Indonesia)

Penutup

Demikian dulu yang bisa ane laporkan.
Yang pertama ane berharap dan – hehe, sukur2 bisa jadi HT.

Yang kedua ane berharap dengan mengetahui gambaran dari kehidupan sehari-hari di RSJ, agan2 bisa lebih menghargai kehidupan.

Tidak semua orang dengan ‘kelainan jiwa’ itu membahayakan dan menakutkan. Adakalanya mereka mungkin membahayakan tp semua bisa dicegah dan ditangani dengan penanganan yang baik oleh orang-orang terdekat dan tentunya oleh instansi pemerintah yang terkait.

Orang dengan ‘kelainan jiwa’ tidak selalu identik dengan ‘mengamuk’ dan ‘tertawa sendiri’, karena dengan penanganan yang baik mereka masih bisa berinteraksi dan bersosialisasi dengan kita tanpa harus dikucilkan dan ditertawakan.

Mungkin beberapa dari mereka tidak bisa disembuhkan, tp mereka juga manusia. Dan banyak dari mereka yang bisa berubah menjadi lebih baik oleh karena ada kemauan dan usaha dari orang-orang terdekat seperti keluarga. Banyak diantara mereka bisa berubah menjadi lebih baik, dengan catatan tetap melakukan kontrol (rawat jalan).

Semoga Pemerintah bisa terus berjuang lebih baik dan atau mempertahankan dalam menangani dan melayani kesehatan jiwa khususnya kepada instansi-instansi yang terkait dibidangnya, sehingga visi dan misi Indonesia menjadi negara dengan rakyat yang SEHAT JIWA bisa tercapai.