zhangbaAvatar border
TS
zhangba
Di tengah demonstrasi, pemimpin Muslim menyerukan untuk menahan diri
September 15, 2012

Seorang pria Bangladesh meratap sambil berdoa sewaktu terjadi protes di Dhaka, Jumat (14 September) terhadap film kontroversial yang menghina Nabi Muhammad SAW. Sekitar 10.000 kaum Muslim dari enam kelompok umat Islam melakukan protes riuh namun damai di luar Baitul Mukarram, mesjid nasional di ibu kota. [Andrew Biraj/Reuters]


Dengan berlanjutnya protes pada hari Jumat (14 September) terhadap film amatir yang menghina Nabi Muhammad SAW, para pemimpin Muslim terkemuka dan para ulama menyerukan untuk tetap menahan diri dan tidak terpancing oleh provokasi.


"Kaum Muslim berhak menanggapi apa pun yang menyerang Islam," The Jakarta Post mengutip ucapan pemuka Muslim di Indonesia, Komaruddin Hidayat. "Namun demikian, saya ingin menyerukan kepada semua kaum Muslim di Indonesia untuk menghindari tindakan kekerasan dalam menyatakan keberatan mereka."

Tindakan kekerasan semacam itu, dia menambahkan, hanya akan membuat Islam lebih rentan terhadap serangan.

Di era internet, isi berita yang memang menghina Islam bisa dipastikan akan dibuat dan beredar, kata Komaruddin, yang mendesak kaum Muslim untuk “menahan diri dan jangan sampai terprovokasi".

"Ini bukan merupakan film pertama yang menghina Islam. Kita telah mengalami hal ini sebelumnya ketika kartunis warga Denmark menggambarkan Nabi Muhammad SAW. Pendistribusian materi yang menghujat tidak bisa terhindarkan akibat perkembangan teknologi komunikasi,” demikian ucapan yang dikutip Jakarta Post.

Sementara itu, pimpinan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, menyerukan kepada para penganut Islam untuk mengikuti sikap damai yang dicontohkan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW.

"Nabi Muhammad SAW memilih untuk memaafkan penduduk Thaif meskipun mereka melemparkan batu kepadanya. Nabi berdoa bagi mereka yang tidak memahami dirinya.
Saya minta agar semua kaum Muslim tetap tenang,” kata Masdar F. Masudi, demikian menurut Jakarta Post.

Seruan menahan diri di India

Di India, demonstrasi bergejolak pada hari Jumat di Chennai dan Kashmir, The Economic Times menulis editorial yang mendesak kaum Muslim untuk tidak terperangkap dalam tindakan kekerasan, karena hal itu hanya akan melukai Islam.

"Kami mengutuk pembunuhan Duta Besar AS di Libya dan serangan ke konsulat AS di Yaman sesudahnya," demikian yang tertulis di surat kabar. "Memang sepenuhnya sah untuk memprotes terhadap upaya yang kekanak-kanakan untuk merendahkan suatu agama, tetapi jangan menggunakan kekerasan untuk menunjukkan protes."

Para Imam di Kashmir, di mana lebih dari 90% penduduknya adalah kaum Muslim, menyampaikan khotbah pada sholat Jumat, yang menyerukan agar demonstrasi tetap berjalan damai, demikian yang dilaporkan Press Trust of India (PTI) .

Para pengunjuk rasa bubar seusai khotbah, tambah laporan tersebut, yang mengatakan bahwa situasi di Lembah Kashmir pada umumnya tanpa insiden kekerasan, kecuali pelemparan batu yang sempat diamankan.

Mohammed Yousef, pemimpin politik Kashmir yang terpandang, mengatakan sudah “cukup pertumpahan darah di seluruh dunia.

"Kita harus berupaya mengedepankan kedamaian dan kerukunan. Tindakan kekerasan tidak membantu mewujudkan hal itu,” demikikian ucapan yang dikutip PTI.

Muslim Brotherhood: AS tidak bertanggung jawab atas video

Di Mesir, Muslim Brotherhood mengatakan pada hari Jumat bahwa Amerika Serikat tidak bertanggung jawab atas film yang menimbulkan protes. Pergerakan Islam, yang memenangkan pemilihan umum di negeri ini pada bulan Juni, juga menyerukan agar demonstrasi dilakukan dengan damai.

"Terlepas dari kekesalan kami terhadap kemunculan produksi film anti-Muslim yang terus berlanjut ... kami tidak menumpahkan tanggung jawab tersebut kepada pemerintah Amerika maupun warga negaranya atas tindakan segelintir orang,” demikian kata wakil pimpinan Brotherhood, Khairat El-Shater, dalam suratnya ke The New York Times.

Dia mengatakan, walaupun kaum Muslim berhak memprotes isi berita di internet yang menyerang, namun tindakan kekerasan seperti menyerbu Kedutaan Besar AS di Kairo adalah tindakan “melawan hukum".

"Dalam demokratik baru di Mesir, warga Mesir layak mengutarakan kemarahan mereka terhadap isu tersebut, dan berharap pemerintah menjunjung tinggi serta melindungi hak mereka untuk melakukan hal tersebut. Namun demikian, mereka harus melakukannya dengan cara damai dan dalam batasan hukum,” demikian yang ditulis el-Shater.

Dia juga mengungkapkan belasungkawa bagi rakyat Amerika atas pembunuhan terhadap Duta Besar AS, Christopher Stevens dan tiga warga Amerika lainnya dalam serangan ke Konsulat AS di Benghazi, Libya dalam protes serupa.
sumber http://khabarsoutheastasia.com/id/ar...ge_locale=true
koment TS
Spoiler for koment:
0
6.6K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan