Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

gilang.gumgumAvatar border
TS
gilang.gumgum
Tan Malaka: Kalau Bertemu Tuhan, Saya akan Mengaku Islam


Tanggal 21 Februari 1949, 70 tahun yang lalu, Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka ditembak mati oleh prajurit rendahan di Jawa Timur.  Selama puluhan tahun, makamnya tidak diketahui keberadaannya, sampai akhirnya  ditemukan pada 2007 di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur.  Ia adalah sosok misterius sekaligus kontroversial dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Pada periode akhir masa kolonial dan awal kemerdekaan, Tan Malaka mempunyai kontribusi besar hingga dijuluki Bapak Republik. Ironisnya, meskipun  berstatus pahlawan nasional, ia nyaris tidak dikenal dalam sejarah Indonesia. Karena alasan politik,  karena segala informasi mengenai dirinya, diberangus oleh pemerintah.

BACA JUGA : Tan Malaka: Kalau Bertemu Tuhan Saya akan Mengaku Islam (II)

Harry Poeze, sejarawan Belanda yang intens meneliti Tan Malaka dalam setengah abad terakhir, mengenang awal persentuhannya dengan pria asal Nagari Pandan Gadang ini. Bermula saat menyusun skripsi di Jurusan Ilmu Politik Universitas Amsterdam, Belanda. Ia mengumpulkan orang-orang yang melawan pemerintah Belanda. Dari hasil penelusuran itu, ia menemukan nama Tan Malaka yang digambarkan sebagai sosok yang misterius dan berkiprah dalam gerakan bawah tanah.


BACA JUGA : Aktifis Bawah Tanah Militan, Pelawan Rezim Soeharto

Penemuan inilah yang menjadi pintu masuk bagi Poeze untuk menyelami sosok Tan Malaka sampai saat ini. Melalui arsip, foto, buku, dan wawancara, serta melakukan observasi langsung ke Indonesia, Poeze tak hanya berhasil mengungkap kemisteriusan dan kontroversi figur Bapak Republik, tetapi memperlihatkan kontribusi penting sosok yang satu ini bagi Indonesia.

“Ia adalah seorang politikus ulung dan contoh seorang pemimpin yang tanpa pamrih memperjuangkan cita-citanya. Dia seorang revolusioner sejati yang mengorbankan hidupnya untuk melawan penindasan, berjuang melawan imperialisme Belanda,” kata Poeze ketika menerima law-justice.co di penginapannya di kawasan Senen, akhir tahun lalu.

Poeze mengisahkan, pilihan Tan Malaka itu membuatnya hampir tak pernah memiliki kehidupan pribadi. Sebagai seorang aktivis bawah tanah, ia hanya mempunyai satu stel pakaian, tongkat, topi dan buku tulis.

BACA JUGA: 
Buka-Bukaan Mochtar Riady di media Jepang


Ia juga tak pernah menjalin relasi yang intens dengan orang lain dan keluarga, bahkan tak pernah menikah walaupun memiliki pacar di bebagai negara. Alasannya, hubungan semacam itu menyulitkannya ketika harus meloloskan diri dari para pemburunya.

Dalam sumber-sumber disebutkan bahwa dia punya pacar di Belanda, Filipina, dan Indonesia.  Tan Malaka tidak pernah menikah, karena dia bilang untuk seorang revolusioner tidak mungkin berkimpoi karena dia selalu harus siap sedia untuk meloloskan diri. Kalau ada keluarga atau hubungan perkimpoian itu hanya akan jadi penghalang, tutur Poeze.



Simak tulisannya di artikel Tan Malaka
0
2.8K
23
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan