Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

n4z1Avatar border
TS
n4z1
Polemik gaji Megawati di BPIP Rp112 juta
Polemik gaji Megawati di BPIP Rp112 juta





Gaji pimpinan, pejabat, dan pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang diketuai Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta pemerintah meninjau ulang Peraturan Presiden nomor 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi pimpinan, pejabat, dan pegawai BPIP karena kontra produktif terhadap misi pembinaan ideologi dan Pancasila itu sendiri.

"Jangan sampai cara pemerintah mendesain kelembagaan BPIP, menyusun personalia, dan kini mengatur gaji pejabatnya, justru melahirkan skeptisisme dan sinisme publik. Dan tidak ada ruginya Perpres itu dicabut atau direvisi kembali karena Perpres itu sudah melukai perasaan masyarakat yang kini sedang dihimpit kesulitan," kata Fadli dilansir Antara, Senin (28/5).

Dia menilai apabila ada keleluasan anggaran, lebih baik pemerintah menggunakannya untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai honorer di lingkungan pemerintahan saja.

Fadli memberikan empat catatan serius yang terkandung dalam Perpres tersebut, pertama, dari sisi logika manajemen, d lembaga manapun, gaji direksi atau eksekutif itu pasti selalu lebih besar daripada gaji komisaris, meskipun komisaris adalah wakil pemegang saham.

"Beban kerja terbesar memang adanya di direksi atau eksekutif. Struktur gaji di BPIP ini menurut saya aneh, bagaimana bisa gaji ketua dewan pengarah lebih besar dari gaji kepala badannya sendiri? Dari mana modelnya?," ujarnya.

Kedua menurut dia, dari sisi etis, BPIP bukan BUMN atau bank sentral yang bisa menghasilkan laba, sehingga gaji pengurusnya pantas berjumlah ratusan juta rupiah namun BPIP adalah lembaga nonstruktural yang kerjanya adhoc, tapi kenapa standar gajinya bisa tinggi.

Ketiga dia menjelaskan, dari sisi anggaran dan reformasi birokrasi, pemerintah selalu bicara mengenai pentingnya efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi, itu sebabnya dalam kurun 2014-2017, ada 23 lembaga non struktural (LNS) berupa badan maupun komisi yang telah dibubarkan pemerintah.

"Mulai dari Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Benih Nasional, hingga Badan Pengendalian Bimbingan Massal (Bimas). Tapi, pada saat bersamaan, Presiden justru malah terus menambah lembaga nonstruktural baru," ujarnya.

Keempat, dari sisi tata kelembagaan menurut dia, kecenderungan Presiden untuk membuat lembaga baru setingkat kementerian seharusnya dihentikan, karena bisa tumpang tindih dengan lembaga-lembaga yang telah ada.

Senada, Wakil Sekjen Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, pemerintah harus segera memberi penjelasan kepada masyarakat, terkait gaji pejabat BPIP lebih dari Rp100 juta.

Menurut Ace, pemerintah harus menjelaskan pertimbangannya dalam menetapkan standar gaji tersebut. Pasalnya jika tidak, hal itu akan menimbulkan prasangka. "Saya kira harus ada penjelasan dari istana terkait tingginya gaji itu," paparnya.

Tak hanya itu, Ace juga meyakini, para anggota pengarah BPIP pasti jiga tak mengatahui secara pasti terkait tingginya gaji tersebut.

"Saya percaya Ibu Mega, Pak Mahfud, Pak Maruf, sebagai tim pengarah pasti belum tahu, gaji meraka sebesar itu," paparnya di DPR RI Senayan Jakarta, Senin (28/5).

Lebih lanjut, Politis Golkar ini menyarankan Sekretaris Negara dan Kepala Staf Presiden untuk segara menjelaskan tingginya gaji pejabat BPIP tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Bidang Pemerintahan, Ahmad Basarah mengatakan Megawati tidak pernah berpikir materi saat menjabat Ketua Dewan Pengarah BPIP karena berkomitmen menjaga tegaknya Pancasila dan NKRI.

"Para tokoh tersebut adalah sosok yang memiliki integritas tinggi, dan bukan bekerja atas dasar gaji. Para tokoh tersebut juga menjalankan fungsi sosial politik dalam menjaga tegaknya Pancasila dan NKRI, semua tugasnya tidak diukur dengan sekedar persoalan gaji," kata Basarah dalam keterangan tertulis.

Dia mengatakan Megawati bersama delapan orang anggota Dewan Pengarah lainnya dan juga Kepala serta seluruh pejabat dan staf yang bekerja di lingkungan BPIP belum pernah mendapatkan gaji ataupun hak-hak keuangan dari negara.

Basarah mengakui muncul berbagai kendala internal administratif birokrasi antar kementerian terkait, dan berdampak hingga satu tahun berjalan, Dewan Pengarah, Kepala UKPPIP/BPIP, Deputi dan perangkatnya hingga Tenaga Ahli sebanyak 30 orang tidak diberikan dukungan gaji dan hak keuangannya dalam bekerja.



Sri Mulyani bicara


Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan gaji Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) belum dibayarkan serupiahpun sejak Juni 2017.

"Jadi proses semenjak diumumkan Juni 2017 sampai sekarang belum ada pembayaran, mereka sudah bekerja hampir setahun belum ada gaji, tunjangan, bahkan anggaran untuk operasi pun tidak ada," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Dia mengatakan, dalam acara peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2018, Pemerintah akan memberikan anggaran yang sementara karena belum dibayarkan. Menurut dia, hal itu dilakukan mengingat komponen sebagai badan, BPIP memiliki hak keuangan.

"Hak keuangan sama dengan seluruh pejabat negara yaitu hanya Rp5 juta. Disebut tunjangan jabatan itu Rp13 juta. Lebih kecil dibandingkan lembaga lain," katanya.


Sedangkan sisanya, anggaran untuk suatu dukungan terhadap kegiatan seperti transportasi, pertemuan dan komunikasi.


"Sebagai lembaga yang sudah ditetapkan oleh negara dalam hal itu Pembinaan Pancasila, ideologi yang sangat penting dan akhir-akhir ini banyak erosi terhadap ideologi Pancasila sehingga pembinaan menjadi penting," katanya.

Untuk menjalankan itu banyak aktivitas, kata Menkeu, seperti transportasi, komunikasi dan pertemuan itulah yang masuk komponen hak keuangan.

Jumlah itu masih ditambah lagi dengan tunjangan yang sama dengan pejabat lain meliputi hak asuransi kesehatan dan jiwa. "Apa yang disampaikan Pak Mahfud benar, pertama menyampaikan belum menerima serupiah pun dan seluruh pengarah, tokoh-tokoh mereka tidak hanya berapa gaji diterima. Memang tidak. Selama ini kita melakukan kajian melihat beban tugas yang mereka hadapi dalam bentuk badan yang memberikan rangkaian mengenai jumlah hak keuangan yang harus dibayar," katanya.

Sebelumnya, dikutip dari Perpres 42/2018 yang diunduh dari situs www.setneg.go.id, Senin (28/5), Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP mendapatkan hak keuangan atau gaji Rp112.548.000 per bulan.

Presiden Joko Widodo pada Rabu (23/5) menandatangani Perpres Nomor 42 Tahun 2018 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi pimpinan, pejabat, dan pegawai BPIP. Perpres tersebut mengatur hak keuangan beserta fasilitas para pimpinan, pejabat dan pegawai BPIP.

Berikut gaji para pengarah BPIP yang diatur dalam Perpres No 42 Tahun 2018:
Ketua Dewan Pengarah Megawati Soekarnoputri: Rp112.548.000
Anggota Dewan Pengarah (terdiri dari 8 orang: Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya): Rp100.811.000
Kepala BPIP Yudi Latif: Rp75.500.000
Wakil Kepala BPIP: Rp63.750.000; Deputi Rp51.000.000, dan Staf Khusus Rp36.500.000.


https://www.alinea.id/politik/polemi...juta-b1Uzu9bF0

=========================


Sementara itu, nasbung-nasbung alay yang kencing aja belum lurus, memfitnah bahwa Era Megawati, PMP dihapus!
Benarkah itu faktanya?



Ini cuplikan-cuplikan berita mengenai Pendidikan Mral Pancasila yang dihapus dari Kurikulum Pendidikan Indonesia tahun 2011. Era siapa saat Pendidikan Moral Pancasila dihilangkan dari Kurikulum Pendidikan Indonesia??????? :

PENDIDIKAN PANCASILA DIHAPUS


Jakarta, Kompas - Dihapuskannya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi hanya Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan membawa konsekuensi ditinggalkannya nilai-nilai Pancasila, seperti musyawarah, gotong royong, kerukunan, dan toleransi beragama. Padahal, nilai-nilai seperti itu kini sangat dibutuhkan untuk menjaga keutuhan suatu bangsa yang pluralistis. Sejumlah guru di beberapa daerah, Kamis (5/5), mengatakan, kini sangat sulit menanamkan nilai-nilai seperti musyawarah, gotong royong, dan toleransi beragama kepada murid-murid karena pelajaran Kewarganegaraan lebih menekankan aspek wacana dan hafalan. ”Sesuai kurikulum, materi yang diberikan memang hanya hafalan dan penambahan pengetahuan. Sedikit peluang penanaman nilai dan pembentukan moral anak,” kata Kepala SMAN 1 Lawa, Muna, Sulawesi Tenggara, La Ose. Di jenjang SMA, misalnya, ditekankan soal hakikat negara dan bentuk-bentuk kenegaraan, sistem hukum dan peradilan nasional, serta peranan lembaga-lembaga peradilan. Ditekankan pula soal partai politik, pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia, serta kedudukan warga negara. Pancasila hanya disinggung sedikit di kelas III SMA atau kelas XII pada semester pertama. Itu pun hanya satu bab dalam materi Pancasila sebagai ideologi terbuka. ”Pendidikan karakter yang dibebankan kepada guru tak akan efektif karena kurikulum yang ada tidak aplikatif,” kata Kepala SMA Pembangunan Yogyakarta Maruli Taufik. Guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMAN 13 Jakarta, Retno Listyarti, mengatakan, Pendidikan Kewarganegaraan semestinya bisa menjadi ”pintu masuk” untuk pendidikan dan pembentukan karakter siswa serta penanaman nilai-nilai kebangsaan atau nasionalisme dan patriotisme. Namun, ”pintu masuk” ini tidak berjalan efektif karena guru yang mengajar Pendidikan Kewarganegaraan banyak yang tidak sesuai dengan kompetensi. Ia juga menilai, pemerintah tidak sungguh-sungguh menangani pendidikan karakter. Pasalnya, guru dan sekolah harus memikirkan sendiri karakter murid seperti apa yang akan dibentuk. Di sisi lain, guru sulit menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme karena sulit mencari teladan atau contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Penghapusan disengaja Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sindung Tjahyadi mengatakan, penghapusan pendidikan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa terkesan disengaja karena dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) memang tidak ada tentang kurikulum Pancasila. ”Karena UU Sisdiknas tak mencantumkan Pancasila dalam kurikulum, sekolah atau perguruan tinggi tak berani mengajarkan hal tersebut. Dengan kebijakan ini, pemerintah sendiri yang sebenarnya justru mengabaikan nilai-nilai Pancasila,” ungkapnya. Sejumlah guru mengatakan, stigma memang sempat muncul karena pada masa Orde Baru, Pancasila ditafsirkan penuh muatan politik untuk melanggengkan kekuasaan. Selain itu, penanaman nilai-nilai Pancasila juga dilakukan secara represif di semua jenjang pendidikan. ”Kini di tengah kuatnya paham radikalisme di masyarakat, nilai-nilai seperti toleransi dan kerukunan menjadi semakin diperlukan,” kata seorang guru. Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA Negeri 1 Palembang, Sumatera Selatan, Maimun, menuturkan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diberlakukan sebelum tahun 2004 lebih berorientasi pada penanaman nilai-nilai kebangsaan, kerukunan, dan keutuhan bangsa. ”Sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan saat ini lebih menekankan agar warga negara menjadi patuh dan taat hukum,” kata Maimun. Kondisi ini, menurut guru Pendidikan Kewarganegaraan SMAN 10 Medan, Sumatera Utara, Derry Marpaung, menyebabkan lunturnya semangat kebangsaan pada para pelajar, terutama berkurangnya kecintaan terhadap bangsa dan kepedulian sosial. Penanaman nilai S Hamid Hasan, Ketua Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia, mengatakan, dalam kurikulum saat ini pendidikan dan penanaman nilai baik-buruk atau nilai kebangsaan tidak diberi tempat utama. ”Akibatnya, guru cuma menekankan semua mata pelajaran sebagai pengetahuan saja, tidak menekankan pada aspek pembangunan karakter,” ujar Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, ini. Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Mungin Eddy Wibowo, mengatakan, nilai-nilai Pancasila sebenarnya sudah termuat dalam kurikulum pendidikan nasional sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. ”Namun, pemahaman guru masih terbatas pada tekstual dan belum sampai pada pemahaman kontekstual,” ungkapnya. Padahal, dalam kurikulum pendidikan yang berlaku saat ini, kata Mungin, peran guru sangat penting, terutama untuk merancang kurikulum sekolah yang lebih mengarah pada pembentukan karakter peserta didik. ”Jika guru tak mampu menerjemahkan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan dengan contoh konkret, peserta didik akan kesulitan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya. (LUK/CHE/ABK/IRE/MHF/ELN)
https://nasional.kompas.com/read/201...casila-Dihapus

------------------


Pelajaran Pancasila Dihapus? Ini Jawaban Anggota DPR


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Komisi X DPR RI (bidang Pendidikan), Ferdiansyah, menyatakan, tidak benar materi Pancasila dihapus dari Kurikulum Sekolah.

Ia mengatakan itu sehubungan kontroversi mengenai telah hilangnya pendidikan Pancasila dari sekolah-sekolah di Indonesia. "Pertama, adalah suatu yang sangat tidak benar materi Pancasila dihapus dalam kurikulum sekolah," tegasnya.

Hanya saja, demikian Ferdiansyah, dalam implementasinya perlu dilakukan perbaikan metode pembelajarannya untuk setiap jenjang dari SD sampai Pendidikan Tinggu. "Itu penjelasan kedua saya. Sedang yang ketiga, metode yang harus diperbaiki dan perlu diadakan adalah praktik, contoh tauladan, serta permainan ('games')," ujarnya.

Ini juga harus jadi perhatian serus, katanya, sehingga siswa paham betul terhadap materi nilai-nilai Pancasila yang diterimanya. "Keempat, dalam kaitan situasi di atas dan kontroversi yang muncul di masyarakat, dengan demikian Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) harus dengan segera melakukan perubahan metode yang mendasar," tegasnya.

Yaitu, menurutnya, terkait dalam rangka dalam memberikan pemahaman dan implementasi Pancasila kepada siswa.

"Kelima, perlu dilakukan pelatihan bagi guru-guru yang akan mengajarlan materi nilai-nilai Pancasila, sehingga 'style'-nya dan juga kapasitasnya semakin baik serta meyakinkan para siswa," kata Ferdiansyah.
http://www.republika.co.id/berita/na...an-anggota-dpr

-------------


Ini polemik mengenai PMP yang pernah dibuat trit di Kaskus :

https://www.kaskus.co.id/thread/0000...ral-pancasila/

================


Clear. Artinya fitnah dari dajjal-dajjal berbentuk manusia, yang biasanya ada dan berkumpul di antara kita, entah mungkin di Ormas atau di Partai, adalah fitnah busuk yang ingin menggiring opini sesat. Ingat pepatah kuno jaman Majapahit : Darimana datangnya fitnah???

Hilangnya P4 dan BP7 bukan berarti menghilangkan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila.
Cuma anjing-anjing laknat yang teriak-teriak Pancasila tapi menikam dari belakang. Teriak-teriak Pancasila tapi perilaku sehari-harinya, baik di dunia maya ataupun di kehidupan sehari-hari jauh dari nilai-nilai Pancasila. Menjual agama, bersembunyi pada agama, menjual nama ummat, memfitnah, membuat hoax, teriak Khilafah. Waras?????????

Era Soeharto, ada penyimpangan Pancasila. Bukan Landasannya, tapi pengejewantahannya, disetir sedemikian rupa sehingga nilai Pancasila menjadi kerdil. Penyatuan partai menjadi hanya 3 partai adalah pengkerdilan demokrasi itu sendiri. Mengutamakan kekuatan uang untuk mempermainkan hukum, itu adalah pengkerdilan nilai Pancasila. Jawa sentris dalam pembangunan, itu adalah pengkerdilan nilai Pancasila. Itu cuma sedikit nilai-nilai Pancasila yang dikerdilkan sedemikian rupa.

Mengenai polemik bahwa setelah Pelajaran PMP maka nilai-nilai kehidupan dimasyarakat jadi berubah, atau anak-anak sekolah yang tidak hormat pada guru, apakah benar? bodoh!!!! Sejak dulu, selalu ada tawuran antar Mahasiswa, antar sekolah, penganiayaan terhadap teman atau guru. Coba tanya orangtua ente-ente, adakah dulu SMA di Jakarta yang bernama SMA 9 dan SMA 11? Kemana SMA-SMA itu? Digabung jadi SMA 70. Karena apa? Tawuran dan bakar-bakaran. Tahun berapa? 1981 !
Coba tanya, apakah dahulu UKI tidak pernah tawuran?
Coba tanya orangtua-orangtua ente, apakah dahulu tidak ada anak murid yang kurang ajar terhadap gurunya? Wong gw aja pernah ribut fisik sama guru koq. Bahkan raport gw, gw bakar!

Jadi P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dihapuskan karena diframming untuk mendukung salah satu kepentingan Partai masa lalu, yang dulu tak mau disebut Partai, yang sekarang umurnya masih panjang dan akhirnya menerima disebut sebagai partai.

Megawati, Try Sutrisno, Syafi'i Ma'arif, Mahfud MD, adalah tokoh-tokoh yang tidak diragukan lagi komitmennya pada Pancasila, pada kelangsungan hidup negeri ini, yang dibombardir oleh isu-isu sektarian, isu-isu perpecahan, isu-isu konflik agama, yang dirancang oleh manusia-manusia laknat, untuk menjadikan Indonesia lemah. Menjual isu asing aseng tapi mendompleng pada kaum intoleran, kaum pendengki, kaum yang anti Pancasila hanya untuk mencapai tujuannya menguasai negeri ini. Bedebah!

---------------

Sudah jelas, setahun Lembaga itu berdiri, tak satu rupiahpun mereka, para tokoh-tokoh negarawan itu menerima uang untuk bakti mereka. Jika pada akhirnya mereka menerima, dan mungkin nilainya dianggap fantastis, sudah ada penjelasan dari Menteri Keuangan. Jelas!
Dan salah satu tokohnyapun, Prof. Mahfud MD telah berbicara dan menjelaskan. Dan kita punya MA, lembaga untuk memutus segala sesuatunya mengenai hukum di negeri ini, untuk mengkaji apakah layak dan tidak layaknya uang yang mereka terima, dan itu telah dipersilakan untuk digugat. Artinya mereka tidak mau memakan uang besar tapi tidak ada kerja dan hasil apa-apa.

Dipersilakan bagi siapapun juga untuk membandingkan besarnya nilai uang selama sebulan antara BPIP dengan TGUPP DKI Jakrta era Anies-Sandi. Dipersilakan juga untuk membandingkan hasil kerja mereka, dalam ruang Keindonesiaan berbanding kewilayahan daerah.
Mana yang pemborosan, mana yang tidak. Mana yang bekerja, mana yang tidak.

Diharapkan juga, seluruh tokoh di BPIP membuka hasil kerja mereka. Membuka seluruh perolehan hasil selama 1 tahun ini bekerja, agar rakyat dapat menilai, layak tidaknya uang yang mereka terima untuk dibandingkan dengan jerih payah mereka menjaga keutuhan NKRI ini berdasarkan Pancasila, bersinergi dengan garda terdepan bangsa ini, TNI dan POLRI yang mengedepankan nilai Kebangsaan, Kesatuan, bedasar UUD 1945 dan Pancasila, meskipun UUD 1945 telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh Sengkuni.

=============


emoticon-I Love Indonesia




Diubah oleh n4z1 28-05-2018 16:58
0
4.3K
67
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan