Quote:
tirto.id - Jakarta mendapat sorotan dari Setara Institute. Provinsi yang kini dipimpin Anies Baswedan itu masuk dalam 3 daftar kota intoleran di Indonesia.
Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan Jakarta memiliki skor buruk dari hasil studi terhadap 94 kota. Pada studi ini, ada empat variabel yang diukur yakni: regulasi pemerintah kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial, dan demografi agama.
Dari hasil studi tersebut, Halili mengatakan, pelanggaran kekerasan antarumat beragama cukup tinggi ditemukan di Jakarta dari November 2017-Oktober 2018. Tak hanya itu, Halili menyebut, ruang masyarakat toleran menyampaikan aspirasi pun sangat minim.
“Yang sering terjadi di Jakarta adalah ekspresi kelompok intoleran yang merepresentasikan gagasan mayoritarianisme, tetapi tidak dibarengi ketersediaan ruang untuk minoritas,” kata Halili kepada reporter Tirto, Sabtu (8/12/2018).
Selain itu, pemerintah DKI Jakarta di era Anies Baswedan dianggap membiarkan intoleransi dengan tidak merespon cepat setiap ujaran intoleran.
Ini dianggap berbeda dengan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Rahmat dinilai Setara Institute sebagai pemimpin yang berani membela minoritas. Salah satu contohnya penolakan Rahmat mencabut izin pendirian gereja Santa Clara.
“Anies tidak meniru di situ. Jadi pernyataan publiknya Gubernur Jakarta, tidak kelihatan,” kata Halili.
Intoleransi di Jakarta sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari Pilkada 2017. Dalam pantauan Setara Institutee, intoleransi ini meningkat sejak akhir 2016 hingga 2017 lalu dengan permainan politik identitas.
Efek politik identitas dan intoleransi tersebut disebut Halili tidak direspon Anies dengan segera. Ini tampak dengan leluasanya kelompok intoleran menyampaikan ekspresi di depan publik.
“Persekusi oleh kelompok pembela habib Rizieq misalnya, apakah ada pernyataan keras dari gubernur? Kan tidak pernah. Ujaran kebencian di masjid, apakah ada statement tegas dari seorang pemimpin tertinggi Jakarta?” kata Halili mencontohkan.
Tanggapan Anies
Soal temuan Setara Institutee ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku dirinya ingin membaca hasil survei itu terlebih dahulu. Pada saat yang sama, Anies juga meminta Setara terbuka soal metode survei.
“Saya menganjurkan kepada Setara untuk mengumumkan daftar pertanyaannya kepada publik, quesionernya. seluruh quesionernya,” kata Anies saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu sore.
Anies juga mengundang ahli statistik dan ahli riset ilmu sosial me-review instrumen yang digunakan dalam riset Setara Institute. “Untuk memastikan validitas, realibilitas dalam instrumen itu, valid,” kata Anies.
Permintaan ini disampaikan Anies karena dirinya khawatir ada pertanyaan titipan dalam survei itu. Meski begitu, Anies mengatakan bukan berarti hasil survei tidak sesuai dengan realita.
Ia hanya ingin mengukur kesahihan survei tersebut. Apabila survei tersebut benar, mantan Mendikbud itu akan mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah intoleransi tersebut.
“Kalau alat ukurnya benar kebijakan yang dilakukan terapinya benar juga. Tapi kalau alat ukurnya tidak benar nanti langkah kami jadi salah juga,” kata Anies.
Memang Belum Ada Perbaikan
Permintaan Anies agar Setara Institute membuka data, dianggap peneliti Human Right Watch Andreas Harsono sebagai permintaan biasa. Andreas menilai semangat penelitian Setara Institute adalah memotret intoleransi sebagai masalah besar di Indonesia.
Intoleransi di DKI Jakarta, kata Andreas, bukan satu hal yang perlu diperdebatkan lagi. “Kasus Ahok sudah jelas sekali,” kata Andreas kepada reporter Tirto.
Yang jadi permasalahan saat ini juga bukan lagi soal naik turunnya intoleransi, melainkan bagaimana mempreteli intoleransi yang sudah ditanamkan di Jakarta maupun kota lain.
Ini perlu dilakukan karena sejauh ini belum ada upaya untuk memulihkan toleransi. “Saya lihat belum ada kota di Indonesia yang melakukan upaya pemulihan,” kata Andreas.
Terkait solusi yang akan dipikirkan Anies dengan mengukur validitas survei Setara, Andreas menyebut, Anies hanya perlu keberanian moral.
“Dengan minta maaf terhadap Ahok maupun orang-orang yang mendukung Ahok dan mengatakan bahwa itu [kampanye pilkada 2017] sesuatu yang salah,” kata Andreas.
“Kalau dia berani melakukan, saya kira itu langkah yang besar sekali untuk memulihkan toleransi di Jakarta,” kata Andreas menegaskan.
SUMBER
minta maaf?
mustahil banget
minta maaf setelah dengan SENGAJA melakukan suatu kesalahan dengan SANGAT SADAR
itu membutuhkan keberanian yang sangat besar
hal yang TIDAK AKAN di lakukan oleh orang yang
mengganti nama suatu program yang sudah berjalan dengan baik karena MALU dengan bayang bayang kesuksesan orang terdahulu
-beda dengan kasus ahok yg minta maaf walau ga salah karena orang indon yang otaknya ke tutup oleh agama sampai kata "PAKAI" ga mau dipahami ataupun di mengerti
-begitu juga prabowo yang walau SENGAJA menyebarkan berita ratna, tapi KATANYA dia tidak tahu itu adalah kebohongan
sedangkan kasus pilkada adalah kesengajaan dan mengetahuinya dengan jelas + di eksekusi
saat ini indonesia terutama pulau jawa
adalah bom waktu
tinggal menunggu momen yang tepat untuk menjadi suriah
intoleransi yang tinggi disertai kekerasan dengan hukum yang lemah merupakan upaya provokasi untuk mencari "kesempatan chaos" secara besar besaran
apakah ada cara menghindari next suriah di indonesia?
ada walau mustahil
berharap presiden? siapa? prabowo?
yang ngomong larang impor? tapi kudanya dari mana?
antek aseng? tapi siapa yang ke singapore jelekin negara sendiri? siapa yang hadiri ultah negara china?
yang sebut jangan diskriminasi ahok karena agama dan etnis tionghoanya? tapi sebelum ahok di penjara, kubu mana yang paling sering laporkan ahok ke pengadilan walau hanya perkara receh?
lalu siapa? jokowi? saya ga tau apa akan ada perubahan pada dirinya setelah 2 periode
tapi 1 periode ini jelas keliatan dia ntah ketakutan ataupun membiarkan intoleransi yang terus terjadi
lalu siapa yang bisa menghindarinya?
ya siapa lagi klo bukan mayoritas yang KATANYA moderat?
tapi beranikah mereka bertindak?
beranikah mereka bergerak?
beranikah mereka lebih mementingkan SUATU TINDAKAN daripada KATANYA?
yang KATANYA kami akan bergerak klo negara dalam bahaya?
jika negara sudah bahaya dan sudah jadi suriah
itupun jika ANDA MASIH HIDUP
tindakan yang bisa anda lakukan adalah
NGEMIS untuk diterima oleh negara lain
HANYA ITU
Quote:
intoleransi yang masif adalah bom waktu, yang akan meledak jika mendapatkan momennya
bom pasti akan meledak jika tidak ada yang berani untuk menjinakkannya