Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Sidik Jari Dr Azhari di Bom Bali (1)


Metrotvnews.com, Jakarta: Aransemen bom yang diciptakan Dr Azhari mulai mengalun pada 12 Oktober 2002. Legian, Bali, berguncang. Sebanyak 202 orang meninggal. Sekitar 300 orang terluka dan sebagian besarnya cacat permanen. Hingga 15 tahun berselang, luka akibat bom itu masih terngiang, terutama bagi keluarga korban.


Tulisan ini hendak mengenang kembali peristiwa mengerikan yang kemudian dikenal dengan peristiwa Bom Bali I. Sudut pandang tulisan ini adalah sosok Dr Azhari. Bagaimana kiprahnya berada di balik setiap bom yang meluluhlantakkan sebagian tempat strategis di Indonesia. Mulai dari pertama kali diminta meracik bom, menebar teror, hingga akhirnya ditangkap pukul 15.45 WIB pada 9 November 2015 di Batu, Malang, Jawa Timur.


Bukan untuk membuka trauma. Setidaknya untuk mengingat kembali betapa sosok ‘gila’ macam Azhari sudah merusak harmoni di negeri ini.


Tulisan merujuk pada buku yang dirajut Komisaris Jenderal Arif Wachjunadi berjudul “Misi Walet Hitam 09.11.05 – 15.45: Menguak Misteri Teroris Dr Azhari” yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Arif saat ini menjabat Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Ia melakukan riset selama dua tahun dengan melakukan perjalanan ke semua lokasi terkait dengan Bom Bali I. Puluhan saksi, baik pelaku maupun pemburu teroris, dia wawancarai. Termasuk petugas lapangan yang menjadi ujung tombak penangkapan Dr Azhari.


Rangkaian tulisan dibagi menjadi tiga bagian besar, yakni sebelum peristiwa Bom Bali I terjadi. Mengapa mereka mengincar Bali dan kenapa harus memilih Legian. Berlanjut ke detik-detik pengeboman. Lalu, tulisan mengorek kiprah Dr Azhari dan bagaimana kepolisian mencoba menguak profilnya. Sebagai pamungkas, tulisan akan menguak cerita bagaimana pasukan khusus berhasil meringkus Azhari—buron yang nyawanya sempat dihargai miliaran rupiah.


Otak di balik Bom Bali I


Berbicara siapa dalang di balik peristiwa Bom Bali I, nama Imam Samudera bisa disebut paling pertama. Pada 1996 dia pulang kampung ke Indonesia setelah mengajar di Akademi Militer Mujahidin Afganistan sejak 1991. Akademi itu dibangun Osama bin Laden, pimpinan Al-Qaeda, untuk menciptakan mesin teror di seluruh dunia. Imam pulang bersama Ali Imron.


Lima tahun berselang, 2001, Imam kembali bertemu Ali Imron di Solo. Pertemuan dihadiri Abdul Matin atau Dul Matin dan Amrozi (kakak Ali Imron).


“Ayo kita lancarkan aksi bom di Bali. Kita serang para turis asing,” kata Imam.


Ali Imron menimpali, “Kenapa harus Bali? Kalau mau melaksanakan jihad bukankah lebih tepat jika kita lakukan di Poso atau Ambon yang jelas ada konfliknya.” Pertanyaan Ali tak terjawab. Pertemuan berakhir begitu saja.

 Tak berselang lama, dunia diguncang peristiwa runtuhnya World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001. Al-Qaeda disebut sebagai dalang dari peristiwa yang menewaskan ribuan orang itu.



Dua siswi membaca buku 'Kutemukan Makna Jihad' saat memeringati tragedi Bom Bali di Badung, Bali, Senin (1/10/2012).


Mukhlas, lulusan Akademi Militer Mujahidin Afganistan, segera pulang ke Indonesia. Dia mendapat bekal duit dari Osama bin Laden sebesar USD30 ribu. Sebelumnya, dia singgah ke Johor Baru, Malaysia, untuk bertema dua anak buah kesayangannya, Rais dan Dr Azhari. Keduanya alumnus Pondok Pesantren Lukman Nulhakim, Johor Baru.


“Uang ini akan dipakai sebagai modal dalam melakukan amaliyah jihad di Asia Tenggara,” kata Ali Imron.

Awal 2002, Mukhlas bertemu Imam Samudera. Imam mengusulkan untuk menebar teror bom di Bali. Mukhlas tak langsung menyetujui rencana itu, tapi juga tak menolak. Mukhlas justru intens berdiskusi dengan sejumlah tokoh. Agenda utamanya bagaimana merancang teror di sejumlah lokasi yang menjadi kepentingan Amerika di Indonesia.


Sejumlah tokoh yang ditemui Mukhlas antara lain pemimpin Pondok Pesantren Al-Mukmin Abu Bakar Baasyir, Hambali, Wan Min, Amrozi, dan Dul Matin. Lokasi teror selalu menjadi pembicaraan paling alot dalam setiap pertemuan. Ada yang mengusulkan menebar teror di sekolah Australia di Jalarta hingga kantor Newmont di Nusa Tenggara Barat. Namun, Mukhlas belum memberi sinyal setuju.


“Ayo kita ke Solo, merencanakan pengeboman di Bali seperti ajakan Imam tempo hari,” kata Amrozi mengajak Ali Imron. “Oh, jadi toh,” sahut Ali.


Rapat Aksi


Benar saja, pada 26 Agustus 2002 di rumah kontrakan Dul Matin di Solo, Mukhlas memimpin rapat aksi pengeboman di Bali. Hadir dalam pertemuan Ali Imron, Amrozi, Dul matin, Imam Samudera, Sawad, Mukhlas, Abdul Ghoni, dan Idris.


 “Pengeboman ini sebagai balasan atas serangan AS dan sekutunya yang telah menyerang Afganistas pascaruntuhnya WTC,” begitu kata Mukhlas soal alasan peledakan bom.


Lagi-lagi ada keraguan dalam diri Ali Imron. “Apa jihad seperti itu diperbolehkan dan dibenarkan?” Namun, komentarnya dianggap angin lalu. Rencana tetap dijalankan.


Bertindak sebagai pemimpin umum dalam misi peledakan adalah Mukhlas. Dia menunjuk Imam Samudera sebagai pemimpin lapangan. Peracik dan peramu bom dipercayakan kepada Dul Matin, Sawad, Abdul Ghoni, dan Umar Patek. Amrozi, Ali Imron, dan Idris ditugasi mencari bahan-bahan pembuat bom serta menyiapkan casing.



Pada 8 September sebagian dari mereka sudah berada di Bali. Tujuannya hendak mencari tempat untuk merakit bom. Rombongan menuju Kuta, tepatnya ke Penginapan Harum di Jalan Teuku Umar No 223, Denpasar. Dari sana mereka mencari kontrakan yang luas dan leluasa untuk bisa merakit bom. Pilihan jatuh pada sebuah kontrakan di Jalan Pulau Menjangan No 65, Banjar Bumi Sari, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.


Kontrakan yang disewa Rp9 juta itu memiliki empat kamar tidur, ruang tamu, ruang tengah, kamar mandi, ruang makan, dapur, dan garasi. Di atas rumah kontrakan berjejer kamar indekos. Antara rumah utama dengan indekos hanya terhubung tangga yang berada di samping kiri rumah dekat garasi. Di garasi itulah peracikan bom dilakukan.


Amrozi yang ditugasi mencari bahan dan casing masih berada di Lamongan, Jawa Timur. Dia memasok bahan baku melalui bus antarprovinsi secara bertahap. Bahan baku dibeli di toko bahan kimia Tidar di Surabaya. Barang dikemas di Lamongan dan dikirim secara bertahap ke Terminal Ubung. Pengiriman berjalan lancar sampai akhirnya terkumpul bahan bom seberat 1,2 ton.


Di sela-sela membeli bahan baku, Amrozi juga mencari mobil untuk casing bom. Dipilihlah Mistubishi L-300 putih  berjenis star wagon buatan 1983. Selain ukurannya yang bongsor, L-300 juga dikenal tangguh untuk mengangkut barang bawaan hingga satu ton.


Setelah bahan baku pembuatan bom terkumpul, Sawad dan Abdul Ghoni mulai merakit bom di garasi kontrakan. Sawad bekerja siang-malam untuk merakit bom dari bahan baku 950 kilogram. Kerja yang tak kenal lelah ini membuat dia kewalahan dan kesehatannya menurun. Hidungnya sempat mengeluarkan darah walaupun merakit menggunakan masker. Umar Patek sempat membantunya dengan meracik 50 kilogram bahan baku bom.


Sadar rekannya tak sanggup, Mukhlas kemudian meminta Dr Azhari datang ke Indonesia untuk membantu. Dr Azhari bertolak dari Malaysia bersama Noordin M. Top pada 29 September 2002. Begitu tiba di kontrakan, Dr Azhari langsung mengukur mobil L-300. Dengan saksama dia mulai merakit bom. (bersambung)



Sumber : http://news.metrotvnews.com/peristiw...-di-bom-bali-1

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3.3K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan