- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
PASAK RUMAH TUMBAL
TS
diosetta
PASAK RUMAH TUMBAL
Selamat malam agan-agan sekalian. Ijin meramaikan kembali SFTH dengan cerita ini. Semoga temen-temen suka ya..
PASAK RUMAH TUMBAL
"Teror Nenek Sangit"
"Teror Nenek Sangit"
Quote:
Malam sudah terlalu larut. Yuni harap-harap cemas menyebrangi jalan raya setelah menuruni angkutan umum terakhir yang berhasil ia kejar untuk kembali dari tempat kerjanya. Kala itu langkahnya terhenti saat menyadari ada yang berjalan mendekat di depannya.
Seorang nenek…
Srek… srek….
Langkahnya terlihat begitu lemah dengan rambut teruarai acak-acakan. Pakaiannya lusuh, dan sebuah kantong kresek hitam yang besar ditenteng di tangannya. Nenek itu berjalan sambil tertawa dengan suara tawa yang aneh. Khe…khe..khe..
Yuni menelan ludah melihat pemandangan itu, namun ia tetap berjalan dan berusaha untuk bersikap biasa. Saat mereka bersebelahan, Yuni mencium aroma yang aneh dari nenek itu. Bau sangit.
Yuni menoleh dan melihat sesuatu menetes dari kantung kresek itu. Rasa penasaran dan curiganya pun muncul.
“Nek, itu…?”
Nenek itu terhenti. Ia menoleh dan seketika wajah yang sedari tadi tertawa kecil itu berubah menjadi marah. Ia meletakkan satu jarinya di mulutnya yang memerah karena sirih yang terus ia kunyah.
“Ssst.. Kamu nggak usah tahu, Nak..”
“Tapi sepertinya, nenek kesulitan membawa benda itu, apa mau saya bantu?” Tanya Yuni.
Nenek itu menyeringai dengan aneh dan memberikan kantung kresek itu kepada Yuni.
Yuni tak menyangka nenek itu akan menyerahkan begitu saja bungkusan itu. Ia pun menepati janjinya untuk membantu nenek itu.
“Memangnya rumah nenek di mana?”
“Setelah rel kereta ya, Nak..”
Yuni pun merasa cukup lega karena rel kereta tak jauh dari tempat mereka saat ini. Tak jauh dari posisi mereka ada sebuah celah rel kereta tanpa palang yang hanya dapat dilewati oleh sepeda motor dan pejalan kaki. Tapi, tepat saat Yuni melewati rel itu ,tiba-tiba sang nenek tidak ada di sebelahnya. Ia menoleh dan mendapati sang nenek masih berada di sisi satunya.
“Nek! Kenapa berhenti?”
Nenek itu hanya tersenyum. Saat itu suara klakson kereta terdengar begitu keras bersama cahaya lampu yang mendekat.
Nenek itu terus tersenyum sebelum akhirnya kereta melintas memisahkan mereka berdua.
Dari celah kereta Yuni samar-samar melihat keanehan. Pandangan samar melalui celah mengungkapkan gambaran mengerikan dari nenek itu yang sebelumnya terlihat normal, berubah menjadi wujud yang menyeramkan. Darah meresap di kulitnya yang koyak, dan wajahnya terkelupas seperti dedaunan kering yang diterpa angin. Bau sangit mulai tercium di sekitarnya.
Saat itu Yuni panik, ia sulit mengatur nafasnya. Ia ingin berlari menjauh dari nenek itu sebelum kereta itu selesai melintas dan harus berhadapan dengan nenek itu lagi.
Tapi kereta itu melesat dengan cepat dan sosok nenek itu tidak lagi ada di hadapannya. Yuni bingung. Ia tidak yakin dengan perasaan nya. Saat ini tanganya gemetar menyadari kantung kresek hitam itu masih ada di tangannya.
Ingatan akan wujud nenek itu membuatnya curiga sekaligus takut akan sesuatu yang ada di kantung kresek itu. Dengan tangannya yang gemetar, Ia pun mencoba membuka kantung kresek itu dan mulai merasakan bau yang aneh.
Benar saja, seketika ia merasa mual dan memuntahkan isi perutnya saat melihat isi bungkusan itu. ia melempar begitu saja bungkusan itu dan tiga buah kepala anak kecil menggelinding keluar dari bungkusan itu.
***
Spoiler for Part 1 - Nenek Terkutuk:
“Srrrkk…. Laporan langsung dari kompleks rumah susun pusat kota, garis polisi masih dibentangkan pasca ditemukannya tiga tubuh anak kecil di sebuah kamar yang ditemukan oleh penghuni rusun. Mereka melaporkan bau busuk dari salah satu rumah kepada pengelola hingga diputuskan untuk membuka rumah tersebut sacara paksa.
Naasnya, tubuh ketiga anak itu ditemukan.. tanpa kepala…”
Aku ingat sekali berita yang disiarkan dari radio itu. Sebuah berita tentang kematian tiga anak kecil secara tragis di sebuah rumah susun yang berlokasi tidak jauh dari tempatku tinggal. Mereka menemukan tiga tubuh anak kecil tanpa kepala dengan tiga nampan sesajen yang masing-masing nampanya terdapat kemenyan, kembang, dan kepala beberapa jenis binatang. Kepala anjing, kambing, dan ayam.
Berita itu terdengar beberapa hari setelah aku bertemu dengan seorang nenek yang membawa kantung kresek hitam berisi kepala ketiga anak itu. Entah apakah polisi menemukan kepala ketiga anak-anak itu atau tidak, aku enggan untuk mencari tahu dan berurusan dengan hal seperti itu lagi.
“Yuni! Mau berangkat kerja jam berapa?!” Teriak ibu mengingatkanku.
“Iya Bu!”
Aku menoleh ke arah jam di dinding dan mendapati jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Aku pun meninggalkan meja rias ku dan meninggalkan kamar.
“Yuni berangkat dulu ya, Bu..”
“Hati-hati! Bekalmu jangan lupa di bawa,”
“Iya, Bu..”
Aku mencium tangan ibu dan mengambil bekal makan siang yang sudah disiapkan ibu untuk kubawa ke kantor.
Dengan terburu-buru aku berjalan meninggalkan kompleks perumahan tempatku tinggal sambil beberapa kali menyapa tetanggaku yang beradu pandang denganku.
“Telat, Yun?” Sapa Bang Fajar tetanggaku.
“Mudah-mudahan enggak, bang..” Balasku singkat.
“Jangan buru-buru, yang penting selamat dulu…” Balasnya lagi
Jika aku sempat mengejar bis patas yang lewat di jam-jam ini, aku akan sampai dengan tenang di kantor. Tapi jika tidak, aku harus menunggu lima belas menit lagi dan artinya ini sudah keterlambatanku yang ketiga kali di bulan ini.
Dan benar saja, dari jauh aku melihat bis patas yang ingin kunaiki udah melintasi tikungan. Aku pun mempercepat langkahku untuk mengejarnya di halte. Tapi saat itu tanpa sengaja aku melihat sesuatu yang menarik perhatianku.
Seorang perempuan…
Ia berdiri di teras sebuah rumah yang selama ini aku tahu sudah lama tidak berpenghuni. Rumah yang cukup besar dengan sebagian bangunannya masih menggunakan kayu yang kokoh. Aku berpikir, apakah rumah itu akan mulai ditempati?
Ada beberapa anak kecil bermain di depan rumahnya. Ia memandangi anak-anak yang sedang bermain itu sambil tersenyum. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh dengan senyuman itu, dan wajahnya…
Tidak asing, wajah perempuan itu terasa tidak asing. Seketika aku teringat akan nenek yang membawa kantung kresek berwarna hitam itu. Namun belum sempat aku berpikir panjang, bis patas yang ingin kunaiki sudah berhenti di halte.
Aku pun berlari dan beruntung bisa menaiki bis patas itu sebelum terlambat. Namun dari balik jendela bis aku masih memandangi ke arah rumah yang sebelumnya tak berpenghuni itu. Aku belum pernah melihat wajah perempuan itu. Warga baru? Bisa saja. Tapi sekilas senyumnya mengingatkanku pada sosok nenek di malam itu.
…
Sudah berapa hari sejak aku melihat sosok perempuan di rumah tak berpenghuni itu. Walau terus mengganggu ingatanku, aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Walaupun terkadang aku berpikir, apakah menyapa nenek itu adalah sebuah kesalahan? Apakah karena perbuatan itu aku harus merasa paranoid seumur hidup?
Hampir setiap pulang lembur aku mengingat kejadian itu. Sekarang temanku hanyalah sebuah discman (pemutar cd portable) yang sengaja kubeli untuk menemani perjalananku, terutama saat pulang di malam hari.
Selama ini aku mencoba terus berpikiran positif dan melupakan kejadian itu. Tapi suatu ketika saat aku pulang lembur, aku melihat kejanggalan di rumah tak berpenghuni itu.
Seorang anak kecil…
Pintu rumah itu terbuka, ada seorang anak kecil. Wajahnya begitu pucat dengan baju yang robek.
Denis.. Aku ingat anak itu bernama Denis, anak dari tetanggaku yang tinggal beberapa gang dari rumahku.
“Denis? Ngapain kamu di rumah itu?” Tanyaku mendekat mencari tahu.
Dari jauh rumah itu terlihat gelap, namun dari pintu depan terlihat cahaya remang-remang seperti berasal dari api lilin atau benda sejenisnya.
“Denis?” Panggilku.
Apa yang dilakukan seorang anak kecil malam-malam di rumah itu? Seketika rasa penasaranku membuatku bergerak memasuki rumah itu.
“Denis! Ngapain kamu disini malem-malem?” teriakku. Tapi sama sekali tak ada jawaban.
Aku tak tahu harus mencari Denis kemana di rumah yang cukup luas dengan lorong yang bercabang dan kamar-kamar yang cukup banyak ini. Aku bahkan baru tahu bahwa rumah ini ternyata lebih besar dari yang terlihat dari luar.
“Denis?”
Samar-samar terlihat bayangan bergerak dari arah cahaya remang-remang yang sempat kulihat dari luar tadi.
Aku mempercepat langkahku ke sana, tapi aku mendengar suara yang aneh.
Tak… tak… tak…
Ada suara langkah kaki di belakangku. Aku merinding, dan bulu kudukku berdiri. Aku pun memunuskan untuk menoleh, tapi tidak ada siapapun di belakangku.
Tak… tak… tak…
Aku meneruskan langkahku, namun suara langkah itu kembali terdengar. Ia melangkah setiap aku melangkah, dan ia berhenti setiap aku berhenti.
Aku menelan ludah dan mulai menyadari bahwa suara itu bukan berasal seseorang yang berjalan di belakangku.
Suara itu berasal dari atas…
Sekali lagi aku menoleh, dan kali ini aku melihatnya! Aku melihatnya!
Itu adalah seorang anak kecil berwajah pucat dengan pakaian lusuhnya. Ia mengikutiku dengan berjalan di langit-langit lorong rumah itu!!!
“Se—setan!! Setan!!” Teriakku yang seketika terjatuh.
Saat itu aku secara spontan berlari menuju kamar dengan cahaya itu. Semoga ada orang di sana, dan setidaknya Denis ada di sana!
“Hihihihi….”
Suara anak kecil itu terdengar menggema. Namun dalam beberapa langkah aku berhasil mencapai kamar dengan cahaya remang-remang itu. Setengah pintunya tertutup, aku segera saja membukanya dan saat itu juga aku menyesal.
“Arrrggghhhh…”
Tepat saat aku membuka pintu itu, terlihat seorang nenek yang tengah menyembelih seorang anak wanita di lantai tegel tua kamar itu. Anak itu tak melawan, namun tubuhnya kejang-kejang menerima goresan pisau itu.
Nafasku menderu cepat. Aku ingin meneriakinya, namun saat menyadari wajah pelaku itu aku mengurunkan niatku. Wajah itu tidak terlihat seperti wajah manusia. Seperti wajah seorang nenek yang sangat tua seolah sudah berumur ratusan tahun, kulitnya sudah membusuk dan mengelupas, bau sangit tercium di ruangan ini. Aku pun menyadarinya, Itu nenek yang sama dengan yang meberikanku ketiga kepala anak kecil itu.
Mengetahui kedatanganku ia pun menoleh dengan wajah penuh amarah. Aku memandang ke seluruh kamar mencari keberadaan Denis. Namun alih-alih aku menemukan Denis, yang kulihat justru sosok makhluk berwujud wanita kurus jangkung yang tingginya hampir mencapai langit-langit rumah. Di dekatnya ada seorang anak laki-laki yang terbaring, namun itu bukan Denis.
Kuntilanak? Bukan.. Kuntilanak seharusnya tidak setinggi itu.
Aku tak menemukan apapun selain sesajen dengan kepala kambing tergeletak di lantai. Seketika itu juga aku memutuskan untuk meninggalkan kamar itu dengan menyeret langkah kakiku yang mulai lemas dengan pemandangan yang tak masuk akal di hadapanku.
Saat aku menoleh ke belakang, sosok kuntilanak jangkung itun sudah berdiri di ujung lorong. Sempat aku berpikir untuk memasuki salah satu kamar dan keluar melalui jendela, tapi sekali lagi aku tersentak.
Di kamar itu aku disambut dengan sekumpulan pocong anak kecil yang digantung di langit-langit kamar. Wajah mereka mengelupas, sebagian kafan mereka seperti terbakar. Entah mengapa aku tidak menyadari keberadaan pocong-pocong anak itu sebelumnya?
Beruntung pintu depan masih terbuka, Aku pun berteriak sambil terus berusaha berlari meninggalkan rumah itu.
“Tolong!! Tolong!! Ada pembunuhan!!” Teriakku. Namun aneh, suaraku tidak keluar dari mulutku. Entah ini karena aku terlalu panik? Ataukah ini juga merupakan salah satu dari ‘mereka’?
Beruntung aku akhirnya bisa mencapai pintu keluar, aku sempat terjatuh namun aku berusaha kembali berdiri meninggalkan rumah itu.
Sialnya, saat aku menoleh, nenek itu sudah berada di depan rumah tapi ia hanya meletakkan jarinya di depan bibirnya.
“Ssst…”
Suara kecil itu terdengar bersama raut wajahnya yang penuh amarah.
Sepertinya aku telah melihat sesuatu yang terlarang,
Sepertinya aku sudah mengusik sesuatu yang sangat jahat,
Dan rumah rumah itu.. sesuatu yang terkutuk tersembunyi disana.
***
Index :
Part 1 - Nenek Terkutuk
Part 2 - Teror 03.00
Part 3 - Rumah Ritual
Diubah oleh diosetta 08-02-2024 05:20
halloha dan 31 lainnya memberi reputasi
30
8K
Kutip
41
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan