kakaajahAvatar border
TS
kakaajah
Pernikahan antara syarifah dan ahwal?
thread ane yang sebelumnya di closed karena lupa blom ijin, jadi di lanjutin di sini.. emoticon-Smilie

assalamualaikum wr.wb...

maaf ne sebelumnya ane pingin banget mengerti dan tau tentang masalah pernikahan antara syarifah/sayyidah dengan ahwal (bukan keturunan rassul).

soalnya ane (ahwal) punya pacar syarifah, dan banyak orang, sodara termasuk keluarga ane yang bilang sulit untuk menikahi seorang syarifah.
padahal ibu ane seorang syarifah dan ayah ane hanyalah seorang ahwal, tapi ane ga nyerah gitu aja soalnya ane terlanjur cinta dan sayang ama dia...
tapi ane coba cari tentang pemahaman pernikahan antara sayyidah/syarifah dengan ahwal dan ane nemu beberapa artikel yang membolehkan dan juga yang melarang pernikahan antara ahwal dan syarifah/sayyidah.



ada beberapa artikel yang menyatakan begini:


Allah Ta'ala berfirman, "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan
kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami telah menjadikan
kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling
bertaqwa".

- At-Tirmidzi meriwayatkan dengan isnad hasan, dari Abu Hatim Al-Mazini,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Jika datang kepada kalian seorang laki-laki
yang kalian ridha terhadap din dan akhlaqnya, maka terimalah lamaran
pernikahannya. Jika kalian tidak melakukan yang demikian, maka akan terjadi
fitnah diatas muka bumi dan kerusakan yang besar". Para sahabat bertanya, "Ya
Rasulullah, meskipun pada dirinya …! Rasulullah menyahuti, "Jika datang kepada
kalian seorang laki-laki yang kalian ridha terhadap din dan akhlaqnya, maka
terimalah lamaran pernikahannya". Beliau mengucapkannya tiga kali.

Hadits ini merupakan arahan kepada para wali agar tidak menolak lamaran seorang
laki-laki yang bagus dinnya, amanah, dan berakhlaq mulia, karena lebih
mengutamakan yang nasabnya lebih terpandang, status sosialnya lebih tinggi,
hartanya lebih melimpah, dan sebagainya. Sebab jika ini terjadi akan timbul
fitnah yang dahsyat dan kerusakan yang tak berujung.

- Rasulullah saw pernah melamar Zainab bint jahsy untuk beliau nikahkan dengan
Zaid ibn Haritsah. Tetapi, Zainab dan juga saudara laki-lakinya, Abdullah,
menolak lamaran itu, karena merasa nasabnya jauh lebih tinggi sementara Zaid
adalah seorang budak. Maka turunlah firman Allah : "Dan tidaklah layak bagi
seorang mukmin atau mukminah jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu perkara,
memiliki pilihan dalam urusan mereka itu. Barangsiapa bermaksiat kepada Allah
dan Rasul-Nya maka dia telah sesat sesesat-sesatnya". Sehingga, Abdullah
menyerahkan semuanya kepada Nabi. Maka Nabi pun menikahkan Zainab dengan Zaid.

- Abu Hudzaifah telah menikahkan Salim dengan Hindun bint Al-Walid ibn Utbah ibn
Rabi'ah, sementara Salim adalah bekas budak seorang wanita Anshar.

- Bilal ibn Rabbah telah menikahi saudara perempuan Abdurrahman ibn Auf.




- Imam Ali – semoga Allah memuliakan wajahnya – pernah ditanya tentang hukum
kafaah dalam pernikahan, maka beliau pun berkata, " Manusia itu sekufu satu sama
lain, baik itu Ajam ataupun Arab, termasuk suku Quraisy dan Hasyimi, dengan
syarat beragama Islam dan beriman.

Diantara golongan ini ialah para ulama Malikiyah.

Imam Asy-Syaukani berkata, "Diriwayatkan dari Umar, Ibnu Mas'ud, Muhammad ibn
Sirin, dan Umar ibn Abdil Aziz, dan dirajihkan oleh Ibnul Qayyim, pendapat
demikian : "Yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw dengan mempertimbangkan kafaah
adalah dalam hal din ….sehingga seorang muslimah tidak boleh menikah dengan
laki-laki kafir, demikian pula seorang wanita yang menjaga diri tidak boleh
menikah dengan seorang pendosa…. Al-Qur'an dan As-Sunnah sama sekali tidak
memaksudkan kafaah dengan makna selain itu. Seorang muslimah dilarang menikah
dengan laki-laki pezina dan pendosa, meskipun laki-laki itu nasabnya terpandang,
kaya raya, dan sebagainya. Seorang bekas budak boleh saja menikahi seorang
wanita yang bernasab terpandang dan kaya raya, jika laki-laki itu muslim dan
bertaqwa…Seorang laki-laki yang bukan Quraisy boleh saja menikahi wanita
Quraisy. Seorang laki-laki yang bukan Hasyimi boleh saja menikahi wanita
Hasyimi. Seorang laki-laki yang miskin juga boleh menikahi wanita yang kaya
raya". [Zaadul Ma'ad J IV, hal 22]




pendapat lain
Yang benar [menurut As-Sayyid Sabiq] tidaklah demikian. Sesungguhnya Nabi saw
telah menikahkan kedua puterinya dengan Utsman ibn Affan. Beliau saw juga telah
menikahkan Abul Ash ibnur Rabi' dengan Zainab, puteri beliau. Padahal Utsman dan
Abul Ash adalah keturunan Abdus Syams… Beliau saw juga telah menikahkan Umar
dengan puterinya, Ummu Kaltsum, padahal Umar adalah seorang Adawi. Yang demikian
ini karena keutamaan ilmu mengalahkan setiap nasab dan segenap keutamaan yang
selainnya. Sehingga, seorang alim adalah sekufu dengan wanita yang manapun juga,
apapun nasab wanita itu, meskipun laki-laki alim itu nasabnya tidak terpandang.
Hal ini didasarkan kepada sabda Nabi saw, "Manusia itu [ibarat] bahan tambang,
ada yang seperti emas dan ada yang seperti perak. Yang paling baik diantara
mereka pada masa jahiliyah tetap merupakan yang paling baik dalam [lingkungan]
Islam, jika mereka orang-orang yang paham". Juga berdasarkan firman Allah
Ta'ala, "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara kalian dan
orang-orang yang dikaruniai ilmu beberapa derajat". [QS Al-Mujadalah : 11].
Demikian pula Allah berfirman, "Katakan : Apakah sama antara orang-orang yang
berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu?"

Demikianlah pendapat para ulama Syafi'iyah tentang nasab bagi orang-orang Arab.
Adapun bagi orang-orang Ajam, diantara mereka ada yang berkata, "Kafaah diantara
mereka tidaklah diukur dengan nasab". Tetapi diriwayatkan dari Imam Syafi'i dan
kebanyakan sahabat-sahabatnya bahwa orang-orang Ajam juga bertingkat-tingkat
nasabnya (dan hal itu dipertimbangkan dalam masalah kafaah), dikiaskan dengan
hal yang serupa di kalangan org2 Arab/

data lain:

ni ana petik dari kitab Imam Ramli, cuma ana akan pelajari tentang perkara ini
melalui hadis-hadis Rasulullah SAW sendiri dan ana sendiri sudah banyak menerima
maklumat bahawa anak-anak perempuan Ahl Bait dari Fatimah pada abad awal Hijrah
sendiri berkahwin dengan bukan keturunan Fathimah seperti dengan Bani Umaiyyah.
Ini masyhur. Sebagai BUKTI TAMBAHAN, Imam Syafie, ayahnya; Idris bin Abbas bin
Uthman bin Syafie bin Saib bin Abu Yazid; BUKAN SYED, tetapi dari keturunannya
bertemu dengan Abdul Manaf bin Qusai pada salasilah Nabi SAW. DAN, ibunya pula
seorang sharifah. Namanya, Fathimah binti Abdullah bin Hassan bin Hussain bin
Ali bin Abi Thalib. Jadi, di sini seorang bukan syed berkahwin dengan sharifah.
Kalau betul dakwaan yang mengatakan tidak sah atau batalnya perkahwinan sadah
dengan bukan sadah atau tidak sekufu, jadi betulkah apa yang dilakukan oleh ayah
dan ibu Imam Syafie itu????
Imam Shafie lahir pada tahun 150H, iaitu zaman salaf. Jadi, perkahwinan mereka
lebih awal dan ini bermakna salaf sadah pun mengizinkan perkahwinan tersebut.
Dakwaan ustaz didapati bercanggah dengan apa yang ana kemukakan. Ana ada
beberapa lagi bukti tambahan lain iaitu bukti sejarah. Wassalam.

artikel diatas hanyalah seebuah pernyataan, tolong jangan disalah artikan dan jangan sampai kita salah langkah juga menanggapinya.

semoga kita selalu dalam lindungan allah SWT amin.


tolong ya tanggapi soalnya ane pingin ngelamar pacar ane yang syarifah tapi belum bisa memahami tentang perkara pernikahan syarifah dan ahwal ini.

lanjutannya dibawah .

0
84.7K
231
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan