albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
Perilaku Suka Nyinyir, Apakah Wajar?
Perilaku Suka Nyinyir, Apakah Wajar ?

Hari-hari ini dengan adanya perkembangan dunia digital yang semakin pesat, masalah hidup juga seakan semakin banyak. Hal ini karena batas pergaulan masyarakat menjadi semakin lebar, jarak dan waktu seakan tak lagi menjadi masalah yang harus dirisaukan.

Perkembangan media sosial yang sangat masif dewasa ini, juga mengubah perilaku sosial masyarakat menjadi sangat individual dan terkesan abai terhadap norma dan nilai-nilai sosial yang selama ini dianggap sebagai batasan etika yang "haram" untuk di lewati.

Percakapan-percakapan di media sosial yang seakan tak pernah ada habisnya, bahkan melintasi ruang dan waktu. Tak ada lagi hal yang dianggap wajar atau tidak wajar. Batas antara hal privat dan publik menjadi samar dan tak menentu.

Tak jarang, beberapa orang malah menggunakan ranah kehidupan privatnya untuk di konsumsi publik. Bahkan percakapan yang harusnya dilakukan di dalam kamar tertutup pun sudahpun diumbar juga di ruang publik. Alhasil, beragam reaksi sebagai bentuk tanggapan dari netizen pun berseliweran, sebanding dengan jumlah postingan yang mereka konsumsi. Bahkan, tak jarang tanggapan-tanggapan tersebut sudah diluar batas kewajaran dan terkesan melecehkan. Satu sisi hal tersebut adalah pelanggaran etika, namun di sisi lain itu juga adalah konsekuensi atau akibat yang harus di terima. Terlebih bagi mereka yang berlabel publik figur.

Sebagai orang yang menjadi pusat perhatian, sudah barang tentu mereka yang berlabel influencer atau pegiat media sosial bakal tidak akan pernah luput dari incaran netizen. Meski kesan yang didapat terkadang berimbang dari sisi negatif maupun positifnya, terkadang ada juga yang bahkan menjadi bahan olok-olokan dan itu menjadi kenikmatan tersendiri bagi sebagian orang.

Prilaku nyinyir sebagai contoh. Kebanyakan masyarakat kita adalah orang dengan karakter "senang melihat orang susah, susah melihat orang senang". Perilaku tersebut berimplikasi pada perlakuan mereka terhadap sesama. Stigmatisasi dan judgment seolah menjadi tren untuk menentukan kebenaran terhadap informasi. Kebenaran orang banyak dan berulang-ulang dianggap sebagai kebenaran yang sesungguhnya tanpa peduli dan berusaha mengecek hal tersebut berdasarkan data dan fakta yang terverifikasi keabsahannya.

Jadi, apakah ini adalah kebiasaan baik atau buruk, kembali lagi kepada masyarakat kita. Batas kewajaran dan etika memang sepatutnya dijadikan pedoman agar pada akhirnya tak ada hal yang benar-benar bebas untuk dilakukan atau diikuti.
gramediapubl701
penikmatbucin
penikmatbucin dan gramediapubl701 memberi reputasi
8
1.6K
32
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan