aryasyarif82Avatar border
TS
aryasyarif82
Siapa Bilang jadi Atlet eSports Gampang?

eSports Asian Games 2018 (foto: Waspada Online)


Di antara sekian banyak cabang olahraga Asian Games 2018, eSports terbilang baru. Orang awam mungkin juga tidak begitu ngeh dengan cabang olahraga satu itu, walau sebenarnya sederhana. Pernah melihat remaja mengamati layar smartphone-nya berjam-jam, memainkan mobile games, seakan-akan tidak bisa diganggu gugat? Nah, pemandangan seperti itu identik dengan eSports. Di Asian Games 2018, eSports masuk cabang olahraga ekshibisi. Pesertanya memang memperebutkan medali, tapi mereka tak dihitung sebagai kontingen pemenang. 

Sama seperti cabang olahraga lain, pemain eSports adalah gamers profesional. Karir mereka sepenuhnya dihabiskan untuk bermain gim, baik dalam platform konsol, komputer/laptop, maupun mobile games. Ketika bertanding dalam sebuah kompetisi, lusinan atlet electronic sports(eSports) berkumpul di sebuah arena besar. Di sana masing-masing pemain dalam tim atlet menghadap sebuah layar gadget yang menjalankan sebuah gim. Biasanya mereka bermain sebagai tim, bukan individual.

Suasana ketika eSports berlangsung biasanya sangat ramai, apalagi bila yang bertanding adalah atlet terkenal. Para penggemar dan penonton akan berkumpul demi melihat atlet kesayangan mereka bertanding. Kalau mau digambarkan, suasana pertandingan eSports bisa sama meriahnya dengan pertandingan basket.   

Sebanyak lima cabang gim tersedia untuk dipertandingkan di Asian Games 2018. Mereka adalah: Arena of Valor, Clash Royale, Hearthstone, Starcraft 2, dan League of Legends. Sayang tim Indonesia sudah kalah duluan di cabang Arena of Valor, Minggu kemarin (26/8/2018), yang sekaligus menandai hari pertama dibukanya eSports di Asian Games 2018.

Tapi kalau pun Anda merasa awam dengan eSports, rasanya Anda tidak perlu khawatir, karena memang olahraga itu bukan jenis baru. Ia mulai muncul tahun 1970-an, bersamaan dengan kemunculan Pong. Ketika abad mulai beralih ke angka 21, meledaklah popularitas eSports. Dari benua Asia, persebarannya kemudian merambah Amerika Utara dan Eropa. 

Dimulai dari sekumpulan pemuda tanggung memainkan Pong di konsol Atari di dalam kamar mereka, eSports pelan-pelan berevolusi jadi tontonan megah, di mana 40.000 penggemar bisa datang ke sebuah stadium kecil, sembari mengenakan kostum aneh. Sebuah layar besar biasanya dipasang ketika ajang eSports berlangsung, dan para pengunjung bisa menonton ekspresi gemas para atlet ketika memainkan konsol di hadapan mereka. 

eSports, bukan Industri ecek-ecek

Yang mungkin tidak diketahui banyak orang adalah fakta bahwa eSPorts sudah jadi industri yang nilainya sangat massif. Tahun 2015 silam, misalnya, ada sebuah kompetisi eSports the International 2015: Dota 2 Championship yang diselenggarakan di kota Seattle, Amerika Serikat. Kompetisi eSports tersebut menyediakan hadiah total sebanyak $18,4 juta bagi para pemenangnya. Dari sini kita bisa membayangkan betapa massif industri eSports, kan?


Suasana massif Dota 2 Championship 2015 (foto: Betting Pro)


Yak, kita mesti membayangkan eSports bukan hanya sebagai cabang olahraga di Asian Games 2018, tapi juga sebagai bisnis yang nilainya sangat tinggi. Laman Business Insider pernah memprediksi nilai industri eSports yang akan mencapai $2,2 miliar pada tahun 2020. Bagaimana bisa sebuah cabang olahraga yang bahkan tidak seperti olahraga lain yang memerlukan gerak fisik, bisa bernilai begitu besar. Kalau mau membayangkan popularitas eSports dan bagaimana dia meraih nilai industri yang begitu besar, Anda mesti menyimak data penontonnya. 

Di Seoul, Korea Selatan, persisnya di Stadion Sangam - yang menjadi lokasi penyelenggaraan semifinal Piala Dunia 2002, pernah 40,000 orang berkumpul pada tahun 2014 di sebuah ajang kejuaraan dunia eSports League of Legends. Jadi Anda tentu bisa membayangkan antusiasme para penggemar eSPorts, walau mungkin kamu bukan salah satu orang yang menggemarinya.

Antusiasme penggemar eSPorts bahkan mengalahkan jumlah penonton ajang bola basket. Newzoo, lembaga yang melakukan riset untuk industri gim komputer, pernah mencatat jumlah penonton kejuaraan dunia League of Legends 2013. Sebanyak 32 juta orang menonton kejuaraan tersebut secara online. Angka sebesar itu jadi rekor, sebab mengalahkan jumlah penonton final ketujuh NBA dan juga dua kali lipat lebih banyak dibanding penonton seri kejuaraan dunia Baseball. Jumlah penonton global eSports dicatat Newzoo sebanyak 385 juta orang pada tahun 2017. Dari jumlah sebesar itu, sekitar 191 juta orang tercatat sebagai penggemar reguler eSports. 

Berapa sih gaji pemain eSports? 

Tunggu dulu, kita baru berbicara tentang penontonnya. Gimana dengan pemainnya? Pertanyaan klasiknya: berapa jumlah gaji para pemain eSports?


Faker, salah satu atlet eSporst kaya (foto: DoteSports)


Pemain top eSports seperti Carlos Rodriguez, yang dikenal lewat nickname Ocelote, sangat terkenal di kalangan penggemar eSports. Dia memperoleh gaji sebesar 1 juta poundsterling setahun, atau sekitar 18 miliar rupiah. Kalau jumlah itu membuat Anda terkejut, mungkin Anda perlu menyimak besaran gaji yang diterima pemain eSports Korea Selatan bernama Faker. Setahun lalu (2017), umurnya baru 21 tahun, namun menerima penghasilan sampai 2 juta poundsterling per tahun, atau sekitar 32 miliar rupiah. Jumlah itu dua kali lipat lebih besar dibanding yang diterima Ocelote, dan Faker belum menghitung gajinya dari sumber lain seperti bonus dan sponsor. 

Fakta di atas menunjukkan lompatan mengejutkan, yang mengalahkan sifat konservatif kebanyakan cabang olahraga lain yang sebetulnya gitu-gitu aja. Mulai dari voli sampai sepakbola, hampir tidak ada perubahan berarti dari cara permainan sampai peraturannya. Beda dengan eSports, yang pada dasarnya tergantung pada perubahan teknologi dan perkembangan gadget. 

Di luar gadget dan teknologi, eSports tergantung juga pada perkembangan gim video. Itulah kenapa seorang pemain eSports hanya butuh dua hal: jari yang cekatan, serta kemampuan berpikir yang sangat cepat. Dan kalau Anda berpikir itulah perbedaan besar antara olahraga konvensional dengan kontemporer (seperti eSports), maka Anda mesti mengubah mindset

Sebab aspek lain dari eSports nyatanya tetap sama seperti olahraga lain: seorang pemain eSports juga butuh latihan. Sebuah tim eSports mungkin bisa menghabiskan 14 jam sehari untuk latihan, guna mempelajari strategi, teknik dan kelemahan lawan. Ketika latihan itulah mereka memperlihatkan kemampuan mental dan refleks. Dan sama seperti atlet olahraga lain, mereka juga harus berhadapan dengan tekanan hebat, mengalami euforia berlebihan, sekaligus perasaan terpuruk ketika kalah.

Industri besar, dengan perputaran uang yang besar pula, tentu punya konsekuensi tersendiri. Seorang pemain pro di bidang eSports, bukan orang yang bermain gim ‘Super Mario’. Mereka dibiasakan untuk berkompetisi di gim yang sangat kompleks dan rumit. Strategi khusus perlu dielaborasi guna memecahkan kerumitan yang muncul, yang biasanya menuntut atlet eSports untuk berpikir cepat menyelesaikan masalah secara real time ketika turnamen gaming berlangsung. Jadi kalau ada yang berpikir bermain gim secara profesional itu mudah, sebaiknya buang jauh-jauh pikiran macam itu. 

Jadi atlet eSports pro itu nggak gampang, guys!


Temukan informasi seputar teknologi dan game lainnya di --> Informasi Teknologi Terkini
0
16.6K
158
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan