esportsnesiaAvatar border
TS
esportsnesia
Mengamati Bagaimana Cara Liga Sekunder Esports Berjalan


Ketika liga besar seperti Overwatch League (OWL), North America League of Legends Championship Series (NA LCS), dan baru-baru ini, League of Legends European Championship (LEC) mengembangkan sayapnya; mereka tidak hanya melambungkan liga utamanya sendiri.

Sebaliknya, mereka turut membawa serta liga sekunder resmi yang justru digunakan untuk menyokong liga utama. Konsep liga sekunder ini tidaklah eksklusif hanya ada di pertandingan esports, tetapi juga ada di liga olahraga tradisional untuk menemukan atlet berbakat di generasi yang akan datang.



Liga sekunder juga memiliki sisi hiburannya tersendiri, terutama dengan adanya liga regional yang menangani audiens lokal. Banyak yang beranggapan bahwa kehadiran liga sekunder ini membuka pintu peluang bisnis yang potensial, khususnya dalam hal sponsor.

Di tulisan ini kita akan sama-sama mempelajari bagaimana cara kerja liga sekunder di Overwatch dan League of Legends, serta potensi keuntungan yang bisa didapat.

League of Legends

Di Amerika Utara, NA Academy League adalah liga pengembangan yang menampilkan 10 tim dari NA LCS, termasuk Cloud9, 100 Thieves, dan Team SoloMid. Academy League ini berjalan bersamaan dengan pertandingan NA LCS, yang ditayangkan di Twitch setelah streaming NA LCS. Namun, ada beberapa pertandingan Academy League yang tidak disiarkan.

NA Academy League adalah penerus dari Challengers League sebelumnya, namun dengan fokus yang berbeda. Challengers League dirancang untuk membantu mendorong tim baru masuk ke dalam LCS.



Sedangkan Academy League dibangun untuk membantu tim profesional mengembangkan kemampuan atlet mereka yang belum memiliki jam terbang tinggi agar bisa turut berpartisipasi di dalam LCS, atau direkrut oleh tim lainnya.

Sejauh ini, NA Academy League telah berjalan selama 2 periode, yaitu Spring 2018 dan Summer 2018. Setiap musimnya menyediakan hadiah total sebesar $25K.

League of Legends European Championship (LEC) saat ini tidak memiliki Academy League sendiri, dan LEC baru saja berpindah ke model waralaba (seperti NA LCS) untuk musim berikutnya yang dimulai pada bulan Januari 2019.

Overwatch

Overwatch Contenders adalah liga sekunder yang resmi berada di bawah naungan Overwatch League (OWL), dan saat ini sudah tersebar di 7 wilayah: Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Korea, Tiongkok, Asia Pasifik, dan Australia.

Setiap wilayah memiliki 12 tim, dan mereka bermain di musim pendek yang sebagian besar berada di luar jadwal Overwatch League. Setiap wilayah memiliki babak playoff-nya sendiri. Pemenang dari Contenders akan ditentukan pada saat pertandingan final.



Menurut Esports Earnings, hingga saat ini Overwatch Contenders telah memberikan total hadiah uang sebesar lebih dari $2,4 juta. Hingga sekarang, 12 dari 84 tim Contenders adalah tim “Academy” yang terhubung ke organisasi OWL yang berbasis franchise. Contohnya adalah London Spitfire yang memiliki tim Academy British Hurricane.

Tim Academy lainnya adalah Gen. G Esports, yang merupakan tim Academy dari Seoul Dynasty; Uprising Academy, tim Academy dari Boston Uprising; dan XL2 Academy dari New York Excelsior.

Beberapa tim peserta Contenders lainnya yang ada berasal dari organisasi esports di luar OWL, dan ada juga yang sepenuhnya independen.

Peluang bisnis

Meskipun liga sekunder tidak memiliki visibilitas yang dimiliki liga utama, mereka tetap memiliki potensi untuk menjadi liga yang berharga dan menguntungkan.

Jika diparalelkan dengan olahraga tradisional, liga sepak bola atau bola basket yang diadakan di kampus bisa sebagai sistem sekunder dari NFL dan NBA. Pertandingan liga dalam kampus juga bisa menguntungkan dan tentunya menghibur para penontonnya. Dimana ada massa yang terhibur, di sana juga terdapat ruang bagi sponsor untuk melibatkan dirinya.



Melalui Overwatch Contenders, pendekatan liga regional juga memberikan peluang potensial untuk sponsor lokal. Ada potensi bagi tim untuk menumbuhkan nilai dari atribut regionalnya dan menarik sponsor yang lebih kecil atau sponsor lokal.

Jika seandainya liga sekunder ini terus berkembang dan mampu membangun fanbase yang kuat, tentunya hal ini akan menjadi peluang baru.

Menjalankan liga sekunder juga memberi pihak penyelenggaranya sebuah kesempatan untuk bisa mendapatkan sponsor tambahan. Sebagai contoh, NBA G League yang merupakan liga sekunder dari NBA, sebelumnya dikenal dengan D-League (Development League).

Setelah sukses mendapatkan perhatian dari pihak sponsor brand minuman olahraga Gatorade, NBA D-League pun berganti nama menjadi NBA G League.

Liga sekunder juga memberikan ruang bagi para organisasi esports yang berpartisipasi untuk membangun konten dengan alur cerita seputar perjalanan karir pemain muda mereka.

Salah satu contoh dari pembangunan konten ini adalah seri YouTube “What’s not Given” yang berfokus pada tim LoL Academy.



Seri ini meliput perjalanan para pemain Academy yang sedang berkembang dan maju. Investasi jerih payah yang dilakukan Academy ini akan terbayarkan suatu saat nanti ketika para pemainnya berhasil dipromosikan ke skuad utama dan mendapat sorotan yang lebih.

Meskipun saat ini sistem liga sekunder di esports masih belum begitu mainstream, begitu juga dengan model franchise; perkembangan esports di berbagai belahan di dunia pada akhirnya akan mengadopsi sistem ini, mengingat pertumbuhan esports yang sangat pesat.

Sumber : esportsnesia.com
4
3K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan