Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

daltiAvatar border
TS
dalti
Rahasia Tersembunyi Dibalik Nama COVID-19


📚 RAHASIA TERSEMBUNYI DIBALIK NAMA COVID-19

Oleh: Syansanata Ra
(Yeddi Aprian Syakh al-Athas)

A’uudzubillaahiminasysyaithaanirrajiim,
Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Dilansir dari CGTN (China Global Television Network) pada 12 Februari 2020, Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengumumkan nama resmi Virus Corona dari sebelumnya 2019-nCoV (Novel Corona Virus) menjadi COVID-19.

https://m.detik.com/news/internasion...orona-covid-19

Tedros menjelaskan bahwa COVID-19 adalah singkatan dari CO yang artinya “Corona”, VI yang artinya “Virus”, dan D yang artinya “Disease” (penyakit). Sementara, angka 19 mewakili tahun dimana Virus Corona ditemukan pertama kali di Wuhan, China pada tahun 2019. Tedros mengatakan bahwa pemilihan nama tersebut dilakukan untuk menghindari stigma negatif yang merujuk pada nama wilayah atau kelompok tertentu.

#Poinpentingnya:
“Tapi tahukah Anda bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dibalik pemilihan nama singkatan COVID-19 ini?”

Jika pemilihan nama COVID-19 dilakukan oleh WHO semata-mata hanya untuk alasan penyederhanaan nama untuk sebuah penyakit yang baru, tapi toh nyatanya upaya WHO ini justru malah menciptakan kebingungan publik ketika sebuah organisasi yang terpisah, CSG (Coronavirus Study Group) dari International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) juga mengumumkan nama resmi Virus Corona dengan nama SARS-CoV-2 yang merupakan singkatan dari “Severe Acute Respiratory Syndrome related Corona Virus 2” pada hari yang sama dimana WHO mengumumkan nama resmi COVID-19 pada 12 Februari 2020.

https://amp.kompas.com/sains/read/20...engan-covid-19

Dalam laporan yang dimuat di bioRxiv, CSG (Coronavirus Study Group) memutuskan nama SARS-CoV-2 karena virus ini ditemukan sebagai varian dari Virus Corona yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada tahun 2002-2003 yang lalu.

#Pertanyaannya:
Jika hanya untuk alasan penyederhanaan nama, mengapa WHO tidak menamainya dengan nama SARS-2 atau SARS-19 yang terlihat lebih simpel dan bahkan lebih familiar mengingat banyak publik yang sudah mengenal nama SARS sebelumnya.

Atau jika masih ingin menggunakan nama yang baru, mengapa WHO tidak menamainya dengan nama COVI-19 atau COV-19 yang jauh lebih simpel dibanding nama COVID-19.

Mengapa penamaannya harus ditambahkan dengan huruf “D” yang merupakan singkatan dari kata “Disease” dimana kita tahu bahwa dalam riwayat penamaan Virus-Virus Corona sebelumnya semisal SARS ataupun MERS tidak ada satu pun yang ditambahkan dengan kata “Disease”.

#Renungannya:
Pernahkah Anda berpikir sejauh itu?
Lalu tidakkah Anda tergelitik untuk mencari tahu mengapa dan ada apa dibalik itu semua?

Saya yakin pasti akan ada sebagian orang yang akan langsung mengatakan, “lagi-lagi teori konspirasi”.
Label “teori konspirasi” memang banyak dipakai orang untuk menghina upaya-upaya membongkar sebuah kejahatan global yang masif dan sistemik. Padahal sebenarnya “konspirasi” itu memang biasa terjadi. Bahkan Anda, keluarga Anda dan seluruh manusia yang ada saat ini pun bisa hidup di muka bumi ini karena hasil dari “konspirasi” Iblis kepada Adam as dan Hawa bukan. Jadi janganlah suka nyinyir tanpa sebab terhadap hal-hal yang berbau “teori konspirasi” jika keberadaan Anda sendiri di muka bumi ini juga merupakan hasil dari sebuah “konspirasi”.

Tapi, teori konspirasi ini pun tidak sama jenisnya. Minimal ada dua jenis kelompok pengguna teori konspirasi. Yang PERTAMA, adalah kelompok ngawur, yang menggunakan teori konspirasi tanpa landasan argumen yang kuat dan hanya bersandar pada halusinasi semata. Sedangkan yang KEDUA, adalah kelompok yang bisa berpikir kritis, yang menggunakan teori ini dengan dukungan argumentasi yang kuat, fakta yang akurat, data yang ilmiah, pendapat para ahli, dan data sejarah dari sumber-sumber yang valid untuk selanjutnya dilakukan analisis dan kemudian disimpulkan.

Teori konspirasi terkait “COVID-19 terindikasi dibuat oleh AS” misalnya, sebagian besarnya justru didasarkan pada seabrek data ilmiah. Makanya biasanya tulisan-tulisan tersebut tidak menggunakan gaya bahasa ala kelompok pertama (yang main tuduh membabi-buta), tapi hanya sebatas memaparkan indikasi.

Misalnya, tulisan ini didasarkan pada sebuah artikel yang ditulis oleh Sanya Mansoor yang diposting melalui laman website Timedotcom pada 11 Februari 2020 dengan judul “What’s in a Name? Why WHO ‘s Formal Name for The New Coronavirus Disease Matters” dimana dalam artikel tersebut, Sanya Mansoor, mempertanyakan mengapa WHO justru menetapkan nama resmi COVID-19 untuk New Coronavirus Wuhan, sementara para ahli virologi China dari Wuhan sebagai tempat pertama kali virus itu berasal justru telah mengusulkan nama virus itu sebelumnya dengan nama SARS-CoV-2 yang merupakan singkatan dari “Severe Acute Respiratory Syndrome related Corona Virus 2”.

https://time.com/5782284/who-name-co...irus-covid-19/

Artikel dari Sanya Mansoor ini rupanya ikut menggelitik rasa penasaran Zaria Gorvett tentang penamaan COVID-19 yang kemudian ditulisnya dalam sebuah artikel berjudul “The Tricky Politics of Naming The New Corona Virus” yang dipostingnya melalui laman website BBCdotcom pada 17 Februari 2020.

https://www.bbc.com › future › articleThe tricky politics of naming the new coronavirus - BBC Future

Nah sama halnya dengan Sanya Mansoor dan Zaria Gorvett, maka saya pun kemudian ikut tergelitik dengan “sesuatu” yang sepertinya sengaja disembunyikan dibalik nama COVID-19 ini.

Jika diperhatikan dengan seksama, rupanya penamaan COVID-19 ini menggunakan Sistem Penomoran Romawi yang memakai huruf Latin untuk melambangkan angka numerik.

Contohnya:
* Huruf I untuk angka satu (unus).
* Huruf V untuk angka lima (quinque).
* Huruf X untuk angka sepuluh (decem).
* Huruf L untuk angka lima puluh (quinquaginta).
* Huruf C untuk angka seratus (centum).
* Huruf D untuk angka lima ratus (quingenti).
* Huruf M untuk angka seribu (mille).

Nah dari sini, kemudian akhirnya kita menjadi paham mengapa WHO harus menambahkan huruf “D” yang merupakan singkatan “Disease” ke dalam nama resmi New Coronavirus Wuhan sementara untuk penamaan Virus-Virus Corona sebelumnya semisal SARS dan MERS justru tidak ada penambahan huruf “D” atau “Disease” sama sekali.

#Perhatikan:
COVID-19 dalam Sistem Penomoran Romawi akan dimaknai sbb:
* Huruf C untuk angka seratus.
* Huruf O dimaknai sebagai angka nol (karena Sistem Penomoran Romawi tidak mengenal angka nol).
* Huruf V untuk angka lima.
* Huruf I untuk angka satu.
* Huruf D untuk angka lima ratus.

Sehingga kata COVID jika dimaknai sebagai numerik (angka), maka akan menjadi sbb:
* Huruf C = 100.
* Huruf O = 0.
* Huruf V = 5.
* Huruf I = 1.
* Huruf D = 500.
COVID = 100+0+5+1+500 = 606.

Dan dengan menambahkan bilangan “19” setelah kata COVID menjadi COVID-19, maka dalam Sistem Penomoran Romawi, angka 19 ini akan ditulis sbb:
* Angka 1 = Huruf I.
* Angka 9 = Huruf IX.

Sehingga penulisan kata COVID-19 ke dalam Numerisasi Romawi akan menjadi sbb:

COVID-19 >>> COVID-IIX.

#Pertanyaannya:
Mengapa harus ditulis sebagai IIX?

#Jawab:
IIX disini maknanya adalah “satu-sembilan” dan bukan “sembilan belas”, karena sembilan belas dalam Penomoran Romawi akan ditulis sebagai XIX dan ketika digabungkan dengan kata COVID, maka numerisasi yang dihasilkan pun akan menjadi berbeda.

#BerikutPerbedaannya:

Jika COVID-19 dibaca sebagai COVID-IIX (baca: COVID-satu sembilan), maka numerisasi Romawinya akan menjadi sbb:

* Huruf C = 100.
* Huruf O = 0.
* Huruf V = 5.
* Huruf I = 1.
* Huruf D = 500.
* Huruf I = 1.
* Huruf IX = 9.

COVID-IIX = 100+0+5+1+500+1+9 = 616.

Sedangkan jika COVID-19 dibaca sebagai COVID-XIX (baca: COVID-sembilan belas), maka numerisasi Romawinya akan menjadi sbb:

* Huruf C = 100.
* Huruf O = 0.
* Huruf V = 5.
* Huruf I = 1.
* Huruf D = 500.
* Huruf X = 10
* Huruf IX = 9.

COVID-XIX = 100+0+5+1+500+10+9 = 625.

Nah inilah rahasia tersembunyi dibalik penamaan COVID-19 yang merupakan SAROR (pengalihan simbol/makna) untuk bilangan “616”.

Jika seandainya WHO tidak menambahkan huruf “D” yang bermakna “Disease” ke dalam nama COVID-19 maka numerisasi Romawi yang dihasilkan tidak akan berjumlah “616” melainkan hanya berjumlah 116 saja karena huruf D dalam Abjad Romawi mewakili angka 500.

#Pertanyaannya:
“Ada rahasia apa dibalik bilangan 616?”

#Jawab:
Bagi Anda para penggiat dan penikmat Eskatologi, yakni ilmu yang berkaitan dengan akhir zaman, sudah barang tentu Anda akan familiar dengan bilangan "666" (triple six) bukan?

Nah untuk mengetahui rahasia dari bilangan "616", maka kita akan mundur sedikit untuk menengok balik sejarah yang melatarbelakangi bilangan "666" ini.

Dikutip dari artikel pada laman website versesofuniverse.blogspot.com, disebutkan bahwa bilangan 666 adalah “the number of the Beast” (bilangan binatang) yang berasal dari Al-Kitab Perjanjian Baru, yakni tepatnya Bagian Revelation 13:18 yang menyatakan:

“Let him who has understanding calculate the number of the beast, for it is a human number. Its number is 666.“
( Revelation 13:18 )

Terjemahan:
“Barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya adalah enam ratus enam puluh enam.”
( Wahyu 13:18 )

Namun tahukah Anda bahwa Al-Kitab Perjanjian Baru itu aslinya tidak ditulis dalam Bahasa Inggris, melainkan dalam Bahasa Yunani. Dalam manuskrip aslinya, yang masih berbahasa Yunani, bilangan 666 ini dituliskan dalam tiga huruf, karena Bahasa Yunani tidak memiliki simbol untuk menuliskan angka/bilangan. Jadi mereka menggunakan huruf sebagai pengganti bilangan.

Sehingga bilangan 666 jika dituliskan dalam Abjad Yunani seharusnya adalah χξς. Demikian juga ketika Anda ingin menuliskan nama seseorang yang bernama BUDI dalam Bahasa Yunani, maka akan ditulis sebagai βυδι yang dibaca sebagai beta = 2, upsilon = 400, delta = 4, dan iota = 10. Jadi nama βυδι ini setara dengan bilangan 2 + 400 + 4 + 10 = 416.

Jadi dalam Al-Kitab Perjanjian Baru bagian Revelation 13:18 (Bab Wahyu 13:18) diatas, maksudnya adalah bahwa ada seorang yang sangat jahat sekali, yang namanya jika dihitung jumlahnya adalah 666. Artinya bilangan 666 ini terkait dengan sebuah nama. Dan dalam Bahasa Yunani, hal seperti ini disebut Isosephy dan dalam Bahasa Ibrani disebut Gematria.

Tapi ada sedikit kejanggalan disini. Meskipun bahasa yang digunakan dalam manuskrip asli Al-Kitab Perjanjian Baru adalah Bahasa Yunani, namun nama yang dimaksud dengan bilangan 666 itu ternyata bukanlah Abjad Yunani, melainkan dalam Abjad Ibrani. Ya, kita mengetahui bahwa penulis Kitab Wahyu ini adalah Yohannes dari Patmos, yang menuliskan kitab ini di masa umat Kristen disiksa dan dikejar-kejar karena kepercayaan mereka oleh kekaisaran Romawi pada awal abad ke 2 Masehi. Yohannes ini adalah seorang yahudi yang tinggal di Yunani, sehingga ia menulis dengan Bahasa Yunani tetapi dalam berpikir membuat angka dari abjad, ia tetap memakai cara Yahudi yaitu dengan menggunakan Abjad Ibrani.

Nah karena Kitab Wahyu ditulis pada masa ditindasnya umat kristiani oleh kekaisaran Romawi, maka tentulah yang dimaksud oleh Yohannes dengan bilangan 666 ini merujuk kepada Kaisar Romawi, yaitu Kaisar NERO yang merupakan Kaisar ke-5 yang memerintah Romawi pada tahun 54-68 Masehi. Nama aslinya adalah Lucius Domitua Ahenobarbus. Ketika diadopsi oleh Kaisar Claudius (Kaisar ke-4 Romawi), namanya berubah menjadi NERO Claudius Caesar Augustus Germanicus. Dan versi Bahasa Yunani untuk nama dan gelar Kaisar NERO ini kemudian dialihaksarakan ke dalam Abjad Ibrani menjadi: נרון קסר (NRON QSR - Nun, Resh, Vav, Nun, Qaf, Samekh, Resh, dibaca: "Nerōn Kaisar").

Sedangkan versi Bahasa Latin untuk nama dan gelar Kaisar NERO tidak menyertakan huruf Nun (נ) kedua sebagaimana tulisan aslinya dalam Bahasa Yunani, sehingga jika ditransliterasi ke dalam Abjad Ibrani, menjadi: נרו קסר (NRO QSR - Nun, Resh, Vav, Qaf, Samekh, Resh, dibaca: “Nerō Kaisar"), dan penulisan ini hanya menghasilkan bilangan gematria sebesar 616 dan bukan 666.

Dan hal ini berkesesuaian dengan hasil analisa James Austin Bastow pada abad ke-19 Masehi yang menyimpulkan bahwa bilangan "666" mempunyai kaitan simbolik dengan Kaisar Romawi, Nero, dimana nama Yunaninya jika dialihaksarakan ke dalam Bahasa Ibrani mempunyai nilai gematria "666", sedangkan nama Latinnya jika dialihaksarakan ke dalam Bahasa Ibrani mempunyai nilai gematria "616". James Austin Bastow juga menyatakan bahwa dalam Kitab Wahyu "tanda binatang" itu digunakan untuk mengidentifikasi para pengikutnya yang setia.

Sejak saat itulah semakin banyak pakar yang meyakini bahwa Kaisar NERO adalah binatang pertama yang dimaksud oleh Kitab Wahyu 13:18. Penafsiran ini didukung dengan enumerasi (perhitungan nilai dari suatu huruf) nama dan gelarnya yakni NERON CAESAR menjadi "bilangan binatang" yakni "616" (dalam Bahasa Latin yang dialihaksarakan ke dalam Bahasa Ibrani) atau "666" (dalam Bahasa Yunani yang dialihaksarakan ke dalam Bahasa Ibrani).

Terlebih hal ini didukung dengan penemuan sejumlah manuskrip Alkitab berbahasa Yunani lainnya yang memuat Kitab Wahyu, seperti misalnya penemuan naskah Codex Ephraemi Rescriptus yang berusia lebih dari 1600 tahun pada tahun 1929 Masehi, naskah aslinya tersimpan di Bibliothèque Nationale de France, Paris, dengan nomor indeks C-04 (Uncial 04), yang kemudian disusul dengan penemuan naskah Papirus P115 (P. Oxy. 4499), yang berasal dari tahun 300-an Masehi di situs Oxyrhynchus, Mesir pada tahun 2005 Masehi, naskah aslinya tersimpan di Ashmolean Museum di Oxford University, Inggris, memuat sebagian Kitab Wahyu dalam volume ke-66 seri Papirus Oxyrhynchus.

Kedua naskah ini sama-sama menyebutkan kalimat ἑξακόσιοι δέκα ἕξ - hexakosioi deka hex (terjemahan harfiahnya: “enam-ratus sepuluh enam”, maknanya sama dengan "enam ratus enam belas") yang menunjukkan bahwa bilangan binatang itu aslinya adalah “616” dan bukan “666”.

Jadi jelaslah bahwa ternyata angka “666” hanyalah pengkodean yang dimaksud untuk menyamarkan atau menyembunyikan nama manusia jahat yang dimaksud oleh sang penulis Kitab Wahyu, yakni Yohannes dari Patmos. Karena tentu saja sang penulis tidak akan berani secara gamblang menuliskan bahwa Kaisar NERO yang berkuasa saat itu adalah manusia yang paling jahat dan buas.

Dalam legenda “Nero Redivivus” diyakini bahwa Kaisar NERO akan hidup kembali, dan keyakinan ini diwarisi secara turun temurun dan kemudian dituangkan dalam bentuk catatan yang berbunyi:

“Setelah Kaisar NERO bunuh diri pada tahun 68 Masehi, maka meluaslah suatu kepercayaan, khususnya di provinsi-provinsi timur, bahwa ia tidak mati dan suatu saat akan kembali. Para astrolog istana waktu itu telah meramalkan kejatuhan Kaisar NERO, tetapi juga meramalkan bahwa Kaisar NERO akan mendapatkan kekuasaan di timur. Paling sedikit ada tiga orang menyatakan klaim palsu sebagai Nero Redivivus (Nero yang bangkit dari kematian).”

Nah, dari legenda “NERO REDIVIVUS” inilah kemudian bilangan “616” ataupun “666” selalu dikaitkan dengan orang-orang yang jahat yang digelari “ANTI-KRISTUS” yang akan terus ada pada setiap generasi terlebih menjelang akhir zaman.

Dalam Al-Kitab Perjanjian Baru Septuaginta disebutkan sbb:

“Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar (akan) seorang “ANTI-KHRISTOI" (ANTI-KRISTUS) yang akan datang, (dan) sekarang telah bangkit banyak “ANTI-KHRISTOI" (ANTI-KRISTUS). Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir (akhir zaman)"
( Al-Kitab Perjanjian Baru, 1 Yohanes 2:18 )

_______
Kembali kepada bahasan kita tentang Rahasia Bilangan "616" dan kaitannya dengan penamaan COVID-19.

Nah sampai disini akhirnya kita menjadi paham bahwa ternyata bilangan “666” itu hanyalah pengalihkodean yang sengaja dilakukan oleh sang penulis Kitab Wahyu, Yohannes dari Patmos, untuk menyamarkan atau menyembunyikan bilangan "616" yang merujuk kepada nama manusia jahat yang paling jahat, dimana pada saat Kitab Wahyu ditulis, bilangan "616" ini sesungguhnya merujuk kepada sosok Kaisar NERO (Kaisar ke-5 Romawi), yang setelah kematiannya kemudian diyakini sebagai legenda “NERO REDIVIVUS” atau "Kaisar NERO yang akan terus ada dari zaman ke zaman".

Kemudian terkait bilangan "616" dan "666", saya pribadi berpendapat bahwa kedua bilangan ini merujuk kepada sosok yang berbeda, dan sekaligus merujuk kepada aspek yang berbeda.

#Alasannya:
Kedua bilangan ini (616 dan 666) justru keduanya merupakan bilangan yang berpasangan, yang dalam istilah fisika dianalogkan seperti cahaya yang memiliki sifat bipolar, yakni bersifat sebagai “partikel” yang memiliki massa dan sekaligus bersifat sebagai “gelombang” yang sama sekali tidak memiliki massa. Keduanya saling bertentangan namun saling menyeimbangkan satu sama lainnya.

#Perhatikan:
Jika setiap bilangan dari bilangan "616" kita jumlahkan, maka hasilnya adalah sbb:

616 = 6+1+6 = 13.

Dan jika setiap bilangan dari bilangan "666" kita jumlahkan, maka hasilnya adalah sbb:

666 = 6+6+6 = 18.

Dan hasil penjumlahan kedua bilangan ini (yakni 13 dan 18) adalah bilangan yang berpasangan sebagai nomor pasal dan nomor ayat dalam Kitab Wahyu sebagai bilangan "13:18".

“Barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya adalah enam ratus sepuluh enam (atau enam ratus enam puluh enam)."
( Al-Kitab Perjanjian Baru, Bab Wahyu 13:18 )

Dan kedua bilangan ini (yakni 13 dan 18) juga dapat dimaknai sebagai transformasi "NERO REDIVIVUS" atau NERO yang bertransformasi.

Dari 13 >>> Menjadi 18.
Dari 616 >>> Menjadi 666.

Dari sosok NRO QSR (dibaca: "NERO KAISAR") yang namanya tersusun dari huruf-huruf "Nun, Resh, Vav, Qaf, Samekh, Resh" yang memiliki nilai gematria sbb:

* Huruf Nun = 50.
* Huruf Resh = 200.
* Huruf Vav = 6.
* Huruf Qaf = 100.
* Huruf Samekh = 60.
* Huruf Resh = 200.

NERO KAISAR = 50+200+6+100+60+200 = 616.

Kemudian bertransformasi menjadi sosok "ANTI-KHRISTOI" (ANTI-KRISTUS).

#Pertanyaannya:
Siapakah gerangan sosok "ANTI-KHRISTOI" (ANTI-KRISTUS) ini?

#Perhatikan:
Nabi Yohanes dalam 1 Yohanes 2:19 mengatakan bahwa "MEREKA BERASAL DARI ANTARA KITA" dan yang dimaksud dengan MEREKA disini merujuk kepada Sang "ANTI-KHRISTOI" (ANTI-KRISTUS), sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa ANTI-KHRISTOI (ANTI-KRISTUS) adalah sosok yang berasal dari “ORANG KRISTEN”. Jadi kalau ada orang non kristen dituduh sebagai ANTI-KRISTUS, maka jelas itu tuduhan yang ngawur dan tidak berdasar.

Kemudian Nabi Daniel mengatakan bahwa "ANTI-KHRISTOI" (ANTI-KRISTUS) itu akan memerintah sebagai seorang “RAJA” (Daniel 9:27, Daniel 11:31 dan Daniel 12:11).

Disamping itu, Nabi Yohanes juga menyebut ANTI-KHRISTOI (ANTI-KRISTUS) sebagai “BINATANG” (Wahyu 13:1).

Dan dalam Wahyu 13:18 disebutkan bahwa bilangan BINATANG itu adalah “BILANGAN SEORANG MANUSIA”, dan bilangannya adalah “ENAM RATUS ENAM PULUH ENAM.”

Sehingga dari pernyataan Nabi Daniel dan Nabi Yohanes ini memberikan kita petunjuk bahwa Sang ANTI-KHRISTOI (ANTI-KRISTUS) adalah orang KRISTEN dengan atribut BILANGAN "666" dan memerintah seperti “RAJA”.

Lalu siapakah gerangan yang memenuhi persyaratan ini ???

Saya menduga jika Sang ANTI-KHRISTOI (ANTI-KRISTUS) ini adalah Sang PAUS, dimana padanya melekat 3 buah atribut "RAJA" yakni berupa: MAHKOTA, METERAI dan GELAR.

Mari kita teliti semua ATRIBUT ini...

ambarawan
introvertpsycho
sebelahblog
sebelahblog dan 7 lainnya memberi reputasi
-2
1.9K
36
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan