Sumber Gambar

Pada zaman kini, konten menjadi salah satu hal yang cukup dibutuhkan oleh banyak orang sebagai sumber hiburan. Dengan adanya konten, kita bisa mendapatkan banyak hal mulai dari informasi baru, edukasi hingga pengetahuan. Banyak sekali konten yang bisa kita nikmati dalam berbagai bentuk mulai dari video hingga audio.

Semua konten-konten itu sendiri bisa kita nikmati di berbagai platform sosial media hingga aplikasi berbayar. Ketergantungan masyarakat terhadap konten membuat banyak orang kini memanfaatkan momen ini untuk meraup keuntungan. Dengan membuat konten-konten dan mulai mencari uang melalui berbagai platform tersebut.

Sebut saja platform seperti YouTube dan TikTok yang jelas memberikan keuntungan bagi para kreatornya. Para pembuatn konten bisa terkenal dan mulai dilirik banyak orang. Brand-brand dengan kepentingan promosi pun bisa datang dan membayar kita untuk mempromosikan produk mereka. Atau mereka bisa saja membuka konten premium berbayar.


Sumber Gambar

Banyaknya orang yang ingin menjadi konten kreator membuat persaingan menjadi ketat. Orang dari berbagai latar belakang akhirnya datang dan berbondong-bondong membuat konten versi mereka sendiri. Sehingga banyak jenis-jenis konten yang bersaing di internet dan berusaha menarik sebanyak mungkin penikmatnya.

Bahkan apapun mereka lakukan demi menarik banyak orang. Salah satunya dengan membuat konten prank. Di mana konten ini berfokus pada mengerjai orang baik yang dikenal dan dikenal. Belakangan ini, sempat muncul prank-prank berkonsep penculikan yang kebanyakan menyasar anak kecil. Konten ini kerap berslewiran di TikTok dan Youtube.

Tapi apakah konten seperti ini sah-sah saja? Tentu sah saja, tapi bagaimana dengan dampaknya? Ini yang harus dipertanyakan. Biasanya yang TS temui adalah konten prank culik yang pembuatnya berakting seperti hendak menculik anak untuk dijual kepalanya atau untuk dibunuh. Namanya anak kecil, saat mendengar itu sudah pasti langsung lari terbirit-birit kan.


Sumber Gambar

Yang jadi masalah hal ini bisa memicu trust issue pada anak yang membuatnya menjadi merasa tidak aman pada saat berhadapan dengan orang. Ia juga bisa menjadi trauma akibat hal seperti ini dan malah takut untuk keluar rumah lagi. Sebagian orang juga menyebut bahwa prank seperti ini dapat membuat anak menjadi stres setelahnya.

Kalau pun dia tahu ini hanya prank, maka bagaimana jika bertemu dengan penculik yang asli? Nantinya bisa saja mereka juga mengira sedang di-prank. Padahal itu penculik beneran. Inilah yang seharusnya menjaid kekhawatiran sebagian orang. Karena bisa saja memicu kerugian pada orang yang terdampak tanpa pernah kita sadari.

Ada juga yang berpendapat bahwa prank seperti ini dapat mengedukasi anak dan membuatnya belajar untuk lebih waspada. Supaya lebih berhati-hati dengan orang sekitar. Sehingga dengan pengalaman seperti ini, ke depannya anak akan lebih tahu dengan orang-orang mencurigakan di sekitarnya. Ada dua pendapat terkait prank ini dan jika dipikir, keduanya pun tidak ada salahnya.


Sumber Gambar

Mungkin prank ini juga bisa membuat anak menjadi lebih waspada, di sisi lain ada juga yang membuat anak tersebut menjadi trauma, lalu ada lagi anak yang malah mengira penculikan hanya prank. Setiap anak tentu bisa saja menanggapi hal ini dengan cara berbeda. Mereka menafsirkannya berbeda dan akhirnya tidak semuanya bisa disamakan.

Jadi akan ada berbagai reaksi berbeda dari masing-masing anak terkait prank ini yang tidak kita ketahui. Jadi lebih baik jangan dilakukan karena kita tidak bisa memastikan apa dampaknya bagi anak.



Jadi gimana menurut kalian, prank ini mengedukasi atau merugikan?

Sumber: Link Referensi 1, Link Referensi 2
Tulisan dan Narasi Pribadi