afryan015Avatar border
TS
afryan015
AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
     
Bab 1


“Bu pokoknya Tias maunya kamar di lantai dua ya, sepertinya disana kamarnya nyaman” ucap Tias kepada Ibunya.


“Iya terserah kamu, yang penting kita pindahkan dulu barang bawaan kita ini kedalam, dan nanti kita tata semua bersama sama biar cepat selesai” ucap ibunya sambil melangkah kedalam rumah membawa kardus berisi barang dari rumah lama.


“Pokoknya terserahkamu saja yas, yang penting kamu nyaman tinggal disini, apa lagi di lantai dua ada tempat yang bisa kamu gunakan buat ngerjain pekerjaan kamu kan” imbuh ayah Tiyas yang sedang menurunkan barang – barang dari mobil bak yang membawa perabotan rumah mereka.


Tias dan keluarganya baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, karena rumah kontrakan mereka yang lama sudah tidak bisa diperpanjang lagi, dan hari ini mereka mulai memindahkan perabotan rumah ke kontrakan yang baru.


Ayah Tias merasa beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang murah dengan luas rumah yang cukup lega dibandingkan dengan kontrakan sebelumnya, ditambah lagi halaman yang juga luas, apalagi kontrakan yang sekarang memiliki dua lantai, dimana dilantai satu memiliki fitur, satu ruang tamu, dua kamar dengan salah satunya kamar utama, satu kamar mandi, satu dapur, satu ruang keluarga yang terbilang cukup luas dan halaman belakang yang terbilang cukup luas untuk menjemur pakaian, sedangkan untuk di lantai dua memiliki firur satu kamar dengan balkon, satu ruangan yang cukup untuk digunakan bersantai atau digunakan sebagai ruang kerja, dan satu kamar mandi, dengan fasilitas seperti itu Ayah Tias mendapatkan harga yang cukup terjangkau, dan rumah itu pun belum lama ditinggalkan oleh penyewa sebelumnya.


Tias membantu orang tuanya membawa masuk barang barang yang berada diluar untuk dimasukan kedalam rumah, satu persatu box kardus mulai dibuka dan dikeluarkan isinya untuk ditata pada tempat yang mereka inginkan, suasana riang keluarga kecil itu terdengar saat mereka sedang beristirahat disiang hari untuk melepas lelah karena sejak pagi berberes dan menata rumah.


“Hahaha, Apa lagi waktu Tias masih kecil ya yah, manjanya bukan main, dikit dikit buk, dikit dikit buk, sampe mau beol aja harus ada ibu, pernah waktu itu ibu di panggil Tias yang katanya mau beol tapi ibu lagi repot masak, bukannya pergi ke WC sendiri malah lompat – lompat kecil dibelakang ibu sambil sambil megangin pantat haha” ucap ibu Tias bercerita sambil terkakak.


“Ah ibu ah, itu kan dulu waktu aku kecil bu, sekarang kan udah nggak” dengan wajah cemberut menahan malu Tias protes pada ibunya.


“Haha terus yah, pas mau ibu angkat Tias buat dibawa ke WC, eh dia malah nangis sambil bilang, udah keluar bu, ahahaha” ucap ibu Tias tidak bisa menahan tawanya.


“Haha, namanya juga masih kecil ya yas, sini nggak usah cemberut, sini ayah cium” ucap ayah Tias membujuknya supaya tidak cemberut.


“Ah ibu tuh, sukanya ngejek aku terus” sambil mendepet ayahnya seolah mengadu.


“Udah nggak papa, eh tapi kok bau apa gitu ya ada yang aneh, kamu nggak beol kan yas?” ucap ayah Tias menggodanya.


“Ah ayah ih, sama aja, nggak lah aku udah bukan anak kecil lagi, ah udah ah aku mau keatas dulu ngerapiin kamar aku” sambil melepaskan pelukan ayahnya, Tias lantas bangkit dari posisi duduknya dan langsung melangkah ke lantai dua dengan menutup wajahnya karena tersipu malu namun gengsi untuk menunjukan pada kedua orang tuanya.


“ih ih ih cemberut sambil cengar cengir itu, nggak usah di tutupin, ibu udah liat kok haha” ucap ibu Tias menggoda.


“Haha, jangan kelamaan ya Yas, habis ini kita keluar buat makan, nanti kalo ayah panggil turun ya” ucap ayah Tias.


“Iya yah” ucap Tias singkat.


Setelah sampai di lantai dua, Tias mengambil beberapa kardus yang berada di ruangan yang sepertinya akan digunakan Tias sebagai tempat bersantai sekalikus beraktifitas, satu box kardus diraihnya untuk kemudian diletakan didalam kamar yang akan ditempatinya, box kardus itu kemuda dibukanya dan dikeluarkannya lah isi – isi didalamnya kemudian diletakan di atas kasur yang sebelumnya sudah ditata bersama dengan ayahnya, beberapa box yang isinya merupakan barang barang milik Tias sudah terbuka, dan satu persatu ditata pada tempatnya, seperti pakaian, buku buku dan lainnya ditata dengan sangat cekatan oleh Tias, dan tidak lupa gorden penutup jendela pun dia pasang, setelah dirasa lelah, Tias memutuskan untuk berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum nyelesaikan menata barang yang masih tergeletak bukan pada tempatnya.


Teringat dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan pergi makan siang diluar, lantas Tias menuju ke arah anak tangga lalu bertanya dengan nada yang kencang supaya orang tuanya di bawah mendengar.


“Yah? mau keluar makan siangnya jam berapa?” ucap Tias berteriak dari lantai dua.


“Sebentar lagi ya, ini masih tanggung beresin ruang tengah, biar nanti bisa buat santai dulu, soalnya nggak bakal selesai satu hari ini” ucap ayah Tias menjawab dari bawah.


“Oh ya udah yah, aku dikamar ya, mau istirahat sebentar, capek banget, nanti kalau mau berangkat panggil aku jangan ditinggal” ucap Tias membalas jawaban dari ayahnya.


“Iya tenang aja, sana istirahat dulu” dengan suara sambil membersihkan dan menata ruangan ayahnya menjawab.


Tias pun kembali kedalam kamarnya dan langsung mengarah ke kasur yang sepertinya terlihat sangat nyaman untuk ditiduri sebentar, “Bruughhh” suara tubuh Tias beradu dengan kasur umpuk terdengar saat Tias menjatuhkan dirinya dalam kondisi terlentang.


“Hmmhhh nyamannya, rasanya enak banget” ucap Tias berbicara sendiri sembari tangannya merangsak masuk kedalam saku celananya untuk meraih ponsel yang dia simpan disaku.


Tias dengan asiknya mengadu ibu jarinya dengan ponselnya untuk membuka beberapa informasi dan hal hal menarik lainnya yang bisa dia kases dari dalam ponselnya itu, semua aplikasi Novel kemudian dia buka untuk melanjutkan bacaan yang sebelumnya belum selesai dia baca.


Tak lama setelah dia asik membaca Novel dari ponselnya, tiba – tiba mata yang sedang asik memandang layar ponsel itu menjadi sedikit berat untuk membuka matanya, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang Tias, maklum lah karena merasa lelah setelah dari pagi hingga siang ini dia terus berberes rumah baru alisa pindahan, dan tanpa sadar ponsel itu pun terlepas dari genggaman tangan Tias yang akhirnya ponsel itu harus beradu dengan wajahnya.


“Aduh, sakit, sakit” sambil menggosok wajahnya untuk meredakan rasa sakit akibat hantaman ponsel itu, Tias kemudian merubah posisi nya menjadi miring kesamping dan berbicara pada batinnya “mungkin tidur sebentar nggak papa kali ya, kan ibu sama ayah masih bersih bersih”. tak perlu waktu lama akhirnya Tias pun terlelap dalam tidurnya karena kelelahan.


“srek, srek, skrek” suara sapu bergesekan dengan lantai terdengar di luar kamarnya, Tias berfikir itu adalah orang tuanya yang sedang membersihkan ruangan yang berada di depan kamarnya itu, karena memang ruangan itu belum dibersihkan karena masih digunakan untuk meletakan barang – barang yang akan ditata di lantai dua ini.


“Bu, udah siap belum, kita mau keluar jam berapa” dengan keadaan masih terpejam Tias berkata.


“......” namun sama sekali tidak ada jawaban dari luar kamarnya.


“Bu, ih jawab lah, aku udah lapar ini” ucap Tias sedikit kesal.


“......” namun kembali lagi pertanyaan yang di ucapkan Tias sama sekali tidak mendapat jawaban dari ibunya.


Karena tidak mendapat jawaban, Tias pun kemudian membuka matanya dan ternyata saat dia membuka matanya kondisi kamarnya sudah sedikit gelap karena adanya awan mendung diluar rumah yang menandakan akan turun hujan, melihat hal itu, Tias kemudian bergegas keluar kamar dan menghampiri suara itu, dan saat sampai diluar kamar, Tias tidak mendapati ibunya berada disana, hanya ada sapu yang bersadar pada tembok dengan bagian sisinya terdapat kotoran yang sudah terkumpul.


“Duk duk duk” suara langkah kaki terengar menuruni anak tangga menuju ke lantai satu, Tias kemudian segera mengejar kearah suara langkah kaki itu sambil bertanya “bu, kapan kita keluarnya ini? keburu hujan lho” namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab, Tias melihat dari atas lanti dua bahwa ibunya itu turun dan berjalan menuju kearah dapur, karena merasa kesal tidak mendapat jawaban dan dicueki oleh ibunya, Tias kemudian mencoba untuk bertanya pada ayahnya, walaupun dia belum melihat ayahnya berada disana.


“Yah, kapan kita mau keluar buat makan, keburu hujan nih” Tias berkata sambil berjalan turun dan mengikuti ibunya.


Namun hal sama juga terjadi, tidak ada tanggapan atau jawaban dari ayahnya, yang mungkin memang sedang tidak berada disana, karena saat Tias sampai di lantai bawah pun, dia tidak melihat adanya sosok ayahnya disana, yang ada hanya keheningan rumah tanpa adanya aktifitas, namun sosok ibu Tias masih terlihat sedikit berbelok kearah salah satu sudut di ruang dapur, hingga akhirnya dia tidak melihat sosok ibunya lagi, dan karena butuh jawaban diapun mengejar ibunya ke dapur, berharap kalau dia bertanya secara langsung dengan jarak dekat akan langsung direspon.


Setelah Tias berjalan ke arah dapur, kini dia terkejut karena tidak mendapati ada seorangpun yang berada disana, padahal dia jelas jelas melihat kalau ibunya berjalan menuju kearah dapur ini, wajah bingung terlihat jelas pada raut muka Tias, otaknya seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dia liat, hal itu membuatnya berdiri mematung sambil memikirkannya.


Namun tak berselang lama, suara motor terdengar dari depan rumah dan berhenti disana, mendengar saura motor itu, Tias kemudian tersadar dari lamunanya karena memikirkan sosok yang tadi dia lihat, Tias kemudian berjalan menuju ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.


“Ceklek, ceklek” suara kunci pintu dibuka dari luar rumah.


“Assalamu’alaikum, buruan masuk yah, itu jangan lupa makanannya dibawa masuk, cepetan yah, keburu ujan nih, laper juga” ucap ibu Tias meminta suaminya untuk cepat masuk membawa makanan yang baru saja mereka beli.


“Wa’alaikum salam, loh ibu dari mana sama ayah?” tanya Tias keheranan melihat orang tuanya datang dari luar rumah.


“Ini, baru aja beli makanan buat kita makan siang, maaf ya kelamaan, abisnya lumayan antri tadi dipenjual nasi padangnya, kayaknya sih enak soalnya antri” ucap ibu Tias sambil membawa makanan yang baru saja diberikan ayah Tias padanya untuk segera dihidangkan.


“Loh ayah sama ibu udah dari tadi keluar, kok nggak bangunin aku sih?” dengan nada kesal Tias merajuk pada orang tuanya.


“Nggak tega ayah mau bangunin kamu yas, soalnya dari cara tidurmu kayaknya kamu capek banget, jadi ayah putusin buat biarin kamu tidur dan ayah sama ibu beli makanan buat dibungkus” sambil mengelus kepala Tias, ayahnya berlalu melewatinya.


“Jadi dari tadi aku sendirian dirumah?” tanya Tias pad orang tuanya.


“Iya, maaf ya, udah sekarang yang penting kita makan dulu, ini ibu siapun dulu ya di meja makan, eh iya ayah, tolong tutupi jendela balkon lantai dua ya, soalnya mau hujan, takut airnya nanti masuk kerumah” ucap ibu Tias.


Dengan ekspresi bingungnya, Tias hanya bisa terdiam, dia masih memikirkan sosok yang dia lihat tadi saat turun dari lantai dua, karena apa yang dia lihat itu perwujudannya sangat mirip dengan sosok ibunya.


Tidak mau berfikir macam – macam, Tias berusaha bersikap positif dan beranggapan apa yang dia lihat itu tidak benar, mungkin karena efek dari bangun tidur dimana nyawanya belum kembali seutuhnya.


Tias juga tidak menceritakan hal tersebut pada orang tuanya, dia tidak mau dianggap penakut oleh kedua orang tuanya, apalagi rumah ini baru saja akan dia tempati, tidak mungkin karena menganggap hal seperti itu serius membuatnya menjadi takut untuk tinggal disini.


Mencoba untuk melupakan hal yang baru saja dia lihat, Tias kemudian menyusul ibunya kedapur untuk menyiapkan makanan yang sudah dibeli tadi, sambil menyiapkan makanan, Tias terus melihat kesekeliling dapur, walaupun dalam pikirannya ingin melupakan hal tadi, namun bayangan itu terus muncul didalam otaknya, dengan kata lain otaknya masih belum menerima hal yang masih belum bisa masuk kedalam akal, karena Tias merasa setelah dia bangun tidur, dia merasa sudah sadar sepenuhnya.


Setelah semua makanan siap untuk disajikan, Tias diminta oleh ibunya untuk memanggil ayahnya turun kebawah supaya mereka bisa makan bersama, beberapa kali Tias mencoba memanggil dari arah tangga menuju lantai dua, ayahnya hanya menjawab sebentar, mungkin ayah Tias sambil mengecek barang – barang yang berada di lantai dua.


Karena terlalu lama, Tiaspun kemudian menyusul ke lantai dua dimana ayahnya berada, dan sesampainya di sana, ternyata ayahnya sedang asik melihat atau mengecek isi dari kotak yang belum dibuka, memastikan kalau semua barang sudah berada disini, jadi tidak perlu untuk kembali lagi ke kontrakan lama karena ada yang tertinggal.


“Ih ayah nih, udah ayo turun dulu, aku udah lapar lho, malah asik ngecek barang, kan bisa nanti” dengan sedikit kesal Tias meraih tangan ayahnya untuk segera turun kebawah.


“hehe iya, iya, ayo kita turun, ini ayah nyalain lampu sekalian, kayaknya mau ujan besar soalnya makanya gelap banget” ucap ayahnya sambil meraih saklar lampu dan menyalakannya.


Setelah itupun Tias turun bersama ayahnya menuju kearah meja makan, disana ibu Tias sudah menunggu sambil menonton TV yang kebetulan televisi masih bisa terlihat dari meja makan, Tias dan ayahnya pun kemudian duduk dikursi meja makan dan langsung menyantab makanan yang sudah tersaji.


Obrolan meja makan tak pernah mereka lewatkan, suasana keakraban mereka menandakan keluarga yang sangat harmonis, suasana hangat sangat nampak pada keluarga Tias ini, namun saat sedang asiknya ngobrol sambil menyantab makanan yang sudah dibeli tadi, hujan deraspun akhirnya turun, langit gelap sudah tidak bisa membendung volume air yang ditampungnya.


Suara gemricik air hujan beradu dengan genteng rumah terdengar sangat keras, angin berhembus dengan cukup kencang terlihat dari jendela yang menampakan dedaunan bergoyang dengan cepat karena tertiup angin.


Karena curah hujan yang cukup besar, ditambah petir mulai bergelegar di langit, TV yang tadinya menyala, terpaksa harus dimatikan karena takutnya TV itu akan tersambar petir, dan benar saja tak berselang lama setelah TV itu dimatikan oleh ibu Tias, “DIIIAARRR” suara petir menggelegar seolah tepat berada diatas rumah mereka, listrikpun padam, membuat rumah menjadi sedikit gelap karena masih ada cahaya yang masuk dari jendela.


Karena lampu padam, ibu Tias langsung berinisiatif mencari lilin untuk menerangi meja makan, soalnya tidak nyaman apabila makan namun dalam kondisi minim cahaya, disaat bersamaan dari arah lantai dua, tiba – tiba .....
Diubah oleh afryan015 12-03-2024 13:55
tariganna
lombokjowo
iwena
iwena dan 23 lainnya memberi reputasi
24
3.1K
112
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#9
Bab 2
“Waduh yas, kayaknya pintu lantai dua kebuka deh, angin nya lumayan kenceng soalnya, ayah keatas bentar ya keburu banjir nanti kalau air hujannya masuk” ucap ayah Tias sembari berdiri dan segera mungkin berlari ke lantai dua.

“Iya yah, hati hati jangan terburu buru nanti kepleset” ucap Tias sambil meneruskan makan.


Suara Pintu terbuka diikuti hembusan angin yang kuat hingga ke lantai satu yang membuat ayah Tias langsung paham bahwa pintu dilantai dua terbuka karena hembusan angin, sebenarnya ayah Tiaspun merasa sedikit aneh, karena tadi saat menutup jendela lantai dua, keadaan pintu disana sudah tertutup rapat dengan gerendel pintu dibagian atas dalam keadaan terkunci.


Tias kini menunggu di meja makan sendirian, dengan kondisi ruangan yang sedikit gelap karena masih ada cahaya yang merangsak masuk dari luar rumah meskipun hanya sedikit karena mendung.


Ibu Tias cukup lama mengambil lilin karena mungkin lilin yang disimpan masih dalam bungkusan kardus yang belum terbuka, dalam kesendiriannya Tias tanpa sadar masih memikirkan kejadian yang tadi dia alami, dia benar benar berfikir keras bagaimana itu bisa terjadi padahal jelas – jelas dia dalam keadaan sadar, walaupun baru bangun tidur.


Tak berselang lama, suara langkah kaki turun dari anak tangga lantai dua menuju kebawah, ayah Tias sudah selesai menutup pintu yang tadi terbuka, dia pun kini langsung kembali kemeja makan untuk melanjutan memakan hidangan yang tadi belum dihabiskan.


“Gimana yah? Udah ke tutup rapat semuanya?” ucap Tias sambil memasukan makanan kedalam mulutnya,


Namun pertanyaan Tias itu sama tidak mendapat jawaban dari ayahnya, yang ada hanya hembusan nafas berat seolah ayahnya sedang berusaha melegakan nafasnya dari rasa lelah, dengan respon seperti itu, Tias sama sekali tidak menaruh rasa curiga pada ayahnya, dia membiarkan ayahnya untuk melanjutkan makan.


Sambil menunggu penerangan dari ibunya, Tias terus menyantap makanan hingga akhirnya habis, namun sampai selesai dia makan, ibunya belum kunjung kembali, Tias berfikiran mungkin ibunya kesusahan mencari kotak kardus yang berisi lilin, dengan inisiatif Tias kemudian berniat untuk menyusul ibunya untuk membantu mencari lilin yang dibutuhkan.


“Ah, akhirnya kenyang, yah aku kenyang banget, ibu kok lama banget ya ambil lilinya?” ucap Tias sambil meletakan sedok diatas piring yang sudah kosong.


Sambil terus makan ayahnya sama sekali tidak menjawab pertanyaan Tias lagi, dan hanya tersenyum sambil mengunyah makanan yang ada didalam mulutnya dengan tatapan kosong melihat kearah Tias. Di siaat itu Tias mulai merasa aneh dan takut, namun Tias masih mencoba berfikir positif, karena kebiasaan ayahnya ini iseng kepadanya, mungkin ini adalah salah satu keisengan ayahnya ditengah suasana rumah yang setengah gelap ini.


“Ih ayah ah, ekspresinya jangan gitu, aku takut tau, biasa aja ah” ucap Tias protes pada ayahnya yang masih asik mengunyah dan terus memandangnya dengan tatapan kosong sambil tersenyum.


“Ayaahh udah ih gak usah bercanda, mana suasanya kaya gini, pinter banget ih dasar tukang iseng” protes Tias sambil melemparkan tisu kearah muka ayahnya yang membuat tisu itu menempel dimuka ayahnya.


Ayah Tias kemudian mengambil tisu yang menempel di wajahnya masih dengan tatapan yang kosong namun kali ini dengan tawa yang cukup mengganggu.


“ah tauk lah, aku mau bantu ibu aja nyari lilin, daripada sama ayah diisengin mulu, nggak lucu tau nggak” ucap Tias sembari bangkit dari kursi lalu kemudian melangkah menyusul ibunya.


Namun saat Tias mulai melangkah menjauh dari ayahnya yang masih duduk sambil memegangi sendik dan terus menatapnya dengan tatapan kosong sambil tersenyum, ayahnya kemudian berkata.


“Udah tunggu disini aja, bentar lagi nyala kok listriknya” dengan suara datar ayah Tias berkata.


“Bodo, nggak mau, aku mau nyusul ibu dari tadi nyari lilin nggak balik balik” ucap Tias terus berjalan menuju keruangan dimana ibunya mencari lilin.


“DISINI AJA” tanpa disangka ayah Tias tiba tiba merespon dengan suara yang keras sembari memukul sendok keatas meja.


Dan disaat yang bersamaan, dari arah lantai dua, terdengar suara memanggil Tias.


“Yas, tolong ambilin pel, kayaknya tadi masih ada diruang tamu, terakhir soalnya ayah pakai disana” suara ayah Tias juga terdengar berada di lantai dua, tak berselang lama setelah suara ayah Tias yang berada dimeja makan membentak.


Mendengar suara ayahnya dalam waktu yang hampir bersamaan dan ditempat yang berbeda, langsung membuat Tias berdiam diri dan wajahnya menjadi pucat, ada rasa takut sekaligus penasaran ingin melihat sosok yang berada dimeja makan, dalam hatinya berkata untuk terus melanjutkan langkah ke arah ibunya, dan disisi lain ada rasa penasaran yang begitu memuncak untuk memastikan hal apa lagi yang terjadi dan siapa yang berada dimeja makan.


Berbarengan dengan suara dari lantai dua berkata untuk kedua kalinya, meminta Tias untuk segera mengambilkan pel karen takut air yang merembes masuk dari lantai dua turun ke lantai satu, dan karena hal itu Tias memberanikan diri untuk melihat sosok yang berada dimeja makan tersebut, karena tangga lantai dua dan ruang makan saling bersebelahan, jadinya mau tidak mau Tias tetap harus melihat kearah sana.


Tias akhirnya memberanikan diri untuk berbalik arah dan melihat siapa yang ada dimeja makan, dan saat Tias mulai berbalik arah.


“klenting” suara sendok menghantam lantai terdengar beradu, sendok itu terjatuh sendiri tanpa adanya seseorang yang berada disana, padahal jelas jelas tadi ada sosok ayahnya yang sedang menikmati makanan disana.


Bulu kuduk Tias langsung berdiri dan Tias pun tanpa fikir panjang langsung kembali berbalik arah untuk berlari menuju ke ruangan dimana ibunya mencari lilin itu, dan saat berbalik arah tiba tiba, ibunya muncul dan hampir tertabrak olehnya.


“Ah ibu ini, ngagetin aja, hampir ketabrak sama aku kan jadinya?” ucap Tias mengomel sambil mencoba menenagkan dirinya dari rasa takut.


“Kamu itu yang harus nya hati hati, orang balik badan kok langsung mau lari, emang kenapa sih yas?” tanya ibunya balik mengomeli.


“Ah nggak bu, itu ayah diatas tadi minta aku buru buru buat diambilkan pel, kayaknya angin hujannya tadi masuk waktu pintu diatas kebuka kena angin” jawab Tias ngeles sambil menutupi rasa takutnya.


“oh ya itu tuh pelnya di ruang tamu, sana buruan kasih, eh tapi kamu nggak papa kan kok mukanya pucat gitu” ucap ibunya sambil mengamati wajah Tias.


“Nggak papa kok bu, nggak pucat ini, paling karena agak gelap makanya kelihatan pucat” ucap Tias sambil melangkah mengambil pel yang berada di ruang tamu.


“oh ya udah, ini ibu nyalain dulu lilinnya biar agak terang ruangannya” ucap ibunya menuju ke meja makan.


Setelah mendapatkan pel yang diminta oleh ayahnya, Tias langsung menuju ke lantai dua untuk memberikan pel yang diminta, walaupun dalam hatinya masih ada saja fikiran tidak percaya dengankejadian yang baru saja dia alami, tak habis fikir dia membatin dalam sehari sudah mengalami hal aneh sebanyak dua kali, dan waktunya pun tidak terpaut jauh, dan pasti dikonsisi dia sedang sendirian.


Sesampainya dilantai dua, terlihat ayahnya sedang berusaha mengeringkan air yang menggenang di lantai dengan kertas koran yang kebetulan berada di sana, melihat Tias mendekat sambil membawa pel, ayahnya langsung menyambutnya dan menggapai pel tersebut  lalu segera digunakan untuk mengelap genangan air.


Saat ayahnya sedang mengepel air yang menggenang itu, Tias membantu menyingkirkan barang barang yang asih terbungkus kardus supaya tidak terkena air yang sedang dipel itu, sambil membantu ayahnya, Tias mencoba untuk menanyakan pada ayahnya apakah sejak terakhir dia naik, dia belum turun sama sekali, supaya Tias benar benar yakin yang bersamanya di meja makan itu adalah benar benar ayahnya.


“Yah, aku mau tanya sama ayah” ucap Tias sambil mengangkat kardus berisi barang untuk di pindahkan.


“Iya sayang apa, kamu mau tanya apa?” ucap ayahnya sambil terus mengepel lantai.


“Ayah tadi udah turun kebawah belum sih, sehabis nutup pintu itu?” tanya Tias memastikan.


“Ya belum lah, gara gara ini nih, air nya masuk banyak banget ketiup angin soalnya tadi” jawab ayahnya yang terus fokus.


“Serius yah, dari tadi belum turun?” tanya Tias memastikan lagi.


“Iya serius ayah belum turun, emang kenapa sih?” tanya balik ayahnya pada Tias.


“Eh, nggak sih yah, Cuma tadi aku ngerasa aja kalau ayah udah turun, abisnya aku makan jadi sendirian, ayah ke atas, sedangkan ibu nyari lilin lama banget baliknya” ucap kesal Tias sambil terus memindahkan barang.


Sambil mencoba berfikir positif, Tias mengulik kejadian kejadian tadi yang dialami, dia tetap beranggap pasti karena dia kelelahan, pasalnya untuk membereskan rumah kontrakan baru ini saja hampir satu hari penuh dia dan keluarganya berberes, belum lagi mulai dari dua hari lalu dia dan keluarganya juga berkemas dari kontrakan yang lama.


Tidak mau dihantui dengan perasaan takut atas kejadian tadi, Tias mencoba untuk membuang pikiran itu jauh jauh, sambil sedikit bergurau dengan ayahnya, Tias berusaha mencairkan suasana hatinya supaya rasa takut yang masih dirasakannya menghilang.


“Sini yah, aku aja yang lanjutin aja, ayah terusin dulu makannya sana, kan belum selesai tadi, keburu nggak enak nanti makanannya” ucap Tias menawarkan diri untuk melanjutkan kerja ayahnya.


“Alah nanti aja tangguh yas, mending sekarang lanjut beres beres lantai dua sekalian, biar cepet selesai, lagian lantai dua ini kan ruangannya sedikit jadi bakal cepet selesai” ucap ayahnya sambil mengepel lantai yang sebentar lagi kering.


“Udah situ kamu kalau udah selesai, ayah tolong bantuin bongkarin semua barang yang ada dikardu itu satu satu, biar cepet selesai, soalnya besok udah mulai aktifitas seperti biasa, kamu harus sekolah, ayah harus kerja lagi, kan kasian kalo ibu dirumah sendirian beresin semua barang ini” ucap ayahya menambahkan.


Tias kemudian melakukan apa yang di diperintahkan oleh ayahnya, satu per satu Tias membuka box kardus yang berisi barang yang akan di tata di lantai dua ini, mulai dari buku, hiasan dinding, kemudian ada beberapa vas vas kecil, dan tidak lupa juga Kain gorden yang belum di pasang pada bagian ruangan ini. Sambil diselingi dengan bergurau, Tias mengeluarkan satu per satu barang itu, hingga ada momen dia menemukan hiasan dinding berupa patung monyet monyetan yang dulu di pajang pada rak dinding sebagai hiasan disana.


Tias menunjukan patung monyet monyetan itu kepada ayahnya, dia mengatakan kalau wujud dari monyet itu mirip dengannya, apalagi saat menunjukan muka jelek waktu bercanda, Tias terus menggoda ayahnya hingga ayahnya secara sepontan kemudian memperagakan gerakan monyet sambil berjalan agak jonggok layamnya monyet asli.


Tias tertawa terkekeh kekeh melihat tingkah dari ayahnya yang tiba tiba mempraktekan gerakan monyet itu. Saking asiknya mereka bercanda, tanpa sengaja ayahnya menginjak lantai yang belum benar benar kering hingga akhirnya ayahnya terpelesek akibat genang itu.


Dengan wajah panik Tias menghampiri ayahnya yang tersungkur di lantai, namun respon dari ayahnya malah tertawa sambil terus memperagakan gerakan monyet walaupun sedikit kesakitan, Tias yang tadinya cemas melihat ayahnya terjatuh, berubah menjadi tertawa lebih girang lagi karena melihat ayahnya yang masih kesakitan tapi terus memperagakan gerakan monyet itu.


“hahahaha udah yah udah, pasti sakit kan itu, sini aku liat dulu lecet nggak tangan ayah tadi kena tongkat pelnya” ucap Tias meminta ayahnya berhenti.


Mendengar gelak tawa dan juga kegaduhan dihatas, ibu Tias kemudian memanggil Tias untuk turun kebawah.


“Yas turun, kamu lagi ngapain diatas, kok abis bawa pel naik nggak turun turun, buruan turun sini kumpul biar anget suasananya” ucap ibu Tias memanggil Tias untuk segera turun.


“Iya bu bentar, ini lagi tanggung natain barang di sini, biar nanti kalau listri udah nyala tinggal ngurusin lantai bawah, hihihi” jawab Tias sambis sesekali cekikikan.


“Yaudah tapi buruan ya jangan kelamaan” ucap ibunya lagi.


Setelah itu Tias kemudian melanjutkan beres beres di lantai dua, dengan diselingi candaan bersama ayahnya, tak terasa akhirnya Tias hampir selesai merapikan lantai dua, dan disaat itu juga ibu Tias memanggilnya untuk kedua kali, ayah Tias saat itu sedang merapikan kardus bekas tempat barang yang digunakan untuk pindahan.


“Tias ayo buruan turun lho, udah terusin nanti aja, nanti ibu bantuin biar cepet selesai” ucap ibunya memaksa Tias supaya cepat turun.


“Iya iya bu ini aku turun” jawab Tias kemudian.


Tias akhirnya turun kebawah, dia sempat mengajak ayahnya yang masih asik melipat kardus supaya rapi, namun ayahnya mengatakan untuk Tias turun duluan saja, karena tanggung hampir selesai. Dan karena ayahnya mengatakan demikian, Tias pun kemudian turun untuk menuju keruang tengah dimana ibunya sudah menunggu disana.


Cahaya lilin menerangi ruangan dibawah, suasana menjadi terlihat sedikit hangat denganadanya cahaya kuning dari lilin itu, di ruang tengah Tias kemudian berbincang bincang dengan ibunya soal rumah ini, dia merasa cukup senang mendapatkan kontrakan ini karena sekali lagi kontrakan ini lebih lega dibandingkan kontrakan yang dulu mereka tempati.


Saking asiknya berbincang, Tiaspun merasakan haus ditenggorokannya, dia pun kemudian berjalan menuju kearah meja makan dimana disana ada tersedia teko berisi air putih dingin yang siap untuk ditenggak.


Saat melewati tangga yang menghubungkan lantai satu dan lantai dua, Tias mendengar suara ayahnya yang masih menumpuk kardus diatas, dan karena melihat di meja makan masih ada makanan yang belum di habiskan oleh ayahnya, Tias kemudian memanggil ayahnya untuk segera turun dan melanjutkan makannya dulu, Tias berjalan dan menaiki satu anak tangga lalu kemudian berteriak memanggil.


“Ayah udahan dulu, ini makanannya di habisin dulu, udah kelamaan ini” Tias berteriak dari bawah.


Dan dari lantai dua Tias masih bisa melihat bayangan ayahnya yang sibuk melipat kardus supaya rapi.


“Iya bentar” jawaban singkat dari ayahnya terdengar oleh Tias.


Mendengar jawaban dari ayahnya, Tias kemudian kembali menuju ke meja makan untuk mengambil air putih untuk diminum, dia raih teko yang berada diatas meja lalu kemudian dituangkannya air yang ada didalam teko masuk kedalam gelas, dan saat itu juga tiba tiba listrik kembali menyala dan menerangi seluruh ruangan, Tias merasa lega dengan menyalanya listrik ini, namun rasa leganya berubah ketika dari arah pintu kamar mandi dekat dapur yang terbuka, Tias melihat ……..
merlianarian457
simounlebon022
tariganna
tariganna dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup