saokudaAvatar border
TS
saokuda
Tilep Dana Hibah Gereja , Hilangnya Rasa Kemanusiaan Oknum Politisi


Tilep dana hibah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Dusun Belungai, Desa Semuntai, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, senilai Rp229 juta, membuat miris.

Penyalahgunaan Dana Hibah Pemerintah Kabupaten Sintang Tahun Anggaran 2018, membuktikan hilangnya rasa kemanusiaan seseorang.Hilangnya rasa empati antar-sesama tanpa membeda-bedakan.

Hilangnya semangat kebersamaan dalam menghadapi problem kebangsaan.Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Dr Mashyudi, SH, MH, mengumumkan terhitung Senin, 4 Oktober 2021, empat tersangka resmi ditahan.

Pertama, Pendeta Jandar Malau sebagai Pengurus Gereja Pantekosta (Gpdi) Jemaat Eben Hazer di Dusun Belungai, Desa Semuntai, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang selaku pemohon hibah.

Kedua, Sedi Malau sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Kabupaten Sintang.

Ketiga, Terry Ibrahim sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem).Terry Ibrahim tersangkut ketika masih sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sintang dari Partai Nasdem hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2014.Hasil Pemilu 2019, Terry Ibrahim terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat dari Partai Nasdem.

Keempat, Tuah Mangasih sebagai Anggota DPRD Kabupaten Sintang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di DPRD Kabupaten Sintang.Ziarah rohani ke IsraelMasyhudi, mengatakan, awal mula dugaan korupsi ini ketika Pemerintah Kabupaten Sintang menyalurkan dana hibah sebesar Rp299 juta pada 26 Februari 2018.

Dana dicairkan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD) Kabupaten Sintang sebanyak dua kali tahap, tanpa didukung dokumen proposal dan perencanaan.Pada tahap pertama, tepatnya 27 April 2018, dana hibah dikirim ke rekening pribadi Pendeta Jandar Malau Rp239 juta. Sementara tahap kedua pada 13 Juli 2018 kembali dikirim Rp59,800 juta ke rekening pengurus.Duit hibah Rp219.150.000 pada pengiriman tahap pertama tersebut justru diserahkan Jandar Malau kepada Sedi Malau.

Oleh Sedi Malau uang itu dibagi-bagi kepada Terry Ibrahim Rp100 juta dan Tuah Mangasih Rp19,800 juta.“Uang Rp100 juta tersebut digunakan Terry Ibrahim untuk memberangkatkan 5 orang Pendeta ziarah rohani ke Yerusalem, Israel tahun 2018, dan Rp19,800 juta kepada Tuah Mangasih sebagai fee komitmen antara Jandar Malau, Sedi Malu dan Tuah Mangasih,” jelas Masyhudi.

Sisanya dana hibah Rp121,881 juta dikuasai Sedi Malau, dan Pendeta Jandar Malau dengan besaran masing-masing Rp99,350 juta dan Jandar Malau sebesar Rp22,531 juta.Sedi Malau merupakan kakak kandung Pendeta Jandar Malau.Masyhudi mengatakan, dana yang murni untuk pembangunan gereja hanya sebesar Rp57,318 juta. Dikatakan Masyhudi, korupsi empat tersangka ini mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp241,681 juta berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Kalimantan Barat pada September 2021.Atas perbuatan Terry Ibrahim, Tuah Mangasih, Sedi Malau dan Jandar Malau, penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, pasal 2 Ayat Ayat 1 dan Pasal 3 juntco Pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Tilep Dana Hibah Gereja dari Pemerintah Daerah, kasus pertama kali terungkap ke permukaan di Provinsi Kalimantan Barat.Tidak menutup kemungkinan di wilayah lain di Provinsi Kalimantan Barat, segera terungkap.Korupsi merupakan problem serius. Karena itu, Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia, mengatakan, di tengah problem yang menerjang bangsa ada tiga hal yang harus dilakukan manusia.

Pertama, yaitu manusia harus bisa memimpin diri sendiri agar beradab, mengelola pikiran agar selalu bersih dan positif.Kedua, kedekatan dengan Sang Pencipta.Ketiga, bisa menahan hasrat memperkaya diri melalui jalan pintas seperti korupsi dan mempertahankan kekuasaan melalui cara kotor dan tidak bermoral.Indonesia merupakan negara majemuk dengan beragam suku, ras, agama, dan budaya. Seorang warga negara wajib memiliki jiwa nasionalisme dengan melihat segala perbedaan melalui dimensi ketuhanan dan kemanusiaan.Puncak dari kematangan rasa kemanusiaan seseorang ialah ketika sadar pada derajat kemanusiaan.

Seseorang melihat sesama manusia dari dimensi kemanusiaannya, bukan dimensi yang lain. Jelas dalam pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.Semua landasan kegiatan dalam konteks kemanusiaan harus disadari kesadaran Tuhan Yang Maha Tinggi.Kebangsaan adalah suatu hal yang sangat penting. Namun jiwa nasionalisme seseorang bukanlah segalanya apalagi tidak tidak disertai oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.Sejatinya dalam agama apapun selalu mengajarkan tentang kebaikan.

Agama itu dimensinya banyak, tergantung kita melihat dari sudut apa. Pada prinsipnya semua agama mengajarkan hal yang sama yaitu kebaikan.Apa yang terjadi di di Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, membuktikan sikap keberagamaan kita, sudah mengesampingkan rasa kemanusiaan.Dana Aspirasi DPRDItulah sebabnya Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, sekarang fokus menyasar seluruh Dana Aspirasi anggota DPRD Kaupaten Sintang hasil Pemilu 2014 dan 2019.

Di Kabupaten Sintang sendiri, baik DPRD hasil Pemilu 2014 dan 2019, Ketua DPRD tiap tahun anggaran mengelola Dana Aspirasi Rp16 miliar dan dua Wakil Ketua DPRD mengelola Dana Aspirasi masing-masing Rp8 miliar.Penyalahgunaan Dana Aspirasi bagi GPdi di Dusun Belungai, hanya sebagai pintu masuk. Karena pada dasarnya akan menelusuri Dana Aspirasi Terry Ibrahim sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sintang hasil Pemilu 2014 yang dipatok Rp8 miliar tiap tahun anggaran, serta satu wakil ketua lainnya.

Kemudian Ketua DPRD Kabupaten Sintang, hasil Pemilu 2014 senilai Rp16 miliar tiap tahun anggaran.Penelusuran menyeluruh terhadap distribusi Dana Aspirasi DPRD Kabupaten Sintang hasil Pemilu 2014 dan 2019 telah dilakukan, dan pasti akan ada pihak lain yang terlibat dan segera masuk hotel prodeo.Jembatan Ketungau IIKejaksaan Tinggi Kalimantan Barat menambahkan, terus melakukan penelusuran terhadap indikasi penyalahgunaan pembangunan Jembatan Ketungai II sejak tahun 2017 – 2021 yang menelan dana Rp27 miliar.

Anggaran sudah disiapkan Rp22 miliar, dibagi menjadi dua, yaitu pembangunan atas Rp19 miliar dan Rp3 miliar pelengkap jembatan. Sehingga total pembangunan Jembatan Ketungau II senilai Rp27 miliar.Pembangunan Jembatan Ketungau II dilaksanakan dua tahap. Untuk tahap pertama Tahun Anggaran 2017, dianggarkan dana Rp5 miliar.

Dana itu untuk pembangunan bawah, yaitu pembangunan satu tiang pancang dan dua abutment dari sisi bibir sungai, masing-masing dengan panjang kurang lebih 120 meter.Pembangunan tahap kedua, target penyelesaian jembatan Tahun Anggaran 2019. Tapi sampai sampai Tahun Anggaran 2021, kondisi pembangunan Jembatan Ketungai II masih mangkrak, seiring dilakukan penyelidikan dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat sejak tahun 2020.Jembatan Ketungau ll membuka akses jalur darat penghubung antara 13 desa, dengan 16 desa yang ada di wilayah Ketungau Tengah.Jembatan Ketungau II juga penghubung arus lalu lintas dari daerah lain, seperti Badau, Balai Karangan (Kabupaten Sanggau), Senaning (Kabupaten Sintang, Jagoi Babang (Kabupaten Bengkayang), Aruk Sajingan (Kabupaten Sambas), yang ingin melalui wilayah Ketungau Tengah.

Konflik antar politisiBagi masyarakat yang paham akan situasi politik lokal di Kabupaten Sintang, kasus tilep Dana Hibah Gereja Tahun Anggaran 2018, tidak lebih dari rentetan konflik internal antar oknum politisi.Hilangnya rasa kemanusiaan dan tanggungjawab moral antar politisi di Kabupaten Sintang, sudah terlihat dalam 15 tahun terakhir, yaitu sebelum pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2000, 2015 dan 2020.Di kalangan politisi Kristen, saling sikut, hanya lantaran berlainan gereja.

Di kalangan Gereja Katolik tidak kalah mirisnya, karena dikenal dengan Faksi Katedral.Faksi Katedral di Kota Sintang pernah disindir Drs Laurentius Herman Kadir (kini almarhum), ketika menjabat Wakil Gubernur Kalimantan Barat periode 14 Januari 2003 – 14 Januari 2008.Ini sangat memalukan dan tidak layak dijadikan contoh bagi masyarakat generasi penerus di Provinsi Kalimantan Barat.Bahkan massa akar rumput oknum politisi di Kabupaten Sintang saling lapor satu sama lain jauh sebelum pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2000.

Terungkapnya tilep Dana Hibah Gereja GPdI di Dusun Belungai, karena sebelumnya ada laporan terhadap hal serupa atas indikasi penyalahgunaan dana hibah Gereja dari Pemerintah Kabupaten Sintang di tempat lain di Kabupaten Sintang.Bahkan salah satu oknum mantan Bupati Sintang, pernah dilaporkan ke Direktorat Reserse Umum Polisi Daerah Kalimantan Barat, atas dugaan melakukan hate speech selama kampanye Pemilihan Kepala Daerah serentak, September – Desember 2020 di Kabupaten Sintang.

Karena oknum mantan Bupati Sintang itu ketakutan sendiri, ribut sendiri, bagaikan kera kena belacan, akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga laporan di Polisi Daerah Kalimantan Barat diputuskan dicabut.Ini, implikasi dari konflik politik antar sesama politisi yang berlainan Gereja, dengan memanfaatkan massa akar rumput yang gampang tersulut. *

https://www.suarapemredkalbar.com/re...upaten-sintang

Apa tidak takut dilaknat tuhan..
loungerkaskus
adamyvon
phyu.03
phyu.03 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
6.2K
59
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan