n4z1.v8Avatar border
TS
n4z1.v8
Cerita Haru di Balik Ayah Gantikan Proses Wisuda Putrinya Meninggal Terserang Typus

Bukhari Gantikan Wisuda Anaknya. ©2019 Merdeka.com

Merdeka.com - Hari Rabu (28/2) kemarin harusnya begitu membahagiakan untuk Rina Muharrami. Di hari itu, mahasiswi program Studi (Prodi) Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, bersama ratusan teman-temannya lainnya menjalani prosesi wisuda.

Namun takdir berkata lain. Tiga belas hari jelang wisuda, Rina meninggal dunia. Senyum semringah dengan toga tak sempat diabadikan.

Dikutip dari situs uin.ar-raniry.ac.id, Kamis (28/2), wisuda kemarin adalah gelombang kedua diadakan pihak kampus. Suasana gedung tempat digelarnya wisuda dipenuhi wajah-wajah bahagia para mahasiswa.

Satu persatu nama dipanggil pembawa acara agar naik ke atas panggung. Sampai tibalah giliran Rina. Dari ruang tunggu, seorang pria paruh baya muncul. Mengenakan kemeja abu-abu dipadu celana dan peci hitam.

Dia adalah Bukhari, ayah Rina. Dengan tegar dan berbesar hati melangkahkan kaki ke hadapan rektor dan dekan. Kedua tangannya menerima ijazah Rina, tanda keberhasilan putrinya menjadi seorang sarjana.

Satu bulan lalu, Rina baru saja menyelesaikan sidang skripsinya pada 24 Januari. Sejak itu pula, kesehatan Rina beberapa kali terganggu. Bermula dari demam hingga divonis mengidap tifus dan telah menyerang bagian saraf.

"Meninggal karena sakit tifus, cuma sudah parah. Kata dokter pas malam terakhir, atau pas besoknya dia meninggal, saya jenguk dan saya tanya hasil pemeriksaannya sama ayah almarhumah. Ternyata tifus sudah tahap paling tinggi, sampai kena saraf," kata Nisaul Khaira, sahabat dekat almarhumah sejak semester lima.

Sakit itu sudah dirasakan sejak sebulan lalu. Bahkan Rina sempat koma dan dirawat di ICU Rumah Sakit Meuraxa, Kabupaten Aceh Besar.

"Sebenarnya demamnya sudah sebulan gitu, naik turun sudah berobat ke mana-mana. Cuma mulai drop lebih kurang 4 hari dan koma di ICU Meuraxa sampai dia meninggal," katanya.

Rina meninggal dunia pada 5 Februari lalu jelang subuh pukul 04.15 Wib. "Allah lebih sayang Rina," ucapnya lirih.

Rina adalah putri pertama dari Bukhari dan Nurbayani. 16 Mei mendatang, usianya genap 23 tahun.

Rina mahasiswa berprestasi, IPK 3,51

Di mata teman-temannya, Rina pribadi yang baik dan berprestasi. Dia juga mahir berbahasa Jepang. Selama kuliah, dia menerima beasiswa Bidikmisi. Ketekunannya belajar membuat Rina mendapat indeks prestasi komulatif 3.51.

"Anaknya aktif, baik, pintar. Bahasa Jepang nya juga bagus," kata Ketua Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Muzakir.

Sebelum meninggal dunia, almarhumah Rina sudah menyelesaikan seluruh syarat untuk wisuda pada semester ini.

"Seluruhnya sudah diselesaikan, namun sebelum yudisium, Rina sudah duluan dipanggil oleh Allah, sehingga dia tidak sempat mengikuti proses yudisium," ujarnya.

Pihak prodi kemudian berinisiatif mengundang ayah Rina untuk tetap hadir pada saat hari wisuda.

"Kami menyematkan bentuk penghargaan untuk perjuangan ayahnya terhadap Rina, dan juga terhadap perjuangan Rina sendiri, dan tepat hari ini, ayah kandungnya langsung yang hadir untuk mengambil ijazah tersebut," jelasnya.
(mdk/lia)
merdeka.com
********************

Ada yang pergi, tak ada yang pernah kembali.
Disini, seorang ayah berduka saat wisuda, dirinya menggantikan anaknya yang telah tiada. Sementara disana, seorang anak berduka karena ayahnya telah tiada saat dirinya diwisuda.

Wisuda.
Sebagian orang yang mungkin kecewa karena pendidikannya, menganggap bahwa momen itu adalah seremonial belaka. Bagi mereka yang terpenting adalah jejeran digit rekeningnya, bukan gelar semata untuk menjalani hidup.

Namun bagi sebagian orang, wisuda adalah momen terpenting dalam hidup, sebab kehidupan manusia salah satunya diukur dari kesuksesannya menuntut ilmu dialam fana ini. Pendidikan adalah kewajiban tiap manusia yang telah dikaruniai otak dan akal pikiran. Itulah yang membedakan antara manusia dengan hewan.

Bagi gw sendiri sebagai seorang ayah, doa gw yang utama saat ini, sebelum kelak dipanggil Allah adalah :

Menjaga iman mereka yang gw titipkan sejak lahir dengan Adzan ditelinga kanan mereka, dan dewasa dengan aqidah lurus tanpa harus menganggap mereka manusia tanpa cela karena agama mereka, agar mereka tak berlaku sebagai Tuhan yang berhak mengadili aqidah orang lain yang seiman dan yang tak seiman.

Bisa melihat momen wisuda anak-anak gw agar mereka bisa melihat kebahagiaan dimata ibunya yang telah melahirkan mereka dengan bertaruh nyawa.

Bisa melihat momen pernikahan mereka dengan menjadi Wali nikah, menghantarkan mereka menempuh kehidupan lain yang lebih berat.

Setelah itu, maka gw siap kapanpun dipanggil Allah untuk mempertanggungjawabkan seluruh kehidupan gw di dunia ini kelak dihadapan-Nya, didepan Pengadilan-Nya.

----
Merasa pintar, itu manusiawi.
Tapi berusaha biar kelihatan pintar, itu kebodohan yang hakiki.

Bagi sebagian orang, kebodohan adalah sebagian dari iman. Dan kepandiran adalah sebagian dari takdir. Makanya mereka senang dan sukacita menjalankan keimanan dan takdirnya itu di sosial media.

----
Selamat ya Pak Bukhari.
Pastinya dia disana tersenyum melihat Bapak berdiri didepan Rektor dan para Dosen. Itulah buah dari kehidupan baik yang telah bapak tanam terhadap anak bapak.


32
6.9K
67
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan