napaslegaAvatar border
TS
napaslega
Di antara Kita (18+) Based on true Story
Permisi sebelumnya. Saya baru banget nongol di kaskus. Ke sini cuman karena keknya asik kalo nyeritain masa-masa indah dulu. Jadi, yang ingin membaca silakan, yang enggak juga sok baca he he. Yaudah nggak panjang lebar, check this out.




Bagian 1

Klakson mobil mengaum dibawah terik matahari. Rupanya kemacetan hari ini membuat semua orang jengah. Diujung jalan dekat perempatan, sebuah beca masih dalam keadaan terguling. Bapak pengemudi beca itu terlihat masih meringis, bersandar di dinding ruko yang rolling doornya tertutup. Disisi lainnya, beberapa orang memindahkan motor yang terlibat insiden kecelakaan itu ke pinggir jalan. Jadi ini penyebab kemacetan.

Gue melirik jam tangan berwarna hitam dop di tangan kiri. Astaga, bakalan telat gue. Mana guru matkulnya killer. Bisa jadi bulan-bulanan di kelas kalau sampai telat kayak gini.

Gue segera memutar gas. Mencari jalan tikus agar terhindar dari kemacetan.

Tiga puluh menit kemudian gue sampe di kampus. Gue parkirin motor sport keluaran merk dengan logo sayap tahun 2000-an itu tepat disamping mobil milik Debby -- sahabat gue.

Sialan, apes banget gue hari ini. Matkulnya udah dimulai. Lutut gue terasa lemas seketika. Gue dorong itu pintu besar di depan mata, perlahan.

"Kamu tau ini jam berapa?"

Napas gue tersendat. Baru aja kepala gue nongol dari balik pintu, udah dikasih pertanyaan.

"J-jam 12.30, pak." Gue menyeringai.

"Kamu tau artinya apa?"

"Maaf pak saya terlambat."

"Untung kamu baru sekali ini terlambat."

"Jadi saya boleh masuk, pak?" Tanya gue dengan nada sedikit girang. Pasalnya, nih pak tua susah banget nanti kalo semisal dimintain nilai.

"Kata siapa? Kok sok tau anda jadi orang."

Astaga, kalo bukan orang tua udah gue pukul dadanya. Gue kan nanya bangke! Ngapa lo malah bilang sok tahu?

"Silakan keluar, kamu bisa ikut kelas saya di hari berikutnya."

Gue mengambil napas panjang.

"B-baik, pak."

****
"Hei. kok lesu gitu, sih?"

Ini namanya Fey, cewek gue. Badannya tinggi, putih, kalo ukuran PD, sih, nggak terlalu gede, tapi enak dilihat. FYI, doi beda fakultas sama gue.

"Laper." Jawab gue singkat.

"Yaudah gue pesenin makan, ya?"

Gue ngangguk males.

Gue pacaran sama Fey dari SMA. jadi udah sekitar empat tahunan. So, gue tahu banget dia kayak gimana, begitupun sebaliknya.

Oh iya, gue Arsa. Cowok berambut agak panjang belah tengah sedari dulu.

"Cie yang cuti matkul"

"Sialan lo!!"

"Tumben sendirian aja? mana Fey?"

Nah ini Debby, sahabat yang gue bilang tadi.

Tingginya sepantaran sama Fey. Cuman PD dia lebih gede. Perawakannya emang bagus. Bemper depan belakang aduhai. Ditambah doi suka ngegym, makin kenceng gak tuh onderdil? Dan gue pastiin Debby belum turun mesin. masih empuk brody. Dan dia satu fakultas, satu kelas sama gue.

"Noh lagi pesen makan."

Gue terus celingukan.

"Mana Jingga?"

Jingga itu nama cowok yang beruntung dapetin sahabat gue. how lucky u are, men!!!

"Dia nggak ada matkul hari ini."

"Yah lo sendiri, dong?"

"Ya nggak pa-pa, sih. udah biasa!"

"Dih sewot!" balas gue.

Debby itu cewek yang super friendly banget. Sama siapapun. Mau cewek ataupun cowok. Nggak dikit cowok yang tiba-tiba baper sama dia. Lah, gimana nggak baper, doi kalau nge-trit cowok itu pasti kek care-care tai gitu. Paham gak, sih, maksud gue? Tapi kalo soal baiknya sih, doi emang baik.

Pernah satu waktu gue sakit, dan kebetulan opname dan hari itu nggak ada yang bisa nungguin gue di rumah sakit. Fey lagi sibuk sama kuliahnya, keluarga gue juga lagi pada gak bisa. Debby satu-satunya orang yang ngurus gue di rumah sakit. Telaten bangey orangnya. Jadi suka pengen nganu, duh.

"Loh deb, mana Jingganya?" Tanya Fey sembari menaruh dua piring batagor di meja.

"Nggak ngampus dia, Nggak ada matkul soalnya."

"Makan sono tar meninggoy, lo." Ejek gue.

"Yee kampret, sembarangan kalo ngomong." Debby sambil mengacungkan benda pipih ke gue.

"Ntar malem ke tempat biasa, yuk?" Sambar Fey.

"Males, cowok lo kalo udah tinggi resek!" Celetuk Debby.

"Dih, bisa-bisanya. Padahal yang nggak bisa kontrol itu elo kampang!"

"Tapi bener kata Debby loh, Sa." Fey terkekeh.

"Masa lo ..."

"Ssssttt" Gue memotong.

Mereka berdua tertawa bersama.

Malem itu gue emang udah tinggi banget. Sampai-sampai, semua orang yang di situ gue ajakin foto dengan dalih kenang-kenangan. Kalau ingat kejadian itu, gue malu banget. Nggak inget apa-apa lagi soalnya sehabis kejadian itu.

Tapi mau gimana lagi, tempat yang isinya orang-orang joget di bawah lantunan musik disko itu udah jadi rutinitas buat kami berempat. Kadang kalau Debby dan Jingga nggak bisa, cuman gue sama Fey aja berdua. Datang sehat-pulang remuk. Gitu aja terus.


"Deb, lo kenapa ngelamun mulu?" Tanya Fey.

Keliatan sih, dari gelagat si Debby hari ini. Kayaknya kok banyak pikiran.

"Telat paling, iya kan?" Canda gue.

"Telat bapak lo!" Balas Debby. Gue ngakak.

"Gue nggakpa-pa kok. Eh gue tinggal ke toilet bentar ya."

"Heh, ati-ati dua garis biru!" Gue setengah berbisik. Debby ngeloyor sembari mengacungkan jari tengah.

"Lo tuh ya kalo ngomong." Fey nyubit tangan gue. Gue meringis.

****

Jam empat sore gue udah di kost. Nggak sendiri, gue sama Fey. Sebenernya kost gue sama Fey itu sama, hanya terhalang tiga kamar. Tapi anehnya, Fey lebih betah di kamar gue. Segala kegiatannya dilakuin di kamar gue. Mandi, make up, dan masih banyak lagi. Heran gue kadang-kadang.

"Sa ..." Fey yang lagi berbaring di samping gue memanggil.

"Hmmm ..."

"Kok gue pengen nikah ya?"

"..."
oktavp
ayahuik
provocator3301
provocator3301 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
8.6K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
napaslegaAvatar border
TS
napaslega
#33
bagian 4

Pagi ini, langit biru membentang indah. Suara berisik di kamar sebelah gue jadi alarm yang mematikan. Bagaimana tidak, suara palu nan keras membentur dinding bikin kepala gue pusing. Waktu gue keluar kamar untuk memastikan sumber suara, ternyata ada penghuni baru. Cowok seumuran gue dengan gaya sok keras. Kaos oblong dengan lengan buntung, ditambah celana jeans pendek yang bagian saku belakangnya bolong. Oh iya, rambut dia potongannya mohawk.

Gue duduk di balkon, sambil ngeluarin sebatang rokok dari bungkusnya. Gue pikir, asap rokok bisa mengurangi kebisingan yang penghuni baru itu buat.

"Eh bro, anak baru, nih?" Katanya menyapa gue.

Maksudnya anak baru? Agak stres kayaknya nih orang.

"Yang baru kan elu bro." Jawab gue sekenanya.

"Iya itu maksud gue." Katanya sambil menghampiri gue lalu mengulurkan tangan.

"Ridho, panggil aja Munir."

Jauh banget dari Ridho ke Munir. Tapi yaudahlah, terserah dia.

Gue balik menyalami, "Arsa."

"Wah kita tetanggaan nih ja." Ujarnya.

Ja? Dia manggil gue apa? Ja? Nama gue Arsa! Ja nya dari mana?

"Arsa!" Gue menenggaskan.

"Oh okey Ar."

Mendinglah.

Cowok yang ingin dipanggil Munir itu duduk disamping gue sambil menaruh kaki kirinya di atas bangku.

"Lo kuliah apa gimana, Ar?"

"Kuliah gue. Lo?"

"Gue baru masuk kerja. Ntar malem hari pertama."

"Oh jam kerjanya malem?"

"Yoi. Biasa tempat dugem. Mayan, tiap hari bisa liat cewek semok, Ar."

Dasar otak mesum!

Gue nggak nyangka juga bakal punya tetangga kost yang model kayak gini. Memang hidup itu sungguh unik. Kita bakalan ketemu orang-orang yang berbeda-beda. Mungkin ini bakalan jadi pengalaman baru buat gue, tapi entahlah, terkada gue risih dengan bau keteknya. Jangan bilang soal candu, beneran, bau ketek si Munir bikin kepala gue pening.

*

Jam kuliah udah kelar. Gue berjalan menuju kantin untuk ngisi perut yang mulai keroncongan sedari jam mata pelajaran dimulai. Seperti biasa, gue bareng Fey. Dia bergegas menuju kang siomay dan memesan dua porsi untuk kami berdua.

Hari ini Debby gak masuk. Gatau kenapa. Sejak terakhir kali kami bertemu, dia gak ada kabar. Begitupun cowoknya, gak kelihatan batang hidungnya. Ini membuat gue bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya dengan mereka berdua itu?

Gak ada Debby gak seru. Rasanya itu kayak kehilangan rasa kalo dalam makanan. Duh, gak tau lagi apa yang gue pikirin.

"Udah Sa, lo punya Fey. Dia cewek lo! Lo gak boleh ngecewain dia!" pikiran bener gue bilang kayak gitu.

Tapi disatu sisi, gue kayak ketergantungan sama Debby. Debby itu seperti narkoba yang membuat gue candu. Are u understod, guys?

Fey datang dengan dua piring siomay yang mengepul. Ini enak banget sih. Fey udah tau banget kesukaan gue, Pare. Duh, itu meskipun pahit tapi endulita lalala banget. Sumpah, gak ada yang lebih enak dari makan siomay dengan pare.

"Ih males banget deh, masa gue harus ngumpulin tugas abis jam istirahat ini, sih?"

"..."

"Sa! Lo diajak ngomong kok diem mulu, sih? Lo kenapa?" Protes Fey.

Kok gue kayak gini sih? Yang ada dalam benak gue cuman Debby sekarang. Gue khawatir dia kenapa-napa. Apa nanti pulang ngampus gue ke rumahnya aja? Cuman buat mastiin kalo dia gak kenapa-napa. Lagian abis ini Fey masih ada matkul, jadi gue bisa tinggalin dia dulu.

"Eh, enggak, gakpapa kok." Jawab gue basa-basi.

"Boong lo, kan? Gue bukan sehari dua hari sama lo. Jadi gue hapal banget lo kek gimana, Sa. Lo kalo ada apa-apa cerita dong sama gue. Gue ini pacar lo!"

Gue bergeming. Masa iya gue mau bilang kalo yang gue pikirin itu Debby? Bakalan terjadi perang dunia keyaknya.

"Enggak sayang, gue gak ada masalah apa-apa, beneran."

"Yaudah kalo lo belum mau cerita. Gue balik dulu ke kelas." Fey angkat kaki sebelum menghabiskan makanannya.

"Fey!"

Argh, dasar cewek! Ribet amat sih? Kenapa coba pake marah-marah segala?

*

Gue sampe di depan rumah Debby. Rumah yang terbilang mewah ini punya taman yang cantik. Ada beberapa bonsai yang sangat terawat. Kolam ikan yang isinya ada tujuh ekor ikan dengan warna yang berbeda ini di isi oleh air yang gemericik karena terdapat miniatur air mancur yang terus mengalir.

Pagar besi hitam nan kokoh mengelilingi rumah Debby yang berwarna putih dibalut warna emas, elegan. Menurut gue sih, ini udah kayak rumah yang selalu gue liat di sinetron. Tapi sayang, di sini sepi, hanya ada satu pembantu, dan satu satpam.

"Eh A Arsa, mau ke Neng Debby ya? Bentar bibi panggilin. Yuk masuk, duduk dulu." Kata Bi Esih, pembantu di rumah Debby.

Gue cuman senyum lalu duduk di ruang tamu yang megah ini. Sofanya empuk banget. Duduk di sini berasa duduk di lobby hotel bintang lima.

Gak salah emang rumah pengusaha yang punya bisnis menggurita ya begini.

"Sa, sini." Debby melambai dan berlalu.

Gue segera mengikuti Debby dari belakang.

Hari ini Debby cuman pake kaos oblong yang kebesaran sehingga celana pendeknya tertutupi. Badannya putih bukan main. Duh Deb, berdoa aja semoga Zaki maulana kuat.

"Deb mau ke mana?" Tanya gue sambil terus menaiki anak tangga satu persatu.

"Ke kamar gue lah, terus mau Ke mana."

"Siapa tau gue mau di ajak jemur baju, gitu." Canda gue.

"Dih, bi Esih gajih buta dong kalo gitu."

Gue terkekeh.

Ini lah kamar Debby, kamarnya selalu tertata rapi. Dengan sprai kasur berwarna putih bersih, dan ada sofa berwarna marun di pojok dekat jendela.

Debby menyulut sebatang rokok lalu duduk di sofa.

"Lo kenapa gak ngampus?"

"Lagi males gue."

"Pasti gara-gara Jingga?" Gue ikut membakar sebatang rokok.

"..." Debby menghisap dalam-dalam rokoknya.

"Lo ada angin apa tiba-tiba ke sini? Gak sama Fey?"

"Dia masih ada matkul, gue kan enggak. Terus ya tadinya mau numpang makan aja ke sini." Gue terkekeh.

"Lo pikir ini warteg apa." Debby tersenyum kecil.

Akhirnya wajah Debby gak sekusut pertama gue liat barusan. Kami ngobrol panjang lebar. Hingga gue dapat notif chat dari Fey.

'Sa, gue gausah dijemput, gue mau pulang ke rumah hari ini.'

Gue mengernyit. Tumben banget dia gak minta jemput. Dan tumben banget juga pulang ke rumah di weekdays. Gue gak mau mikir aneh-aneh, gue cuman jawab iya aja untuk membalas chatnya Fey.

Ah sudahlah, mungkin emang dia pengen pulang.

"Eh lo tau nggak, gue punya tetangga kost baru. Namanya Munir, tapi keteknya bau banget anjir, sumpah." Gue semangat nyeritain soal tetangga kost yang baru aja nempatin kamar disebelah kamar gue.

"Masa sih? Tapi ganteng, nggak?"

"Banget, brad pitt mah kalah. Cuman keteknya doang yang gak bisa dikontrol. Kek sampah anjir baunya."

Debby ngakak so hard. Katanya dia penasaran gimana sosok tetangga baru gue.

Sepertinya, gue akan sampai malam di rumah Debby. Gak ketemu dia tiga hari bikin gue kangen. Kangen sosok sahabat yang biasanya ngisi waktu gue.
lengzhaiii
pulaukapok
ugalugalih
ugalugalih dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup