Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

afryan015Avatar border
TS
afryan015
AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
     
Bab 1


“Bu pokoknya Tias maunya kamar di lantai dua ya, sepertinya disana kamarnya nyaman” ucap Tias kepada Ibunya.


“Iya terserah kamu, yang penting kita pindahkan dulu barang bawaan kita ini kedalam, dan nanti kita tata semua bersama sama biar cepat selesai” ucap ibunya sambil melangkah kedalam rumah membawa kardus berisi barang dari rumah lama.


“Pokoknya terserahkamu saja yas, yang penting kamu nyaman tinggal disini, apa lagi di lantai dua ada tempat yang bisa kamu gunakan buat ngerjain pekerjaan kamu kan” imbuh ayah Tiyas yang sedang menurunkan barang – barang dari mobil bak yang membawa perabotan rumah mereka.


Tias dan keluarganya baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, karena rumah kontrakan mereka yang lama sudah tidak bisa diperpanjang lagi, dan hari ini mereka mulai memindahkan perabotan rumah ke kontrakan yang baru.


Ayah Tias merasa beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang murah dengan luas rumah yang cukup lega dibandingkan dengan kontrakan sebelumnya, ditambah lagi halaman yang juga luas, apalagi kontrakan yang sekarang memiliki dua lantai, dimana dilantai satu memiliki fitur, satu ruang tamu, dua kamar dengan salah satunya kamar utama, satu kamar mandi, satu dapur, satu ruang keluarga yang terbilang cukup luas dan halaman belakang yang terbilang cukup luas untuk menjemur pakaian, sedangkan untuk di lantai dua memiliki firur satu kamar dengan balkon, satu ruangan yang cukup untuk digunakan bersantai atau digunakan sebagai ruang kerja, dan satu kamar mandi, dengan fasilitas seperti itu Ayah Tias mendapatkan harga yang cukup terjangkau, dan rumah itu pun belum lama ditinggalkan oleh penyewa sebelumnya.


Tias membantu orang tuanya membawa masuk barang barang yang berada diluar untuk dimasukan kedalam rumah, satu persatu box kardus mulai dibuka dan dikeluarkan isinya untuk ditata pada tempat yang mereka inginkan, suasana riang keluarga kecil itu terdengar saat mereka sedang beristirahat disiang hari untuk melepas lelah karena sejak pagi berberes dan menata rumah.


“Hahaha, Apa lagi waktu Tias masih kecil ya yah, manjanya bukan main, dikit dikit buk, dikit dikit buk, sampe mau beol aja harus ada ibu, pernah waktu itu ibu di panggil Tias yang katanya mau beol tapi ibu lagi repot masak, bukannya pergi ke WC sendiri malah lompat – lompat kecil dibelakang ibu sambil sambil megangin pantat haha” ucap ibu Tias bercerita sambil terkakak.


“Ah ibu ah, itu kan dulu waktu aku kecil bu, sekarang kan udah nggak” dengan wajah cemberut menahan malu Tias protes pada ibunya.


“Haha terus yah, pas mau ibu angkat Tias buat dibawa ke WC, eh dia malah nangis sambil bilang, udah keluar bu, ahahaha” ucap ibu Tias tidak bisa menahan tawanya.


“Haha, namanya juga masih kecil ya yas, sini nggak usah cemberut, sini ayah cium” ucap ayah Tias membujuknya supaya tidak cemberut.


“Ah ibu tuh, sukanya ngejek aku terus” sambil mendepet ayahnya seolah mengadu.


“Udah nggak papa, eh tapi kok bau apa gitu ya ada yang aneh, kamu nggak beol kan yas?” ucap ayah Tias menggodanya.


“Ah ayah ih, sama aja, nggak lah aku udah bukan anak kecil lagi, ah udah ah aku mau keatas dulu ngerapiin kamar aku” sambil melepaskan pelukan ayahnya, Tias lantas bangkit dari posisi duduknya dan langsung melangkah ke lantai dua dengan menutup wajahnya karena tersipu malu namun gengsi untuk menunjukan pada kedua orang tuanya.


“ih ih ih cemberut sambil cengar cengir itu, nggak usah di tutupin, ibu udah liat kok haha” ucap ibu Tias menggoda.


“Haha, jangan kelamaan ya Yas, habis ini kita keluar buat makan, nanti kalo ayah panggil turun ya” ucap ayah Tias.


“Iya yah” ucap Tias singkat.


Setelah sampai di lantai dua, Tias mengambil beberapa kardus yang berada di ruangan yang sepertinya akan digunakan Tias sebagai tempat bersantai sekalikus beraktifitas, satu box kardus diraihnya untuk kemudian diletakan didalam kamar yang akan ditempatinya, box kardus itu kemuda dibukanya dan dikeluarkannya lah isi – isi didalamnya kemudian diletakan di atas kasur yang sebelumnya sudah ditata bersama dengan ayahnya, beberapa box yang isinya merupakan barang barang milik Tias sudah terbuka, dan satu persatu ditata pada tempatnya, seperti pakaian, buku buku dan lainnya ditata dengan sangat cekatan oleh Tias, dan tidak lupa gorden penutup jendela pun dia pasang, setelah dirasa lelah, Tias memutuskan untuk berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum nyelesaikan menata barang yang masih tergeletak bukan pada tempatnya.


Teringat dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan pergi makan siang diluar, lantas Tias menuju ke arah anak tangga lalu bertanya dengan nada yang kencang supaya orang tuanya di bawah mendengar.


“Yah? mau keluar makan siangnya jam berapa?” ucap Tias berteriak dari lantai dua.


“Sebentar lagi ya, ini masih tanggung beresin ruang tengah, biar nanti bisa buat santai dulu, soalnya nggak bakal selesai satu hari ini” ucap ayah Tias menjawab dari bawah.


“Oh ya udah yah, aku dikamar ya, mau istirahat sebentar, capek banget, nanti kalau mau berangkat panggil aku jangan ditinggal” ucap Tias membalas jawaban dari ayahnya.


“Iya tenang aja, sana istirahat dulu” dengan suara sambil membersihkan dan menata ruangan ayahnya menjawab.


Tias pun kembali kedalam kamarnya dan langsung mengarah ke kasur yang sepertinya terlihat sangat nyaman untuk ditiduri sebentar, “Bruughhh” suara tubuh Tias beradu dengan kasur umpuk terdengar saat Tias menjatuhkan dirinya dalam kondisi terlentang.


“Hmmhhh nyamannya, rasanya enak banget” ucap Tias berbicara sendiri sembari tangannya merangsak masuk kedalam saku celananya untuk meraih ponsel yang dia simpan disaku.


Tias dengan asiknya mengadu ibu jarinya dengan ponselnya untuk membuka beberapa informasi dan hal hal menarik lainnya yang bisa dia kases dari dalam ponselnya itu, semua aplikasi Novel kemudian dia buka untuk melanjutkan bacaan yang sebelumnya belum selesai dia baca.


Tak lama setelah dia asik membaca Novel dari ponselnya, tiba – tiba mata yang sedang asik memandang layar ponsel itu menjadi sedikit berat untuk membuka matanya, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang Tias, maklum lah karena merasa lelah setelah dari pagi hingga siang ini dia terus berberes rumah baru alisa pindahan, dan tanpa sadar ponsel itu pun terlepas dari genggaman tangan Tias yang akhirnya ponsel itu harus beradu dengan wajahnya.


“Aduh, sakit, sakit” sambil menggosok wajahnya untuk meredakan rasa sakit akibat hantaman ponsel itu, Tias kemudian merubah posisi nya menjadi miring kesamping dan berbicara pada batinnya “mungkin tidur sebentar nggak papa kali ya, kan ibu sama ayah masih bersih bersih”. tak perlu waktu lama akhirnya Tias pun terlelap dalam tidurnya karena kelelahan.


“srek, srek, skrek” suara sapu bergesekan dengan lantai terdengar di luar kamarnya, Tias berfikir itu adalah orang tuanya yang sedang membersihkan ruangan yang berada di depan kamarnya itu, karena memang ruangan itu belum dibersihkan karena masih digunakan untuk meletakan barang – barang yang akan ditata di lantai dua ini.


“Bu, udah siap belum, kita mau keluar jam berapa” dengan keadaan masih terpejam Tias berkata.


“......” namun sama sekali tidak ada jawaban dari luar kamarnya.


“Bu, ih jawab lah, aku udah lapar ini” ucap Tias sedikit kesal.


“......” namun kembali lagi pertanyaan yang di ucapkan Tias sama sekali tidak mendapat jawaban dari ibunya.


Karena tidak mendapat jawaban, Tias pun kemudian membuka matanya dan ternyata saat dia membuka matanya kondisi kamarnya sudah sedikit gelap karena adanya awan mendung diluar rumah yang menandakan akan turun hujan, melihat hal itu, Tias kemudian bergegas keluar kamar dan menghampiri suara itu, dan saat sampai diluar kamar, Tias tidak mendapati ibunya berada disana, hanya ada sapu yang bersadar pada tembok dengan bagian sisinya terdapat kotoran yang sudah terkumpul.


“Duk duk duk” suara langkah kaki terengar menuruni anak tangga menuju ke lantai satu, Tias kemudian segera mengejar kearah suara langkah kaki itu sambil bertanya “bu, kapan kita keluarnya ini? keburu hujan lho” namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab, Tias melihat dari atas lanti dua bahwa ibunya itu turun dan berjalan menuju kearah dapur, karena merasa kesal tidak mendapat jawaban dan dicueki oleh ibunya, Tias kemudian mencoba untuk bertanya pada ayahnya, walaupun dia belum melihat ayahnya berada disana.


“Yah, kapan kita mau keluar buat makan, keburu hujan nih” Tias berkata sambil berjalan turun dan mengikuti ibunya.


Namun hal sama juga terjadi, tidak ada tanggapan atau jawaban dari ayahnya, yang mungkin memang sedang tidak berada disana, karena saat Tias sampai di lantai bawah pun, dia tidak melihat adanya sosok ayahnya disana, yang ada hanya keheningan rumah tanpa adanya aktifitas, namun sosok ibu Tias masih terlihat sedikit berbelok kearah salah satu sudut di ruang dapur, hingga akhirnya dia tidak melihat sosok ibunya lagi, dan karena butuh jawaban diapun mengejar ibunya ke dapur, berharap kalau dia bertanya secara langsung dengan jarak dekat akan langsung direspon.


Setelah Tias berjalan ke arah dapur, kini dia terkejut karena tidak mendapati ada seorangpun yang berada disana, padahal dia jelas jelas melihat kalau ibunya berjalan menuju kearah dapur ini, wajah bingung terlihat jelas pada raut muka Tias, otaknya seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dia liat, hal itu membuatnya berdiri mematung sambil memikirkannya.


Namun tak berselang lama, suara motor terdengar dari depan rumah dan berhenti disana, mendengar saura motor itu, Tias kemudian tersadar dari lamunanya karena memikirkan sosok yang tadi dia lihat, Tias kemudian berjalan menuju ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.


“Ceklek, ceklek” suara kunci pintu dibuka dari luar rumah.


“Assalamu’alaikum, buruan masuk yah, itu jangan lupa makanannya dibawa masuk, cepetan yah, keburu ujan nih, laper juga” ucap ibu Tias meminta suaminya untuk cepat masuk membawa makanan yang baru saja mereka beli.


“Wa’alaikum salam, loh ibu dari mana sama ayah?” tanya Tias keheranan melihat orang tuanya datang dari luar rumah.


“Ini, baru aja beli makanan buat kita makan siang, maaf ya kelamaan, abisnya lumayan antri tadi dipenjual nasi padangnya, kayaknya sih enak soalnya antri” ucap ibu Tias sambil membawa makanan yang baru saja diberikan ayah Tias padanya untuk segera dihidangkan.


“Loh ayah sama ibu udah dari tadi keluar, kok nggak bangunin aku sih?” dengan nada kesal Tias merajuk pada orang tuanya.


“Nggak tega ayah mau bangunin kamu yas, soalnya dari cara tidurmu kayaknya kamu capek banget, jadi ayah putusin buat biarin kamu tidur dan ayah sama ibu beli makanan buat dibungkus” sambil mengelus kepala Tias, ayahnya berlalu melewatinya.


“Jadi dari tadi aku sendirian dirumah?” tanya Tias pad orang tuanya.


“Iya, maaf ya, udah sekarang yang penting kita makan dulu, ini ibu siapun dulu ya di meja makan, eh iya ayah, tolong tutupi jendela balkon lantai dua ya, soalnya mau hujan, takut airnya nanti masuk kerumah” ucap ibu Tias.


Dengan ekspresi bingungnya, Tias hanya bisa terdiam, dia masih memikirkan sosok yang dia lihat tadi saat turun dari lantai dua, karena apa yang dia lihat itu perwujudannya sangat mirip dengan sosok ibunya.


Tidak mau berfikir macam – macam, Tias berusaha bersikap positif dan beranggapan apa yang dia lihat itu tidak benar, mungkin karena efek dari bangun tidur dimana nyawanya belum kembali seutuhnya.


Tias juga tidak menceritakan hal tersebut pada orang tuanya, dia tidak mau dianggap penakut oleh kedua orang tuanya, apalagi rumah ini baru saja akan dia tempati, tidak mungkin karena menganggap hal seperti itu serius membuatnya menjadi takut untuk tinggal disini.


Mencoba untuk melupakan hal yang baru saja dia lihat, Tias kemudian menyusul ibunya kedapur untuk menyiapkan makanan yang sudah dibeli tadi, sambil menyiapkan makanan, Tias terus melihat kesekeliling dapur, walaupun dalam pikirannya ingin melupakan hal tadi, namun bayangan itu terus muncul didalam otaknya, dengan kata lain otaknya masih belum menerima hal yang masih belum bisa masuk kedalam akal, karena Tias merasa setelah dia bangun tidur, dia merasa sudah sadar sepenuhnya.


Setelah semua makanan siap untuk disajikan, Tias diminta oleh ibunya untuk memanggil ayahnya turun kebawah supaya mereka bisa makan bersama, beberapa kali Tias mencoba memanggil dari arah tangga menuju lantai dua, ayahnya hanya menjawab sebentar, mungkin ayah Tias sambil mengecek barang – barang yang berada di lantai dua.


Karena terlalu lama, Tiaspun kemudian menyusul ke lantai dua dimana ayahnya berada, dan sesampainya di sana, ternyata ayahnya sedang asik melihat atau mengecek isi dari kotak yang belum dibuka, memastikan kalau semua barang sudah berada disini, jadi tidak perlu untuk kembali lagi ke kontrakan lama karena ada yang tertinggal.


“Ih ayah nih, udah ayo turun dulu, aku udah lapar lho, malah asik ngecek barang, kan bisa nanti” dengan sedikit kesal Tias meraih tangan ayahnya untuk segera turun kebawah.


“hehe iya, iya, ayo kita turun, ini ayah nyalain lampu sekalian, kayaknya mau ujan besar soalnya makanya gelap banget” ucap ayahnya sambil meraih saklar lampu dan menyalakannya.


Setelah itupun Tias turun bersama ayahnya menuju kearah meja makan, disana ibu Tias sudah menunggu sambil menonton TV yang kebetulan televisi masih bisa terlihat dari meja makan, Tias dan ayahnya pun kemudian duduk dikursi meja makan dan langsung menyantab makanan yang sudah tersaji.


Obrolan meja makan tak pernah mereka lewatkan, suasana keakraban mereka menandakan keluarga yang sangat harmonis, suasana hangat sangat nampak pada keluarga Tias ini, namun saat sedang asiknya ngobrol sambil menyantab makanan yang sudah dibeli tadi, hujan deraspun akhirnya turun, langit gelap sudah tidak bisa membendung volume air yang ditampungnya.


Suara gemricik air hujan beradu dengan genteng rumah terdengar sangat keras, angin berhembus dengan cukup kencang terlihat dari jendela yang menampakan dedaunan bergoyang dengan cepat karena tertiup angin.


Karena curah hujan yang cukup besar, ditambah petir mulai bergelegar di langit, TV yang tadinya menyala, terpaksa harus dimatikan karena takutnya TV itu akan tersambar petir, dan benar saja tak berselang lama setelah TV itu dimatikan oleh ibu Tias, “DIIIAARRR” suara petir menggelegar seolah tepat berada diatas rumah mereka, listrikpun padam, membuat rumah menjadi sedikit gelap karena masih ada cahaya yang masuk dari jendela.


Karena lampu padam, ibu Tias langsung berinisiatif mencari lilin untuk menerangi meja makan, soalnya tidak nyaman apabila makan namun dalam kondisi minim cahaya, disaat bersamaan dari arah lantai dua, tiba – tiba .....
Diubah oleh afryan015 12-03-2024 13:55
imron444
delet3
scorpiou
scorpiou dan 28 lainnya memberi reputasi
29
5.9K
290
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#56
Bab 16

Beberapa hari setelah keluarga Tias datang ketempat pak Harjo, jujur aku kebingungan dengan apa yang harus aku lakukan, pasalnya pak Harjo sudah memasrahkan kasus yang dialami oleh Tias diserahkan padaku untuk mencarikan solusi supaya sukma Tias bisa kembali lagi.


Aku sedang duduk diteras rumahku sambil mescroll layar hp ku yang saat itu sedang membuka aplikasi WA, sambil memikirkan langkah awal yang harus aku lakukan, iseng aku membuka beberapa history Chat WA ku, tanpa aku sadar ternyata Shinta sudah berdiri dihadapanku, namun karena saking bingungnya aku dengan kasus itu, aku sama sekali tidak menyadari kehadiran Shinta didepanku, hingga pada akhirnya Shinta menundukan badannya dan....


“Koyone kok pakem banget tho yan?” ucap Shinta ditelingaku.


(Sepertinya kok serius banget sih yan?”


“Masya Allah Ta, biasaan banget lho senengane ngageti” ucapku kesal padanya karena mengagetkanku.


(Masya Allah Ta, kebiasan baget lho sukanya ngageti)


“Nesu – nesu terus, aku kan mung takon, kenangopo tho yan kok rasane mumet banget” tanya Shinta sambil memanyunkan bibirnya dengan tangan bersedekap.


(Marah – marah terus, aku kan hanya tanya, kenapa sih yan kok perasaan pusing banget)


“Iku lho Ta masalah Tias sek wingi teko neng Lojine pak Harjo, kan aku dipasrahi kon ngrampungke masalah kuwi, aku ra yakin nek kudu ngrampungke dewe” aku menjawab pertanyaan Shinta sambil terus menscroll layar hp ku, hingga pada akhirnya aku menghentikan scroll HP ku karena menemukan nama teman lama yang mungkin bisa membantu, dia juga kan memiliki kemampuan yang aku yakin dia bisa membantuku.


(Itu lho Ta masalah Tias yang kemarin datang ke Lojinya pak Harjo, kan aku dikasih kepercayaan untuk menyelesaikan masalah itu, aku nggak yakin kalau harus menyelesaikannya sendirian)


“Hey yan, ngopo kok koe mandek neng jeneng kuwi, ojo ngomong koe meh njaluk tolong wong kuwi, luweh mending njaluk tolong mbah Margono ketimbang kuwi, dekne wes tau nggawe dewe repot yan” ucap Shinta protes padaku karena aku berhenti di nama yang memang dulu pernah membuat kami kerepotan , namun dia juga yang membantu kami untuk keluar dari masalah itu, jadi menurutku tidak ada masalah sebenarnya jika aku meminta bantuan dia.


(Hey yan, kenapa kok kamu berhenti di nama itu, jangan bilang kamu mau minta tolong sama orang itu, lebih baik minta tolong mbah margono dari pada itu, dia sudah pernah membuat kita repot yan)


“Emange ngopo tho Ta salahe njaluk tolong, lagian kan mbah Margono yo wes ra koyo mbien, saiki dekne yo iseh pemulihan mergo wingi semedi, ditambah mbah Margono wes ra lincah koyo mbien” jawabku memberi pengertian pada Shinta.


(Emangnya kenapa sih Ta salahnya minta tolong dia, lagian kan mbah Margono juga sudah tidak seperti dulu, sekara dia juga masih pemulihaan karena kemarin semedi)


“Aku tetep ra setuju nek koe njaluk tolong dekne, koe kudu eling, kasus sek mbien kae, dekne ono neng pihak sek ngrewangi Bajra, opo koe lali yan” protes Shinta lagi untuk mengingat kasus itu.


(Aku tetap nggak setuju kalau kamu minta tolong dia, kamu harus ingat, kasus yang dulu itu, dia ada di pihak yang membantu Bajra, apa kamu lupa yan?”


“Ta, dekne melu kasus kuwi lak yo mergo ra sengojo, jebul wong tuane dekne sek ono urusan karo dukun sek ono janji karo Bajra kan, Deby ke seret kuwi kepekso mergo wongtuane malah di gawe lara karo dukun kuwi, dalan siji sijine nuruti dukune, toh akhire Deby yo ngrewangi dewek kan?” ucapku  beradu argumen pada Shinta.


(Ta, dia ikut kasus itu kan karena tidak sengaja, ternyata orang tuanya dia yang ada urusan dengan dukun yang ada janji pada Bajra kan, Deby ke seret itu terpaksa karena orang tuanya malah di buat sakit oleh dukun itu, jalan satu satunya nurutin dukun itu, kan akhirnya Deby juga membatu kita kan?)


“Sak karepmu lah yan, awas wae nek jebul kasus iki dekne juga ono hubungane, bakal tak ajar sak enteke pokoke” ucap Shinta yang masih emosi dengan wajah lucunya.


(Terserah kamu lah yan, awa saja kalau ternyata kasus ini, dia juga ada hubungannya, bakal aku hajar sampai habis pokoknya)


Tak perlu banyak pikir, aku langsung menghubungi Deby melalui WA, dan untung saja nomor yang aku simpan itu masih aktif, dan tak berselang lama, dari aplikasi itu terdengar suara wanita yang sudah lama aku tidak ngobrol dengan dia, tepatnya setelah pertempuran melawan Bajra selesai.


“Halo? Assalamu’alaikum? gimana Yan?” ucap Deby dari balik telefon.


“Wa’alaikum salam Deb, kamu masih senggang nggak Deb aku mau ngomong serius nih” ucapku pada Deby untuk memastikan Deby tidak sedang sibuk.


Saat aku sedang memulai obrolan ku dengan Deby, gelagat Shinta membuatku sedikit jengkel dan juga ingin tertawa dalam waktu bersamaan, pasalnya Dia menirukan gayaku yang sedang menelfon Deby, lengka dia menirukan ku dengan tangan seolah olah memegang HP, dan berbicara tanpa suara mengikuti omonganku ditambah dengan wajah mengejek layaknya anak kecil yang sedang meledek temannya.


“EE..... kebetulan lagi senggang sih ini, emang kenapa Yan, ada yang bisa aku bantu?” Tanya Deby lagi padaku.


“Iya Deb aku lagi butuh bantuanmu nih kayaknya, tapi semoga ini nggak ada hubungannya sama kamu sih, semoga juga tidak seperti di kasus Bajra” ucapku sambil membuang muka dari Shinta karena dia terus mengikuti gayaku menelfon.


“Insyallah aku sudah tidak terlibat dalam kasus seperti itu Sih yan, sekarang aku cenderung menghindari hal yang seperti itu, tapi kalau memang diperlukan aku pasti akan membantumu” ucap Deby.


“Tapi apakah kamu masih memiliki kemampuan itu Deb?” tanyaku memastikan, dan masih aku digoda oleh Shinta yang terus menampakan dirinya walau aku sudah berbalik arah untuk tidak melihatnya.


“ Masih kok Yan, tenang aja, kata Simbahku kemampuan ini jangan dihapus dan justru harus digunakan untuk membantu orang, makanya kalau kamu meminta aku untuk membantumu, aku tidak akan menolak” ucap Deby meyakinkanku.


“Alhamudillah kalau begitu Deb, begini saja, kapan kiranya kita bisa bertemu akan kujelaskan situasinya padamu, aku tidak yakin jika harus menyelesaikannya sendiri” ucapku meminta waktu untuk bertemu dengan Deby.


“Insyallah hari Jum’at aku ada agenda ke Magelang, mungkin aku bisa sempatkan untuk ketempatmu yan” ucap Deby memastikan jadwalnya.


“Ok Deb, tapi untuk lebih baiknya besok kita ketemu di daerah Kledung saja, biar kamu nanti tidak kejauhan, aku tahu kau pasti ke Magelang untuk urusan  kerja, jadi besok Jum’at kita ketemu di Kledung saja” ucapku menentukan lokasi dimana kita akan bertemu.


“Ok lah Yan nggak papa, ya udah sampai jumpa besok Jum’at” Ucap Deby.


“Ok Deb sampai ketemu ya” jawabku menyudahi telfon itu.


Setelah aku menentukan jadwal kapan aku harus bertemu dengan Deby, aku pun menutup Telfon itu, dan langsung ingin berbicara pada Shinta, namun aku kembali dibuat kesal oleh nya karena saat aku memposisikan diri untuk berbicara padanya, Shinta malah.


“Ok Deb simpi kitimi yi” ucap Shinta menirukan kata kataku sebelum menutup Telfon pada Deby ditambah mukanya dibuat sejelek mungkin.


Dengan Wajah datar cenderung kesal dan sambil menahan tawa karena tingkah konyolnya ini, aku bertanya padanya.


“Koe ki ngopo Tho Ta?” tanyaku dengan nada datar.


(Kamu ngapain Ta?)


“Koe ki ngipi thi Ti?” jawabnya malah menirukan kata kataku


(Kimi ngipiin Ti?).


“Ya Allah Serius lho Ta, wes ngene, aku saiki ameh njaluk tolong karo koe, koe mesti bisa kan nggoleki nengndi sakjane sukmane Tias kuwi, jajal tolong koe rono terus delok piro akehe jin sek ono neng kono, terus genahke nek Tias wes sadar nek deknen ora nang panggon sek sebenere, genahke nek dekne pinginbali, soale nek dekne iseh pingin nengkono, bakal angel kanggo nggawe sukmane mbalik” ucapku memberikan instruksi pada Shinta untuk melihat situasi dialam sana, tempat dimana sukma Tias di Sandra.


(Ya Allah Serius Ta, udah gini aku sekarang mau minta tolong sama kamu, kamu pasti bisa kan melacak dimana sebenarnya sukma dia berada, coba tolong kamu kesana dan lihat seberapa banyak Jin yang berada disana, dan pastikan juga Tias tersadar kalau dia bukan ditempat yang seharusnya, pastikan dia ingin kembali, soalnya kalau dia masih ingin tetap disana, akan sangat susah membuatnya kembali)


“Iyo, iyo, tapi eling, aku ra bakal percaya temenan karo koncomu kuwi, mergo ulahe dekne, sedulurku mati nengkono, lan kuwi mergo kesalahane dekne” ucap Shinta dengan kesal karena teringat kejadian pertempuran bersama Bajra.


(Iya, Iya, tapi ingat, aku tidak sepenuhnya percaya pada temanmu itu, karena ulahnya, saudariku terbunuh disana dan itu karena kesalahan dia)


Setelah itu pun Shinta langsung melesat untuk pergi mencari dimana sebenarnya sukma Tias disembunyikan. Sedangkan aku menuju ke salah satu kamar dirumahku untuk melakukan meditasi, menurut penuturan pak Harjo apabila aku sedang dalam keadaan bingung atau gundah gulana, aku dianjurkan untuk mencoba bermeditasi, akan ada banyak kemungkinan aku akan menemukan jalan keluar disana, karena sejatinya leluhur kita dimasa lalu itu tidak pernah meninggalkan anak cucunya, mereka selalu menuntuk kita kejalan dan tujuan yang dulu mereka inginkan namun belum sempat tercapai, makanya kita akan dituntun untuk tujuan tersebut, dan setiap langka kita selama hidup ini merupakan jalan yang memang harus dilalui untuk terwujudnya ke inginan leluhur itu, tidak ada yang kebetulan, dan sudah dipastikan keinginan leluhur itu pastilah positif dan untuk kebaikan kita semua.


Sesampainya aku di tempat biasa bermeditasi, aku langsung memposisikan diriku untuk duduk bersilah, ku pejamkan mataku dan ku baca beberapa doa untuk leluhurku, dan kuniatkan meditasi ini untuk mencari sebuah petunjuk untuk menolong Tias.


Beberapa saat aku mencoba mengosongkan pikiranku, keheningan ruangan itu begitu nyaman kurasakan, suara detik jam dinding yang awalnya terdengar kini mulai meredup dan perlahan hilang, begitu juga dengan suara air yang bergemricik di akuarium perlahan mulai meredeup dan akhirnya menghilang juga.


Pandangan hitam tanpa dan tanpa ada suara sedikitpun mulai kurasakan, hempasan angin lembut mulai terasa, dan bayangan banyangan abstrak berwarna hitam tipis mulai mengganggu konsentrasiku, ditahap ini biasanya banyak sekali makhluk disekitar yang ingin coba mengganggu atau merasuki tubuh kita juka kita sudah berhasil keluar dari raga, namun kali ini aku tidak berniat untuk keluar raga, aku hanya ingin melihat petunjuk yang mungkin bisa kudapatkan dalam meditasi ini.


Setelah menunggu beberapa saat dan gangguan bayangan hitam itu sudah mulai menghilang, suasana gelap dan sunyi kembali kurasakan, namun difase ini, aku kembali memfokuskan fikiran soal mencari petunjuk itu, dan pada akhirnya ada sosok lelaki tua dengan tubuh gempal terlihat dari kejauhan mendekat kearahku, lelaki tua itu memakai pakaian khas seorang petinggi di jawa lengkap dengan keris yang terselip di belakang punggungnya.


Lelaki tua itu menunjukan jari telunjuknya kearah depan sambil menepuk pundak ku, tanpa banyak kata dalam meditasiku itu, aku langsung menuju kearah yang ditunjukan oleh lelaki tua itu, sedangkan lelaki itu hanya berdiam sambil tersenyum ramah disana saat aku menoleh ke arahnya, dalam wajahnya seolah berkata padaku “Ojo ragu, tak enteni neng kene” (Jangan Ragu, aku tunggu disini).


Aku membalas dengan anggukan kepala dan melanjutkan langkah menuju kearah dimana lelaki tua itu tadi menunjukan arah, aku sama sekali tidak ragu dengan sosok itu, karena aura yang diberikan sangat positif.


Dengan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh lelaki tua itu, saat aku terus berjalan menuju ke arah yang ditunjukan, gambaran sebuah tempat mulai mulai muncul didepan mataku, awan hitam dengan langut berwarna oren kemerahan sangat terlihat jelas dipandanganku, pepohonan berwarna hitam yang sepertinya sudah mati dan hanya dihiasi oleh ranting tanpa adanya daun terlihat terhampar sangat luas, melihat pemandangan ini nyaliku sempat merasa gentar, soalnya latar atau tempat ini mengingatkan ku atas wilayah kekuasaan Bajra, aku sempat berfikir apakah masih ada kemungkinan ini ada sangkut pautnya dengan dukun yang bekerja sama dengan Bajra.


Semakin ku telusuri, disana juga terlihat adanya sungai yang berwarna hitam, sungai itu mengalir menuju ke sebuah jurang yang aku tidak bisa melihat dasarnya, disamping jurang itu ada hutan dengan pohon yang masih hidup dan memiliki dedaunan yang rindang, dan bila di telusuri lebih jauh lagi, disebrang hutan sana ada sebuah bukit dengan memiliki Goa, dan setelah pandangan itu semua munjul, entah karena aku merasa gentar dengan tempat itu dan malah menjadi pikiran, konsentrasiku menjadi buyar, dari arah belakangku, ternyata pundaku ditepuk oleh lelaki tua yang tadi memberikan arah padaku, kali ini sambil menepuk pundak dia berkata


“Wes cukup, muliho, bocahe ono neng njero kono, koe ra usah wedi, sek biasa karo koe biso ngrewangi, sepisan maneh ojo wedi”


(Sudah cukup, pulanglah, anak itu ada didalam sana, kamu tidak usah takut, yang biasa bersama mu bisa membantumu, sekali lagi jangan takut).


“Wes saiki kono balik” sambil megucap kan kata itu, pundaku yang masih dipegangnya kemudian ditariknya kebelakang, hingga akhirnya aku seolah terlempar kebelakang dan membuatku tersadar dikamar meditasiku sambil terkejut.


(Sudah sekarang balik).


Setelah meditasi itu dan mendapat beberapa petunjuk tempat yang mungkin memang ada sukma dari Tias seperti yang ditunjukan itu, aku tinggal menunggu Shinta dan memastikan apakah yang aku lihat itu benar atau tidak.


Setelah beberapa jam menunggu Shinta akhirnya diapun kembali, namun anehnya digenggaman tanganya dia membawa sesuatu yang tenyata adalah….
naufal2006
bebyzha
delet3
delet3 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup