jorghymub61Avatar border
TS
jorghymub61
Real Psycho

Ada 5 orang yang merupakan teman sejak lama atau yang biasa disebut juga dengan istilah lain, 'Sahabat'.

Mereka adalah (gambar ilustrasi):

1. Arga


2. Una



3. Damar


4. Manda


5. Malik


Cerita:

"Ga, Arga, pinjam duit lu dulu dong, gua lagi bokek banget nih, gajian masih seminggu lagi," ucap Damar yang baru saja masuk ke dalam rumah Arga.

"Gila lu, sumpah ya, jauh-jauh ke sini, buat ngutang? Anjir banget," sahut Arga sambil tertawa. "Gak, gak ada gua, emang lu doang yang bokek, sama lah, gua juga," sambungnya sambil merapikan barang-barang di sofa untuk mereka duduki.

"Ah serius lu? Mampus dah gua, makan batu dah ini gua kalo gini caranya," jawab Damar.

Wajah Damar terlihat sangat bingung, matanya kosong, memandang ke arah pintu yang memancarkan sinar cahaya dari teriknya matahari.

Arga yang menyadari bahwa Damar ternyata sedang dalam kebingungan serius juga ikut menjadi berpikir untuk menyelesaikan masalahnya.

Oleh karena Arga melihat Damar memandang ke arah pintu, Arga spontan juga ikut mengarahkan matanya ke pintu. Mereka berdua kini sama-sama melihat ke arah pintu yang kalau pintu itu dapat berbicara, mungkin dia akan bilang, 'Hey, kalian kenapa ngeliatin gua?'.

Beberapa waktu kemudian, Arga mendapatkan sebuah ide.

"Mending lu telpon si Una, Mar. Pasti dia ada duit lebih, cuma ya tergantung dia sih mau pinjemin lu apa gak," ucap Arga.

Damar menengok ke Arga sebentar, lalu Ia kembali memalingkan wajahnya ke arah pintu lagi. Kali ini tidak ada cahaya yang tadi karena sepertinya sinar matahari sedang redup tertutupi oleh awan.

Suasana hening, Arga menunggu jawaban Damar, "Eh gimana? Malah bengong lu," kata Arga.

"Gua suruh ke sini aja kali ya, gak usah bilang apa-apa dulu, jadi ntar gua skak di sini sambil pasang muka melas," kata Damar sambil tertawa yang dibalas oleh Arga dengan tawa juga.

Damar menelepon Una via WhatsApp pakai hostpot di rumah Arga.

Tut... Tut... 
"Halo, kenapa, Mar?," jawab suara yang keluar dari handphone milik Damar.
"Un, sini Un, ke rumah si Arga, kumpul kita, dah berapa hari nih kita gak ketemu," kata Damar ke Aruna dengan nada yang sumringah.

"Oh, lu lagi di rumah Arga? Ngapain?," tanya Aruna. "Yaelah ngapain lagi kalo gak ngobrol, sini lah, gak seru gua kalo cuma berdua sama Arga, ntar dikira hombreng gua beduaan doang," rayu Damar supaya Aruna mau datang.

Sebenarnya untuk lokasi dari rumah Aruna dan Arga berdekatan, mereka tinggal di dalam satu komplek perumahan, hanya berbeda dua blok saja. Jalan kaki pun sebenarnya bisa sampai.

"Ya udah tunggu, gua makan dulu bentar tapi," jawab Aruna. "Oke deh, Una, gua tunggu, tapi jangan lama-lama ya, makannya ngebut," sahut Damar sambil memperagakan perayaan kemenangan tanpa bersuara ke hadapan Arga.

"Seneng banget lu, Mar. Padahal juga belum tentu Una mau pinjemin lu duit. Eh, Eh, tapi lu mau pinjem berapa sih? Tadi gua belum sempet tanya," ujar Arga.

"Sejuta kali ya, gua buat makan seminggu ini sih, ya kebutuhan sehari-hari juga, kayak beli bensin, sama yang lain lah," ungkap Damar yang terlihat menggaruk-garuk rambutnya.

Sepertinya Damar mulai merasa pusing karena takut Aruna tidak mau memberikannya pinjaman. Entah apalagi yang akan dilakukan olehnya untuk bisa mendapatkan uang.

"Gua jadi deg-degan nih, Ga," kata Damar dengan nada agak lemas sambil menatap mata Arga.

"Udah sih santai aja dulu, kan belum ngomong sama Una. Masa sih Una gak mau bantu temennya kalau ada mah," ucap Arga. "Gua beneran gak ada sih, sumpah, kalau ada ya gua pasti pinjemin lah, kayak sama siapa aja, tapi ya mau gimana lagi memang gua lagi gak punya duit," sambungnya.

"Iya, iya, eh gua ambil minum ya," kata Damar beranjak dari sofa menuju ke arah dispenser di ruang tengah.

"Ya ambil aja, santai, kalo mau makan, ambil aja, Mar. Tapi di dapur gak ada apa-apa sih," ujar Arga bercanda tapi serius, di rumahnya sedang tidak ada makanan.
Setelah mengambil minum, Damar pun kembali duduk sambil menatap arah jalanan menanti kedatangan Aruna.

"Mar, lu mau tau gak supaya Una pinjemin lu duit?," ucap Arga. "Hah?," pungkas Damar.

"Ye, mau tau gak?," kata Arga. "Ya gimana, ngomong tinggal ngomong, gua lagi was-was ini, Ga," jawab Damar.

"Lu ntar mau bilang apa ke Una?," tanya Arga. "Mhh, iya ya, gua tau nih maksud lu apa, Ga. Pasti lu mau bilang aneh-aneh kan? Kayak gua lagi kena musibah, atau apa gitu yang mendesak, ya kan?," kata Damar.

"Nah itu tau, mending gitu aja, daripada lu bilang buat kebutuhan sehari-hari, pasti Una mikir-mikir dia mau pinjemin lu," ucap Arga.

"Tapi apa ya yang masuk akal tapi mendesak?,"tanya Damar yang kemudian berdiri menuju pintu, bersandar di tengah pintu yang terbuka tadi.

"Yang sedih-sedih aja sih menurut gua, jangan yang aneh-aneh tapi, nanti kalo Una curiga, malah gak dikasih lu ntar," kata Arga.

"Ya apa?," tanya Damar lagi. "Ibu lu sakit gimana? Butuh duit buat obat atau apa gitu?," jawab Arga.

"Ah gila lu, masa Ibu gua, ntar kualat gua," ungkap Damar takut.

"Ya kan gua kasih saran, klo lu ga mau ya kita pikirin lagi. Tapi gua rasa sih enak kalo urusan sakit-sakit gitu, nah tinggal siapa yang sakit ini," ujar Arga.

"Ade lu aja gimana?," Arga coba memberi saran.

"Sakit apa ya?," tanya Damar. "Ya, sakit apa kek, eh, bentar deh, tapi kan tadi lu telepon Una, lagi hepi banget kelihatannya, itu gimana nanti?," tanya Arga tanpa menjawab pertanyaan Damar.

"Wah, iya juga ya, asli untung lu kepikiran, Ga. Kalo gak, bisa berabe nanti gelagapan kita," jawab Damar sambil tertawa kecil.

"Oh gini aja, nanti pas Una dateng, ngobrol aja dulu bentar, terus lu pura-pura ada yang telepon aja. Nah, nanti gua yang telepon lu deh pake handphone gua. Lu langsung ke mana kek, bilang itu telepon dari Ibu lu," ujar Arga menjelaskan saran lain.

"Terus?," tanya Damar. "Ya nanti lu beberapa menit kan telepon tuh, lu spik spik aja, cuap-cuap di telepon itu. Nanti pas udah selesai telepon, baru deh lu bilang ke Una kalau butuh uang," kata Arga.

"Eh, nanti lu juga tanya gua, mau pinjem uang ke gua, nanti gua bilang kalo gua lagi gak ada uang. Jadi nanti kan tertuju ke Una tuh," lanjut Arga.

"Gile, bener juga lu, paten tuh, tapi gua harus jago-jago nih aktingnya," kata Damar.

Padahal, pada kenyataannya, Arga sebenarnya memilik cukup uang tabungan untuk sekedar memberikan pinjaman kepada Damar sebesar Rp1 juta. Arga telah mendapatkan gaji dan bonus yang lumayan besar dari kantornya. Di dalam tabungannya, Arga mempunyai uang sebesar Rp13 juta. Namun, Arga memilih untuk tidak memberikan pinjaman tersebut hanya karena malas meminjamkannya walau mengetahui bahwa Damar pasti akan menggantinya.

"Oi, Oi, Oi, lama gak, lama gak?," celetuk Una dengan suara lantang saat memasuki pintu rumah Arga.

"Gua dah ngebut nih tadi, cepet kan?," sambungnya lagi sambil memberikan salam hi-five ke Arga dan Damar.

"Makan apaan sih lu tadi, Un? Lama banget," sambut Damar dengan raut wajah yang mencoba untuk berpura-pura sedang tidak ada apa-apa.

"Tau lu, Un. Kita sampe bosen di sini berdua doang," timpal Arga.
"Eh, lu pada kenapa gak ajak Manda sama Malik sekalian biar kumpul semua?," ujar Aruna.

"Mana ada yang mau, Un. Apalagi Amanda, rumahnya di ujung gitu, kalo diibaratin nih, rumah Arga di Barat, rumah Manda di Timur, berlawanan," jawab Damar.

"Tapi gak tau sih kalau si Malik, kadang kalau mood, mau aja dia datang," sahut Arga.

"Ya kalian bukannya coba aja dulu tanyain mereka, bukannya maen game mulu," ujar Una.


Quote:



bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
1
658
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
bukhoriganAvatar border
bukhorigan
#1
nice story, gelar tikar utk kelanjutan.
emoticon-Cool
0
Tutup