exolurisAvatar border
TS
exoluris
After Hours [Adult Rating] [Fictional Story Based on True Events]


Spoiler for Welcome Aboard!:



Intro


Siapa yg gak pengen hidup bahagia? Gak salah langkah dalam nentukan pilihan, nikmati hidup dengan apa yg jadi passion di dalam diri kita? Rasanya semua pengen hal itu terjadi dalam hidupnya, lalu, kalo semua itu gak terjadi dalam hidup lo? Apa yg bakal lo lakuin? Nangis guling-guling? Merengek kayak bayi? Atau berusaha lebih keras dan lebih giat lagi? Atau… berharap serpihan dunia paralel itu memang benar adanya?

Mungkin sebagian orang percaya dengan adanya dunia paralel. Dunia yg berjalan berdampingan dengan tempat tinggal kita sekarang disini, beda nya di dunia satunya itu, kita gak hidup menjalani apa yg kita jalani sekarang, melainkan sebaliknya.

Jika di dunia ini lu hidup sebagai seorang dokter karena keputusan lu ngikutin kemauan orang tua buat ambil kuliah jurusan kedokteran, let's say di dunia paralel sana lu hidup sebagai seorang musisi karena ngikutin passion lo, dan semua yg lo jalani di dunia sana berbeda, berbanding 180° dengan apa yg sekarang terjadi disini, di tempat tinggal kita ini.

Well, kedengarannya seperti gw sedang ngarang, ngelantur dengan apa yg barusan gw ucapin tadi, but, This is happened now…

After Hours
Life is just a fantasy


Sebagai pembuka, gw mau ngakuin sesuatu ke lo semua. Sesuatu yg selalu menghantui gw buat bertahun-tahun belakangan ini. Gw pernah salah ngambil keputusan, dan berkat kebodohan gw itulah, sekarang gw gak bisa bener-bener menikmati yg namanya hidup dengan tenang. Kenapa? Mungkin lo bertanya-tanya, sama kayak gw, kenapa? Kenapa gw bisa melakukan kebodohan terbesar dalam hidup gw itu?!

Kadang sebagai manusia, kita sadar sesuatu itu salah justru setelah hal buruk, dampak dari apa yg kita lakuin itu terjadi dan menimpa kita sebagai karma nya?

U believe in karma dude? Well, i do.

Bagi sebagian orang mungkin menganggap karma cuma urusan sepele, gak penting dan, maybe, it's like a, myth?

Bagi gw yg udah ngerasain sendiri apa itu karma, gw bisa bilang, SAKIT BANGET! Kenapa? Kalo lu belum tau kenapa dan apa itu karma, gw bisa saranin lu buat ngecek judul lain yg udah gw selesaikan. Biar lu tau, gimana perjuangan perjalanan hidup gw selama ini, sampai sekarang.

Ok, back to topic, ada apa sih di dunia paralel? Gw yg disana jadi apa sih?! Gak ada yg tahu pasti tentang apa yg terjadi di dunia satunya sana. Mungkin disana sekarang sedang adem tentram, gak dilanda sebuah pandemi yg bernama covid-19 seperti di dunia yg jadi tempat tinggal kita ini. Dan, apa mungkin kita bisa terhubung ke dunia paralel? Bertukar posisi dengan diri kita yg ada disana? Atau sekedar melancong sebentar, menikmati sisi lain dari kehidupan karakter kita yg hidup di dunia sana? Jawabannya …

"Banguuunn…"

"Heiii"

"Woooo endeeel, ayo bangun, udah siang gini", digoyang-goyangkannya badan gw yg lagi enak-enaknya rebahan sambil mejamin mata.

Perlahan mata gw terbuka, ngantuk berat masih melanda dan sempet mengucek mata beberapa kali. Gw tersadar disebuah ruangan ruangan yg gak begitu luas, tembok seba putih dengan 2 buah jendela berdesain minimalis yg saling bersampingan dihiasi gorden berwarna hijau tosca yg lembut banget, bikin mata adem saat mandangin seisi ruangan saat baru buka mata.

"Hmmm… apa sih yang?? Emang jam berapa?", Pelan-pelan gw buka mata.

"Jam 12 kurang, yuuuk bangun, kamu gak kerja tah?" Jawabnya masang wajah centil khas nya itu. Wajah yg gak pernah hilang dari hadapan gw, sekarang dan untuk selamanya.

Bersambung, Segera...

Quote:





Quote:
Diubah oleh exoluris 23-11-2020 04:16
gubtifaqih
primalaprima
kakangprabu99
kakangprabu99 dan 36 lainnya memberi reputasi
35
19.5K
784
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
exolurisAvatar border
TS
exoluris
#41
Chapter : 6 Part 3
The Worst Is Yet to Come!




Quote:


Dua bulan kemudian...

Pagi itu seperti biasa, setelah solat subuh, gue latian fisik dulu di gym dan lanjut breakfast di pantry. Beberapa orang yg gue temuin di lorong terlihat sibuk dengan alat komunikasi mereka. Apa yg terjadi ya? Ga seperti biasanya ini.
Pagi itu gue juga ga ngeliat Diana di gym atau di pantry. Apa bener ya ada keadaan darurat yg bikin hampir semua staff di fasilitas ini sibuk.

Beredar kabar bahwa di suatu daerah milisi-milisi ekstrim sudah berani membuat kerusuhan dan menyabotase bantuan medis. Ada salah satu milisi ekstrim yg diyakini adalah milisi ekstrim terkuat yg pernah ada. Jaringannya ada dimana-mana dan bahkan ada pihak yg sengaja mendanai aksi mereka.

Gue ga tau harus cari info ke mana, sedangkan gue disini masih baru, dan masih dalam masa pelatihan. Seandainya bener ini kondisi darurat dan SD Force harus diaktifkan, gue ga yakin gue bisa.

“Yaa Allah, mohon diberikan kemudahan...” doa gue dalam hati.

Gue memutuskan untuk ke kamar buat mandi, beristirahat sebentar. Gue siapin seragam lapangan, siapa tau ada panggilan mendadak, gue udah siap.

Siang itu, setelah mandi dan bersiap, telepon kamar gue bunyi...

“Erlangga, bisa ke ruangan saya?” Maverick menghubungi gue.

“Oke, meluncur”, jawab gue.

Klek...
Gue buka ruangan Maverick, disana sudah ada Maverick, Diana, dan seorang yg belum gue kenal. Perawakannya tinggi berbadan besar dengan tatapan tajam.

“Mave...”, kata gue.

“Silahkan duduk Er. Ini Robb, dia adalah agent organik difasilitas ini”, kata Maverick.

“Hai, gue Erlangga.”

Agent Robb hanya mengangguk saja tanpa ekspresi diwajahnya. Sedangkan Diana masih dengan senyum manisnya, meskipun raut wajahnya terlihat lelah.

“Sudah tau apa yg terjadi, Er?” tanya Mave kepadaku.

“Belum tau sih, sepertinya ada yg darurat disini...” jawab gue.

“Betul! Gargantuar, milisi ekstrim terkuat di Indonesia berhasil membuat kerusuhan dan menyabotase bantuan kesehatan di berbagai daerah. Ini waktunya untuk mengaktifkan tim baru SD Force. Tidak perlu takut, ada Agent Robb yg akan menjadi partner anda. Dia sudah terlatih.”

“Oke. Apa yg perlu disiapkan?” tanya gue.

“Ini koper agent lo, Er. Di dalamnya ada senjata standar LDA, sepucuk Glock, bullet-proof vest dan perlatan lainnya”, kata Diana.

“Silahkan persiapkan diri anda! Semua agent akan diaktifkan saat Anda dan Robb tiba di lokasi pendaratan. Perlu penerbangan 3 jam dari sini untuk menuju titik rendezvouz. Dan Anda adalah captain mereka!”, Mave menambahkan.

“Er, ini daftar agent tim lo. Bisa dibaca dulu...” kata Diana sambil memberikan daftar tim SD Force yg akan gue pimpin.

Agent Hound a.k.a Leonardo
Agent Godmartyr a.k.a Yudha Anggarda
Agent Robb
Agent Bee a.k.a Silvia Agustina

“Semua agent sudah ada di satu lokasi, tinggal kalian berdua yg menyusul!” tambah Diana.

“Erlangga! Be the Next Maverick”, kata Mave sambil mengepalkan tangannya.

Gue hanya mengangguk.

Setelah briefing, gue kembali ke kamar gue buat ganti baju lapangan dan persiapkan segalanya untuk segala kemungkinan. Hari yg gue tunggu-tunggu tiba, hari dimana gue bisa mengabdi pada negara ini.

Tok...Tok..Tok...

Seseorang mengetok pintu kamar gue.

Klek...gue buka pintu kamar.
Ternyata Diana sudah berdiri di depan pintu kamar.

“Er, boleh gue masuk?” tanyanya.

