banhung2017Avatar border
TS
banhung2017
Simalakama di Jalur Gaza
Sumber

Jakarta - Gaza kian membara. Sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Israel tak hentinya membombardir Jalur Gaza tanpa kira. Seperti kesetanan, bukan hanya pasukan Hamas saja yang menjadi sasaran operasi, namun warga sipil, rumah sakit, tempat ibadah, fasilitas umum yang menjadi kamp pengungsi pun menjadi objek serangan militer Israel. Terhitung hampir 5000 warga Palestina menjadi korban kebiadaban Israel. Sedangkan di pihak Israel, sekitar 1.400 orang kehilangan nyawa.

Dalam Hukum Humaniter Internasional dikenal istilah Indiscriminate Bombardment yang merujuk pada serangan tanpa pandang bulu dan itu ditempatkan sebagai suatu kejahatan perang. Israel tampak tengah menerapkan strategi ini dalam serangan brutalnya di Jalur Gaza.
Simalakama kini menghantui warga Gaza. Tak ada pilihan menguntungkan yang memihak mereka. Israel mendesak masyarakat Gaza untuk mengungsi ke wilayah selatan karena akan digelar serangan besar-besaran di Gaza bagian utara dengan dalih untuk menyerang infrastruktur Hamas. Satu sisi, jika bertahan di tempat tinggalnya, keselamatan nyawa mereka menjadi taruhan.

Di sisi lain, mereka khawatir jika wilayah itu mereka tinggalkan Israel bakal mencaploknya dan menghapus sama sekali Palestina dari peta dunia. Tragisnya, wilayah selatan yang menjadi jalur aman sebagaimana ultimatum Israel pun ternyata tak luput dari serangan. Ini artinya, sejak awal otoritas Israel memang tidak berniat memberikan pilihan kepada rakyat Gaza.

Indikasi penghapusan wilayah Palestina terlihat pula dari pidato Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Sidang Umum PBB pada 22 September lalu yang mempresentasikan peta "Timur Tengah Baru" dengan meniadakan Palestina. Tanpa pidato itu pun, serangan brutal terhadap warga Palestina selama ini telah menunjukkan tujuan Israel yang ingin membersihkan etnis Palestina dari Tanah Air mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Otoritas Israel mengklaim aksinya sebagai hukuman kolektif. Hilangnya nyawa warga Israel akibat serangan Hamas dijadikan sebagai alasan oleh penguasa untuk membenarkan genosida pada rakyat Palestina. Memakai jubah moral untuk tindakan yang menginjak moral itu sendiri. Petaka tidak hanya datang dari serangan militer semata. Tak lama setelah serangan 7 Oktober, secara membabi buta Israel memutus pasokan listrik, air, makanan, obat-obatan, hingga bahan bakar untuk warga Gaza.

Israel juga melakukan blokade total. Semua gerbang perbatasan ditutup. Tidak boleh ada aktivitas keluar masuk Gaza bahkan untuk kepentingan kemanusiaan. Suplai bantuan yang sangat terbatas hanya bisa disalurkan dari Mesir melalui gerbang Rafah. Akses ini baru diperoleh sekitar dua pekan pasca meletusnya perang. Itu pun setelah ada desakan internasional.

Israel selalu merasa paling menjadi korban yang terzalimi, tapi tutup mata bahwa serangan Hamas tidak lahir dari ruang hampa. Puluhan tahun mereka menjajah bangsa Palestina. Menjadikan Jalur Gaza sebagai penjara terbuka sekaligus terbesar di seantero dunia. Warga Gaza dikepung pembatasan baik di darat, laut, maupun udara.

Seluruh sisi darat dikelilingi tembok setinggi 6 meter yang dipenuhi kawat berduri disertai sejumlah pos keamanan di beberapa titik yang dijaga ketat pasukan Israel untuk membatasi mobilitas warga Gaza. Pagar pembatas itu dibangun sejak 1994 sepanjang 60 kilometer dan terus mengalami pemutakhiran. Israel melengkapinya dengan sistem keamanan yang ketat, seperti pemasangan sensor bawah tanah, radar, kamera dan menara pengawas, senapan mesin yang dikendalikan dari jauh, hingga tembok beton bawah tanah untuk mengantisipasi pejuang Hamas yang hendak menyusup lewat bawah tanah.

Wilayah perairan Gaza juga dikendalikan sepenuhnya oleh Israel. Mereka memberlakukan zona larangan sepanjang area laut Gaza dan hanya mengizinkan aktivitas di laut sejauh 15 mil. Israel tak akan segan menembak pelanggar garis perbatasan. Pintu gerbang udara bagi rakyat Gaza yang bernama The Yasser Arafat International Airport telah diluluhlantakkan oleh pasukan Israel sejak 2001. Praktis rakyat Gaza terkurung.

Marah dan Berduka

Kita sama-sama marah dan berduka atas nyawa-nyawa manusia yang hilang sia-sia baik itu korban dari pihak Palestina maupun Israel akibat aksi saling serang ini. Kekerasan memang bukan jalan arif untuk mencapai perdamaian. Bukan pula jalan yang disenangi kemanusiaan. Tanpa bermaksud memaklumi kekerasan, namun siapa kiranya yang tidak muak terus-menerus ditindas, dicengkeram derita, dirampas haknya, ditinggal sejumlah Arab lain yang dulu berjanji membantu kemerdekaan mereka?

Alih-alih dipandang sebagai perjuangan atas kolonialisme Israel, perlawanan dan resistensi Palestina justru dinilai sebagai aksi terorisme oleh kebanyakan negara Barat seperti Amerika, Inggris, Jerman, Prancis, demikian pula Italia. Negara-negara besar yang konon pendukung HAM itu tak pernah mengutuk kebiadaban Israel atas Palestina. Membangun narasi bahwa Palestina tak berhak membela diri.

Jalan buntu simalakama yang dihadapi bangsa Palestina tidak akan kunjung menemukan celah harapan jika tatanan internasional, dalam hal ini Dewan Keamanan (DK) PBB, tidak menindak tegas kepongahan dan sikap sewenang-wenang Israel atas Palestina. Sikap sesuka hati itu tentu tak lepas dari dukungan negara-negara besar. PBB tampak tak bertenaga mengatasi konflik menyejarah ini.

Setumpuk aksi pelanggaran Israel terhadap Hukum Humaniter Internasional, terhadap resolusi DK PBB, pelanggaran atas berbagai perjanjian dan konvensi, atas aturan-aturan perang, seolah dibiarkan begitu saja. Israel nyaris tak pernah dituntut dan diadili di meja hijau pengadilan internasional. Selain itu, sistem hak veto dalam DK PBB perlu direformasi karena tak jarang dimanfaatkan negara-negara berkuasa untuk kepentingan mereka yang berseberangan dengan tujuan perdamaian dunia dan justru melanggengkan peperangan itu sendiri.

Kemanusiaan dan perdamaian dunia harus dijadikan supremasi serta ruh dalam formula sistem hukum internasional, termasuk dalam mengambil kebijakan bagi dua bangsa ini. Untuk jangka pendek, gencatan senjata harus disegerakan guna mengedepankan jeda kemanusiaan. Bangsa Palestina terancam musnah di atas tanahnya sendiri. Israel telah secara fatal mencedai mereka.

Karen Amstrong dalam bukunya Yerusalem: Satu Kota Tiga Agama mengungkapkan dengan jernih bahwa apapun niat awal kedatangan bangsa Yahudi ke Palestina, sungguh tragis apabila (trauma) beban derita pembuangan, peminggiran, pemusnahan itu kini ditimpakan Israel ke pundak bangsa Palestina. Sebagaimana diketahui, sepanjang sejarah bangsa Yahudi berulang kali ditindas, diusir, bahkan dibantai secara sistematis.

Agama kebencian tak akan berhasil dan tidak bakal bertahan lama. Kekejaman hanya akan mereplikasi kekejaman serupa bahkan lebih. Perdamaian adalah jalur tunggal yang akan memutus lingkaran setan tersebut yang mesti diupayakan seluruh pihak demi martabat kemanusiaan.

Dalam kerangka monoteistik—yang merupakan sumber ajaran Yahudi, Kristen, dan Islam—memandang suatu kota, wilayah, atau bangunan sebagai tujuan final agama adalah suatu pemberhalaan. Menunjukkan keringnya kesalehan dan dislokasi spiritual. Umat Abraham sesungguhnya adalah mereka yang mengedepankan welas asih serta kemanusiaan, bukan simbolisme semata. Setiap orang harus berkorban dan harus berkompromi demi kepentingan perdamaian.

Khalilatul 'Azizah kolumnis di Islamramah.co


Bold atas edan, israel yg di bante duluan sama hamas, malah israel yg biadad
Bold bawah lah itu yahudi di bantai secara sistematis...

Jadi detik dukung mana nih?
nicky123
rubah007
rubah007 dan nicky123 memberi reputasi
2
912
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan