Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

PolyamorousAvatar border
TS
Polyamorous
When Music Unites Us


Sinopsis:
Dalam lintas waktu yang terus berjalan, perlahan aku terus menyadari bahwa sebuah nada yang telah tergores tak bisa hilang. Bermula dari sebuah sebuah nada progresif yang mengalun, nada-nada ini bercerita mengenai bagaimana musik mempengaruhi kehidupan seorang remaja biasa bernama Iman yang menjalani masa mudanya sebagai pecinta musik, juga sebagai pemain musik.

Musik sebagai bahasa universal menyatukan hati para individu penyuka nada serupa, hingga akhirnya mereka saling terkoneksi karena adanya musik.

Satu dua patah kata awal untuk mengantarkanmu ke duniaku; Satu dua nada untuk membawa jiwamu menembus dimensi lain!

Teruntuk:
Tahun-tahun paling menyenangkan di masa remaja;
Teman-teman dan sahabat-sahabatku;
Penulis-penulis favoritku dan penulis yang membantu memperbaiki tulisanku;
Juga dosen bahasa Inggris-ku dan komunikasi massa yang selalu memberikan semangat;
Hingga untuk kamu yang membuat cerita ini ada.
Kalian adalah referensi musik terbaik dalam hidupku.



P.S : Part-part awal sedang masa konstruksi lagi, gue tulis ulang. Mohon maaf jika jadi agak belang gitu bacanya emoticon-Malu (S)

Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh Polyamorous 10-09-2017 13:23
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
46.5K
445
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
PolyamorousAvatar border
TS
Polyamorous
#290
Partitur no. 58 : The 24th


“Kira-kira, mengapa orang berkata cinta itu buta, tapi orang itu malah mengomentari temannya yang mempunyai pasangan lebih tua?” tanya seorang teman perempuan ketika sedang diperjalanan pulang.

“Aku tak tahu, jangan tanyakan hal itu padaku.” Jawabnya dengan tidak peduli. Padahal, ia yang mengalami hal itu.

“Menurutku terkadang hanya aneh saja. Mereka hanya meledeknya, tanpa mengetahui apa yang orang itu alami. Padahal, mengetahui latar belakangnya saja tidak. Tapi, begitu di komentari balik, ia juga malah kesal.” Perempuan itu menjawab sambil menatap langit cerah di sore yang indah itu.

“Sebenarnya, mengapa tiba-tiba kamu bertanya seperti itu?” Lelaki yang nampak tadinya tak peduli itu pun mulai bertanya keheranan.

“Karena, yang kulihat darimu adalah perasaan cinta yang tulus, saling mencintai tanpa pernah mendengar ucapan orang. Aku hanya tak tega selalu mendengar orang mengomentarimu hanya kau punya seorang kekasih yang lebih tua darimu.” Perempuan itu pun menatap lelaki yang nampak tak peduli itu, “Menurut pendapatku, yang kau lihat kepada kekasihmu itu bukan sebuah nafsu, apalagi harta. Hm, mungkin yang kau pandang darinya adalah kedewasaan berpikir, juga dalam tindakan.”

“Mungkin begitu.” Jawab lelaki itu menatap kosong ke depan.

“Aku iri kepada kekasihmu,” ucap perempuan itu. “Kekasihmu memiliki seorang laki-laki yang jarang kutemui, mencintai tanpa memandang hal yang aneh. Seandainya kau mau memberikan salah satu ruangan hatimu untukku, mungkin aku tak akan menyesal. Karena aku menyukaimu sejak aku berada dibangku kelas satu.” Perempuan cantik itu menatap Lelaki itu dengan senyumannya.

“.....”


***


Ujian Matematika yang kujalani pagi itu tak perlu ditanya bagaimana hasilnya, karena setidaknya, sesudah ujian yang dibarengi dengan pulang cepat itu, aku bisa tertidur dengan pulas, mengganti jam tidurku yang kupakai untuk membuat video untuk ulang tahun Tasya, dan bermimpi tentang nilai Matematika yang sangat bagus.

Siang menjelang sore, ketika aku terbangun dari tidur indahku itu, aku langsung melihat pesan WhatsApp yang masuk ke dalam handphone-ku, salah satunya tentu saja dari bos besar Tasya, yang mengajakku untuk makan malam spesial untuk kami berdua malam ini, tepatnya sepulang Tasya dari kerja di Kantor bersama Bundaku, dalam rangka ulang tahun ke-24 Tasya.

Ah, ya. Bagaimana tentang video yang kuberikan linknya kepada Tasya di pagi hari itu? Dengan cepat ketika terbangun di pagi harinya, aku menyuruhnya jangan berkomentar sampai ku berikan video aslinya. Setidaknya walaupun itu buruk untuknya, aku tak mendengar ucapan buruk itu secara langsung.

Tasya mengajakku untuk makan malam berdua disebuah tempat makan cepat saji ala Jepang dipertengahan antara Kantornya dengan rumahku, sehingga adil untuk kami berdua, tidak saling berjauhan.

Tanpa basa-basi, tentu saja aku yang menyukai makan langsung menyetujui ajakan itu, dan segera bergegas berganti baju yang sekiranya cocok untuk dipakai di makan malam berdua itu.

“Dasar kamu. Bener kata Bunda kamu, cuma ada dua rasa makanan buat kamu: enak sama enak banget! Haha” ujarnya dalam percakapan setelah aku menyetujui ajakan makan malamnya itu.

“Jadi nggak ikhlas, nih?” balasku dengan cepat.

“Canda, Uciiing. Yaudah, kutunggu ya. Sampai jumpa nanti! Jangan telat, ya. Love you!” ucapannya menutup chat kami pada sore itu.

Aku pun mencari jalan agar bisa menyembunyikan dengan baik kado yang ingin kuberikan kepada Tasya itu. Tak ingin satupun terulang gagal seperti pagi tadi ketika video itu selesai terunggah di YouTube. Boneka rakun itu sudah kumasukan kedalam tas yang kupakai untuk ke sekolah sehari-harinya, begitupula dengan cd berisikan video yang gagal di upload, dan ditutupi oleh baju ganti, agar tidak menimbulkan kecurigaan tentunya.

***


Setelah waktu yang telah dijanjikan tiba, tentu saja di hari spesial Tasya tak mungkin dengan tega aku datang telat. Seperti janjiku ketika akan mengikuti sesuatu di hari sakral untuk Tasya, menemani waktu-waktu berharga dihidupnya yang tak datang dua kali, atau hanya setahun sekali. Dengan pakaian yang cukup rapih, aku pun menunggu di restoran yang sudah di janjikan itu, menunggu Tasya yang ternyata tak kunjung datang, bahkan setelah lima belas menit menunggu.

“Sayang, maaf banget telat. Tadi ternyata ada kerjaan tambahan..” ujarnya mengagetkanku yang sedang duduk di depan restoran itu.

“Hehe nggak apa-apa kok, sayang. Tetep dapet makanan gratis, kan?” balasku dengan bercanda.

“Ooo, jadi kamu mau makannya doang? Yaudah aku pulang, ya.” Jawabnya dengan muka ingin tertawa.

“Ya nggak lah, Ucing. Kalo nggak ada kamunya nanti aku dong yang bayar?” kataku sambil tertawa.

“Dasar Wapol!” ujarnya sambil mencubit perutku. Kami pun segera memesan makanan, dan tentu saja aku ditugaskan untuk mencari tempat duduk untuk kami berdua. Karena itu pada jam pulang kerja, suasana di sana cukup ramai, sehingga kami benar-benar dapat tempat satu meja dengan dua kursi.

Tak lama, Tasya sudah datang membawa makanannya. Ya, hanya makanannya. “Makanan punyaku mana?” tanyaku dengan keheranan.

“Ambil sendiri, Ucing. Biar kamu nggak gendut, harus jalan sedikit kesana.” Ledek Tasya kepadaku. Lalu, aku pun segera mengambil menu makanan sesuai dengan yang kumau, dan kembali ke kursi itu.

“Gimana kerja di kantor Bunda?” tanyaku membuka pembicaraan.

“Kalo baru masuk ya seru aja aja, Ucing. Cuma ya, pas masuk aku langsung dapet banyak kerjaan gitu,” jawabanya sambil tertawa, menertawakan ketidak berdayaannya sendiri.

“Terus kalo di kantor ngobrol sama Bunda nggak?” ujarku penasaran.

“Ngobrol, kok. Kayak pas makan siang tadi, sekalian Bunda juga ngucapin tadi. Bunda kamu baik banget ya ternyata!” katanya dengan senang.

“Kayak anaknya, kan?” ledekku.

“Duh, jadi pengen tidur denger kamu ngomong gitu” ucapnya sambil memperagakannya. Aku pun mencoba mengelitikinya, seperti ia mengelitiku seperti biasa. “Abisnya kamu jelek, sih!” lanjutnya lagi.

“Nggak apa-apa jelek, yang penting kan punya kamu” ujarku.

“Gombal dasar!” katanya sambil menjulurkan lidahnya.

“Terus, temen-temen kantor kamu tau kalo anaknya Bunda pacarnya kamu?” tanyaku.

“Nggak tau kayaknya..” jawabnya.

“Hoo..” ujarku sambil mengangguk. Mungkin, aku bisa memaklumi jawabannya itu. Apalagi kalau sampai beredar gosip kalau Tasya masuk ke kantor itu karena pacar dari anaknya Bundaku.

Kami pun tak mengobrol lagi sampai makanan kami berdua habis. Saat makan, Tasya sepertinya sangat gemas melihatku menghabiskan makanan dengan lahap.

“Kamu kadonya mau apa?” tanyaku ketika habis mencuci tangan.

“Nggak usah sayang, bisa makan sama kamu aja aku udah seneng. Hehe” ujarnya malu-malu. “Aku mau video yang di YouTubeaja dong”

“Hehe itu mah gampang, Ucing.” Jawabku sambil mengacungkan jempol. Padahal, sebenarnya aku sedang berpikir bagaimana aku memberikan kado yang satunya lagi. Sebelum ini, aku juga ingin membelikan cemilan favoritnya, lollipop. Entah mengapa, selain boneka, ia juga sangat menyukai lollipop. Namun, tak sempat kubeli karena harus terus belajar untuk Ulangan Akhir Semester itu.

Lantas, saat Tasya ke toilet untuk mencuci tangannya, aku mulai mengeluarkan dua kado itu ke atas meja, dan menatanya dengan rapih, persis dengan posisi makannya tadi. Jantungku mulai berdegup kencang lagi. Seakan terjadi percikan-percikan kembali.

Ketika ia kembali, ia kaget dan heran dengan yang ia temui di atas meja makannya tadi. “Ini apa, sayang?” tanyanya kebingungan.

“Coba buka aja, kali aja dapet rumah” kataku sambil pura-pura membaca buku menu. Ia terlihat sangat penasaran dengan bungkus kado itu.

“Ini beneran nggak apa-apa aku buka?” ia pun melihat ke sekeliling bungkus itu, dan mulai mengangkatnya. Aku pun hanya mengangguk saja, menandakan menyetujuinya.

Perlahan, ia membukanya dengan sangat hati-hati, seperti tidak ingin merusak sama sekali bungkus kado itu. Bahkan ketika mengeluarkan isi kado itu, ia tidak merusak bungkusnya sama sekali, hanya melepaskan selotip perekatnya saja. Ia begitu senang, senyumnya yang seperti anak-anak itu begitu lucu, membuatku sangat gemas, dan tak tahan mengambil foto Tasya yang sedang membuka kado itu. Aku langsung mengunggah foto itu ke akun Instagram ku tanpa ia sadari, karena ia masih asyik melihat kadonya. ‘Ucing unboxing new birthday gift!’ tulisku di akun Instagram ku itu. Tentu saja aku memention Instagram Tasya, tapi setidaknya ia tidak mengetahuinya sekarang.

“Makasih ya, Ucing!” ucapnya dengan senang.

“Foto bareng, yuk?” ajakku kepada Tasya. Ia langsung mengangguk, menyatakan setuju dengan sangat senang. Meskipun waktu itu teknologi kamera depan sudah ada dan sudah cukup bagus, kami tetap menggunakan kamera belakang dan menggunakan timer.

“Yuk, pulang..” ajaknya yang masih senyum-senyum kepadaku.

“Eh, bentar.. Masih ada satu lagi, nih..” ujarku sambil mencari cd yang sudah ada video yang kuunggah ke YouTube tadi pagi.

“Ada apalagi, Ucing?” ekspresi polos yang penuh pertanyaan itu pun muncul lagi.

“Ini, sayang. Yang tadi kamu minta. Video yang di YouTube itu..” kataku sambil memberikan cd itu.

“Yaampun.. Makasih lagi, Ucing..” Ia mengambilnya dengan senang. “Tapi, besok-besok aku minta filenya lewat flashdisk aku bisa?” tanyanya dengan ekspresi polos itu.

“...”

Sebuah malam yang terkesan singkat, sederhana, namun penuh dengan makna. Waktu-waktuku bersamanya seakan benar-benar lama, dan tidak pernah cukup untuk bertemunya hanya beberapa jam.

Ia adalah mahakarya di dalam hidupku. Ia juga merupakan hadiah terindah untukku. Sinar mata cantiknya terus menusuk mataku dengan hangatnya. Aku sangat bersyukur ia hadir di dalam hidupku, dan menambah warna-warni hari-hari yang biasa ku jalani. Ia berumur dua puluh empat, sementara aku berumur delapan belas. Tetaplah bersamaku, terlarut dalam kemenangan masa muda, dan tak pernah berpikir untuk tumbuh dewasa. Selamat ulang tahun, wanita yang paling kucintai.


Quote:


Quote:
Diubah oleh Polyamorous 21-09-2015 14:59
0