“Silahkan, Di”

“Semua kebutuhan misi lo sama Robb udah disiapkan dalam pesawat, termasuk sniper rifle yg biasa lo pakai. Ada Barret sama Dragunov”, kata Diana.
“Satu lagi Er, elo belum ada callsign. Pick one!” tambahnya.

Tanpa pikir panjang...
“DRAGUNOV, will be better!” kata gue.

“Not bad. Oke Agent Dragunov. This country needs you!”

“Wish me luck, Agent Wildcat!”

“I will...”

Setelah gue melangkah ke pintu, tiba-tiba tangan gue ditarik Diana...

“One more thing! Try not to die again, Er!” kata Diana sambil mengecup mesra bibir gue.

“I do! Gue akan balik dan akan gue tagih kecupan kedua...” kata gue.

Diana hanya tersenyum dan terlihat matanya berkaca-kaca.

“Janji ya Di, ajak gue ke kehidupan lama gue setelah misi ini selesai. Masih penasaran sampai sekarang.”

“Promise! Gue selalu nunggu lo dateng lagi!” jawab Diana.

Kami berdua menuju hangar dimana agent Robb sudah menunggu sambil mengepulkan asap rokoknya. Osprey yg bakal gue bawa juga sudah siap untuk diterbangkan, cuman nungguin pilotnya. Ya...gue pilotnya, sama agent Robb tentunya.

“Oke, Robb...kita berangkat sekarang!”

“Oke, Capt!” jawabnya dengan suara berat.

Bisa ngomong juga nih orang, kirain bisu. Haha...

Sore itu kami pun take-off, koordinat akan dikirimkan melalui GPS setelah kami masuk zona aman. Perjalanan akan ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam ke arah barat.

Di dalam pesawat gue sama Robb hanya diam saja, sesekali gue jawab komunikasi radio dari homebase.

“Robb, udah lama di LDA?” tanya gue basa-basi.

“Yeah, udah lupa gue kapan masuk LDA, sob!” jawabnya.

“Udah lama banget ya pastinya...”
Dia hanya mengangguk dan sesekali mengecek perbekalan di deck belakang. Emang ini orang ga banyak ngomong.

Perjalanan itu terasa membosankan karena emang gue sama Robb ga banyak ngobrol. Tiba-tiba Robb, menyalakan pemutar musik di pesawat.

“Biar ga bosen ya Sob, gue puterin lagu favorit gue...” katanya sambil menghidupkan pemutar musik.

“Oke Robb, lo suka musik?” tanya gue.

“Yap, gue suka musik, suka musik metal”, jawabnya.

Terdengar suara raungan gitar dan suara geraman sang vokalis.

These words have slipped again.
Stitch the lips of the one that murmurs them.
Cloud your vision, make everyone disappear.
There's still time to wake up.
Get out while you still can speak.


Gue ga tau judul lagu itu, tapi emang enak didengerin beat nya, bikin semangat.

“Lagu siapa itu Sob?” tanya gue.

“Still Remains, judulnya The Worst is Yet to Come”, jawabnya.

Selama perjalanan telinga gue dijejali lagu-lagu metal kesukaan Robb. Dan semua lagu itu gue ga tau yg nyanyi siapa, anehnya gue ikut menikmati meskipun gue ga tau lagunya.

Tiba-tiba ada pesan masuk ke GPS...

Quote:


Mother Earth telah mengirimkan koordinat landing kami, di suatu titik terpencil di ibukota provinsi.

Kami pun landing di tanah lapangan yg dikelilingi hutan, tidak ada apa-apa sepanjang mata memandang. Tapi ternyata lokasi itu adalah fasilitas tersembunyi milik LDA.

Setelah turun dari pesawat, seseorang dengan emblem LDA menghampiri kami. Sepertinya seorang agent berkulit eksotis.

“Welcome to our sanctuary, Agents!”

“Thank you, and you are...” kata gue.

“Agent Drio, from Papua!” jawabnya

“Wow, orang Indonesia juga. Saya Agent Dragunov, dan ini rekan saya Agent Robb. Saya kira anda bukan dari Indonesia.”

“Sudah SOP memnggunakan bahasa Inggris untuk menyapa agent yg baru kita temui”, jawabnya dengan senyum tersungging.

“Terima kasih agent Drio sudah menerima kami”, kata gue.

“No worries agents, mari kita sembunyikan dulu Osprey-nya, kendaraan darat sudah siap. Segera aktivasi agent SD Force! Waktu kalian tidak banyak. Ada informasi bahwa rencana aktivasi agent sudah bocor!”

“Apa itu suatu yg buruk pace?” tanya gue.

“Ya, ini situasi sudah semakin memburuk, sa curiga LDA sudah disusupi, semua informasi tentang aktivasi agent sudah bocor” jawabnya dengan logat khas Indonesia timur.

“Bisa jadi kita semua dalam bahaya!” kata gue.

“Tepat! Semua agent LDA dimana pun berada sedang dalam kondisi yg tidak aman. Segera menuju ke rendezvouz, tim kami support dari fasilitas ini. Semoga beruntung agents!”

Gue pun menghubungi Mother Earth untuk aktivasi agent SD Force untuk misi ini. Seketika ada pesan masuk ke HP kami...



"000"
LDA activated! All agents report in for the first mission!
Rendezvous in 60 mins.

Gue buka pesan di HP...

"Perangkat pertahanan diri diaktifkan, komunikasi online!"

“Welcome, agent Dragunov!” Sebuah suara AI keluar dari HP dan memberikan koordinat titik rendezvouz.

Kami pun memasang earphone PCD kami dan sudah ada agent yang melaporkan untuk masuk dalam misi.

“Agent Godmartyr, ready to fight!” kata salah satu anggota tim.

“Agent Rob, standby, waiting for order!"

"Agent Dragunov, locked and loaded!" gue memberikan greeting ke tim.

"Medical officer, Bee ready! How copy guys!?" suara seorang wanita memberikan greeting.

"Solid copy agent Bee, waiting for order, capt?!" jawab Rob.

“Agent Hound here, all right guys! Ada agent asing? ID!"

"Nope, Indonesia",

"Sama, Indonesia", Robb menimpali

"Indonesia, semua dari lokal sepertinya", gue menjawab.

Wow tim gue orang Indonesia semua!

"Copy that, ingat prosedur yg harus kita jalankan sesuai latihan kita! Rendezvous in 60 mins, koordinat gue kirim di smartphone masing-masing guys, remember, stay sharp!, See yaa…" kata agent Hound kepada kami malam itu.

"Remember, PCD always online for any emergency status!", Agent Bee menambahkan.

Sebuah mobil GMC double cabin berukuran besar telah disiapkan Drio untuk kami bawa menuju ke titik rendezvouz.

“I’ll drive!” kata Robb.

“Oke, gue juga udah capek, Sob”, kata gue ke Robb, lagi-lagi dia cuman tersenyum sambil ngeloyor masuk ke cabin pengemudi.

Semua perlengkapan kami masukan ke bak belakang dan kami pun meluncur ke titik rendezvouz yg sudah ditentukan. Robb mengemudi dengan cepat sambil menyesap rokok selama perjalanan. Hari sudah mulai gelap dan jalur yg kami lalui merupakan jalur antar kota yg beresiko tinggi.

Terdengar suara mesin diesel menderu mengikuti kami dari belakang. Selama perjalanan tidak suara selain suara deru mobil yg kami kendarai. Terlihat dari kaca tengah sebuah mobil tempur yg dilengkapi dengan senapan mesin diatasnya.

“Robb, kita dibuntuti. Lebih tepatnya, diburu!” seru gue ke Robb yg sedang mengemudikan mobil dengan santainya.

“I know, Capt!” jawabnya singkat.

Seketika Robb menambah kecepatan mobil yg kami kendarai. Mobil full baja masih terlihat mengekor dibelakang.

Tet....tet...tet...tet....

Mereka mulai menembaki kami, layaknya sasaran empuk yg siap dilumat dari belakang. Mobil yg kami kendarai adalah kendaraan berat anti peluru, jadi sepertinya ga masalah dapet berondongan machine gun.

“Capt, udah ditunggu tuh sama istri lo dibalakang!” kata Robb.

“Istri gue?! Jangan becanda ah Sob!” kata gue agak ngegas ke Robb.

“Rifle, Capt! Gue ga sanggup lagi kalau harus menghindari peluru!”

“Yaa Salaam...ngobrol pake bahasa manusia kek!” jawab gue ketus.

Gue langsung lompat ke bak belakang lewat jendela mobil yg udah di modif menjadi pintu akses ke bak belakang. Untung gue udah pake bulletproof vest sedari tadi.

Gue ambil sniper rifle gue, tentunya si Bella yg bakalan gue pake. Bella? Yup, unit Barrett M107A1 yg gue percaya bisa menghentikan kendaraan yg sedang memburu kami.

Muntahan timah panas berkaliber lebih dari .45 terus menghujani kami. Robb yg sibuk dibalik roda kemudi mulai kesusuhan menghindari peluru yg terus menderu. Gue arahin senapa gue ke mobil baja itu...

Duar...duar...

Dua tembakan berkaliber .50 memuntahkan dua peluru tajamnya ke mobil baja. Satu peluru meleset entah kemana, karena goncangan terlalu keras. Satu peluru mengenai lampu depan mobil baja itu, tapi tetap saja mereka menghujani pelurunya ke arah kami.

“Capt! Cepetan dikit! Finish ‘em!” teriak Robb ke gue.

Mereka sempet berhenti sementara, mungkin reload. Nah ini kesempatan gue! Gue mencoba berkonsentrasi, tarik nafas, dan menarik trigger nya Bella, gue arahin ke ban depan mobil itu.

Duar...

Satu peluru melesat mengenai ban depan mobil. Mereka bergerak sedikit oleng, namun masih bisa mengejar kita. Entah inisiatif dari mana si Robb malah mengurangi kecepatan dan kendaraan kami hampir berjajar.

“Sekarang, Capt!” teriak Robb.

Tanpa pikir panjang, gue arahkan senapa gue ke tengah roda mobil baja...

Duar...duar...

Udah peluru dimuntahkan dan boom... mobil baja oleng dan menabrak sebuah pohon. Satu tembakan lagi untuk ucapan selamat tinggal.

Duar...Blar..!!!

Gue arahkan ke body kanan mobil dan ternyata emang bener intuisi gue. Yg gue tembak barusan adalah tangki bahan bakar mobil. Mobil baja itu meledak seketika.

Gue hempaskan tubuh gue di bak belakang, lemes habis dikocok-kocok sama si Robb.

Sejenak gue kembali ke tempat duduk sebelah Robb.

“Capt...” kata Robb sambil menunjuk sebuah bar kecil yg terletak di batas ibukota provinsi.

Sebuah bar yg terlihat usang, tapi sepertinya ada kehidupan didalamnya. Lampu bar nampak redup.

Setelah Robb menghentikan laju mobil kami dan memarkirkannya tepat di depan pintu bar.

Klek....

Pintu bar gue buka, dan sudah ada tiga orang disana, semua menodongkan handgun nya ke muka gue sama Robb.

“Woo....woo....wooo easy....!” teriak gue.

“Robb here...and he’s Dragunov! The Capt!” sahut Robb dari belakang gue.

Terlihat seseorang dengan badan besar dan disebelahnya ada hardcase gitar??!!! Aneh juga nih orang.

Seorang wanita dengan tubuh sintal menggendong sebuah ransel dengan handgun Glock ditangan kanannya. Ya, gue yakin ini si Bee dan seorang lagi sedang duduk di kursi bar, kaki nangkring di atas meja sambil mengenggam sebotol bir.

“Godmartyr!” kata seseorang dengan badan besar sambil mengepulkan asap rokoknya.

“Bee...”, kata wanita itu.

“Greetings Capt! Hound here...” kata orang yg sedang menggenggam botol bir.

“Jadi, kita udah berkumpul sekarang. Gue Erlangga, agent Dragunov”, kata gue.

“Capt?” tanya Bee sambil memandangi gue.

“Santai bro, kita istirahat dulu sebentar. Gue barusan diuber babi hutan”, jawab gue sambil ketawa.

“Free drinks, Capt!” kata Hound menawari kami minum.

“Thanks, Agent!”

Gue mengambil sebuah minuman dingin non alkohol di showcase bar. Diikuti oleh Robb yg juga mengambil minuman yg sama kayak gue.

“Jadi rencana seperti ini...” gue menjelaskan rencana misi tim ke semua anggota tim.

Semua mendengarkan secara seksama dan beberapa pertanyaan dari tim lainnya. Sebelum tengah malam tim harus bergerak menuju titik penyergapan untuk melumpuhkan fasilitas Gargantuar. Paling tidak melambatkan langkah mereka.

Berita terakhir yg kami terima, Gargantuar akan bergerak ke tengah kota untuk melakukan sesuatu yg besar. Semua gudang logistik di pusat kota sudah dijaga dengan keamanan ekstra. Alpha Tango sudah bersiap disana, bersama dengan kesatuan elit milik TNI lainnya. Sedangkan Delta Bravo berpatroli dalam kota.

Sedangkan kami harus menyapu dari pinggiran kota, karena kita ga akan tau gerakan yg akan dibuat oleh Gargantuar.

Quote:
Diubah oleh exoluris 27-11-2020 03:53
alealeya
hakkekkyu
Nikita41
Nikita41 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup