Kaskus

Entertainment

lonelylontongAvatar border
TS
lonelylontong
Opini TS : Cak Nun Adalah Anti-thesis dari Habieb Rizieh Shihab.
Opini TS : Cak Nun Adalah Anti-thesis dari Habieb Rizieh Shihab.

Ini cocoknya masuk ke Berita dan Politik atau The Lounge? Ribet juga buat TS untuk menentukan. Dengan berat hati TS masukkan ke The Lounge, meskipun menurut TS isinya sarat dengan opini TS tentang kondisi politik saat ini.

Kenapa demikian? Ya karena sepertinya penghuni Ber Pol lumayan eksklusif dan beberapa kaskuser yang setia di sana, sama fundamentalis-nya dengan salah satu tokoh yang hendak TS angkat dalam trit ini. Geser dikit ga boleh, ntar dibilang bid-ah.
emoticon-Leh Uga
Pokoknya harus plek nurut aturan forum, karena memang aturannya gitu (harus quote berita asli, judul pakai berita asli, dsb) ya udahlah, buat trit yang ga masuk ke aturannya melipir ke The Lounge aja.

emoticon-Shakehand2peace...

Buat yang mengikuti berita politik, tentu sempat membaca tentang pendapat Bpk Jufuf Kalla, alasan kenapa Habieb Rizieq Shihab memiliki banyak pendukung, atau orang yang simpati dengan dia.

Mengutip dari kompas : berita kompas 20/11/2020.

Quote:



Apakah sesederhana itu? Karena ketidak percayaan pada pemerintah dan tidak ada sosok dalam pemerintahan yang bisa mewakili aspirasi mereka, terutama dari partai Islam, sehingga berkumpul sekian banyak orang di bawah bendera Habieb Rizieq Shihab?


Pertanyaan TS, apa memangnya tidak ada sosok lain dalam Islam di Indonesia yang menyuarakan kritik pada pemerintahan? Apa tidak ada sosok yang mempertanyakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dirasa kurang adil? Dst.

Menurut TS ada banyak di luar Habieb Rizieq Shihab, yang menyuarakan hal-hal tersebut.

Salah satunya adalah Emha Ainun Nadjib, atau lebih akrab disapa dengan panggilan Cak Nun. Cak Nun bukan hanya menyuarakan kritik terhadap pemerintahan, Cak Nun juga dekat dengan kelompok masyarakat dari berbagai tingkat, mulai yang atas sampai masyarakat dari tingkat yang terbawah.

Kelompok Maiyah yang dibidani Cak Nun juga tersebar di berbagai pelosok negeri ini. Kritik pada pemerintahan, termasuk terhadap pemerintahan Jokowi juga tidak kurang-kurang dilemparkan dalam dialognya.

Jadi kalau permasalahannya sekedar dua faktor yaitu : Islam dan aspirasi yang tidak tersampaikan pada pemerintahan, mestinya yang mendukung Habieb Rizieq Shihab adalah orang-orang yang sama yang mendengarkan dan menyampaikan keluh kesah mereka pada Cak Nun dan demikian pula sebaliknya.

Kenyataannya tidak demikian.

Sejauh sepengetahuan TS, kedua himpunan ini tidak memiliki pertemuan pendapat, tidak ada irisan di antara keduanya.Opini TS : Cak Nun Adalah Anti-thesis dari Habieb Rizieh Shihab.
Ilustrasi TS, nggambar dhewe.

Lalu di mana pemisahnya, kalau mereka berdua ini sama-sama hadir sebagai sosok yang Amar ma'ruf nahi munkar dan juga menjadi pengritik bagi pemerintahan?

Menurut opini TS keduanya berpisah jalan, dalam hal cara dan tujuan. Tujuan yang tersembunyi di balik kata-kata, yang tercermin dari apa nasehat dan ajaran yang diberikan dalam pengajaran yang mereka berikan.

Beberapa perbedaan antara Habieb Rizieq Shihab dan Cak Nun (sepanjang sepengetahuan TS, yen keliru tulung digenakno yo rek.)

1. Cak Nun memilih gaya dialog, di mana pengikut masyarakat Maiyah, diajak ikut berpikir.

Vs

HRS, memilih gaya berpidato, di mana pengikutnya digiring untuk mengikuti pemikiran dia.

2. Cak Nun memang mengritik, berbicara dengan bahasa yang bahkan kasar, bergurau tak ubahnya orang biasa sehingga mengena pada hati pendengarnya, tapi kemudian Cak Nun menawarkan atau membukakan pikiran para pendengarnya pada jalan-jalan yang damai untuk mencapai perubahan. Cak Nun mengajak pendengarnya untuk mendekatkan diri dengan Tuhan mereka.

Cak Nun mengarahkan pergolakan di dunia jasmani, ke pemahaman yang spiritual.

Cak Nun mengawali dengan mengajak pendengarnya melihat kondisi dunia (jasmani), kemudian dengan fasih menggeser pandangan mereka pada sorga (rohani).

Jadi secara umum, menurut TS, Cak Nun membimbing pendengarnya, dari hal yang vulgar dan banal, menuju pada hal yang spiritual dan mulia.

Vs

HRS, HRS menggunakan bahasa yang vulgar untuk memanaskan hati pendengarnya. Menyatukan mereka dalam kebencian dan ketidak puasan.

HRS menggunakan bahasa rohani, untuk kemudian membawa pendengarnya justru menjadi duniawi. Yang mulia dan spiritual, dikerdilkan menjadi sesuatu yang banal dan jasmani.

180 derajat bertolak belakang dengan yang dilakukan Cak Nun.

3. Cak Nun memang dalam diskusinya tidak jarang mengamati perbedaan dan ketidak adilan sosial.

Namun sekali lagi, Cak Nun mengajak mereka yang datang untuk melihat dari berbagai sudut pandang dan menghadirkan jalan pilihan yang jauh dari konflik antar anak bangsa.

Vs

HRS, menyoroti perbedaan dan ketidak adilan sosial, dan kemudian menggunakan itu untuk menyatukan pendengarnya menjadi satu kelompok dan orang-orang di luar pendengarnya sebagai kelompok yang lain.

Contoh saja doa HRS untuk orang-orang yang tidak dia sukai.

Lagi-lagi berbeda 180 derajat dengan Cak Nun.

4. Cak Nun dalam diskusi maiyah tidak pernah mendukung salah satu tokoh politik tertentu, meskipun terkadang dia memberikan ruang bagi tokoh tertentu untuk berbicara.

Vs

HRS, jelas dia ada afiliasi dengan tokoh politik tertentu, bahkan yang sedang maju dalam pilkada/pilpres.

--------------------------------

Jadi apakah ini sekedar masalah ketidak adilan sosial? Masalah ketidak mampuan pemerintah untuk menyerap aspirasi semua golongan rakyat?

Menurut TS itu hanya sebagian saja dari alasan beberapa ribu, puluh ribu atau ratusan ribu orang itu merapat ke Habieb Rizieq Shihab, karena tidak kurang-kurang tokoh intelektual Muslim lain yang juga menyuarakan kritik dan peringatan pada pemerintah.

Mereka yang merapat pada Habieb Rizieq Shihab tapi tidak mau mendengar, atau memilih untuk mendengarkan versi Habieb Rizieq Shihab, adalah mereka yang bukan semata-mata aspirasinya tidak terserap oleh pemerintahan saat ini.

Namun, selain aspirasinya tidak terserap, mereka juga memiliki bibit-bibit kemarahan yang ingin disalurkan, bahkan jika arahnya adalah perpecahan antar anak bangsa.

Apa aspirasi yang seperti itu perlu juga diwadahi?

Bukankah pemikiran-pemikiran seperti itu, justru harusnya diluruskan? Bukan malah diwadahi, apalagi bila kemudian dikumpulkan untuk menjadi satu kekuatan politis tertentu.

-----------------------------

TS bukan orang pinter, jadi silahkan dikritisi kalau banyak salahnya.
Diubah oleh lonelylontong 30-11-2020 09:53
nugrahanto7
kyukyunana
nirankara
nirankara dan 71 lainnya memberi reputasi
72
12K
239
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TERA.SERVOAvatar border
TERA.SERVO
#2
Jawabannya dihadist nabi saw berikut;
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’.” (HR. Muslim)

HRS berada ditingkatan paling atas dlm memerangi kemungkaran. Yaitu dg tangannya. Keras dan apa ada nya.

Cak nun berada ditingkatan tengah yakni dg lisan nya.

Tentu saja posisi memerangi dg tangan lebih beresiko dimusuhi org2 dr pd lisan. Tp disitulah letak perbedaan pahala nya....
njosnavelin
nowbitool
z3f
z3f dan 17 lainnya memberi reputasi
-2
Tutup