ryan.manullangAvatar border
TS
ryan.manullang
MENCARI MAKNA DALAM DIKSAR MAPALA (sebuah memoar)
Dalam sebuah organisasi dalam subjek keilmuan apapun, baik politik, sosial, lingkungan, kemanusiaan, jurnalistik, penelitian dan observasi ilmiah, profesional, olahraga, dsb. agar dapat selalu berjalan tanpa batas waktu pastilah membutuhkan sebuah wujud regenerasi anggota (red: kader/member) hingga nilai-nilai organisasi yang dibangun dan diberdayakan dapat selalu mengalami sikap positif dan berkembang (konstruktif) searah dengan kebutuhan organisasi dan zaman yang berubah.

Kaderasasi adalah wujud paling mutlak dalam menggapai hal tersebut. Dengan adanya kaderisasi (penambahan anggota baru) niscaya nilai-nilai positif dalam organisasi dapat ditelurkan dan dilanjutkan sebagai wujud cita-cita mulia organisasi dalam konteks pemberdayaan nilai-nilai yang baik serta berguna bagi kehidupan manusia.

Untuk menggapai wujud kaderisasi tersebut pastilah diperlukan sebuah mekanisme program implementasi agar nilai-nilai yang diinginkan dapat dicapai dalam indeks standar kebutuhan organisasi dan zaman.
Dalam hal ini, mekanisme setiap organisasi dalam bidang kaderisasi bentuknya berbeda-beda tergantung pada kebutuhan sebuah organisasi. Hal ini dipengaruhi nilai historis sebuah organisasi, budaya organisasi serta objek keilmuan serta implementasinya yang berjalan dalam organisasi tersebut. Semisal, organisasi politik lingkup mahasiswa akan membentuk sebuah kaderisasi yang diharapkan dapat menarik minat-minat mahasiswa "non organisasi" dalam politik dengan wujud kampanye dan studi terbuka dilingkungan mahasiswa "non organisasi" sebagai bentuk sosialisasi awal dalam mengenalkan wajah organisasinya, dalam tahap ini bila telah mendapat korespondensi dari lingkungan akan masuk pada tahap perekrutan secara administratif sebagai wujud validasi organisasi terhadap minat mahasiswa "non organisasi" calon kader dapat terjembatani. Tahap berikutnya adalah pengesahan formal calon kader melalui tahap pendidikan dasar organisasi. Konteks terakhir disebut memiliki banyak wujud. Namun, secara umum dapat dikatakan sebagai pendidikan orientasi awal organisasi agar calon anggota organisasi memiliki legalitas organisasi (anggota resmi). Bentuknya berbagai macam semisal DikPol (Pendidikan Politik) organisasi, PPAB (Pekan Penerimaan Anggota Baru) milik GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dsb.
Dalam konteks ini, organisasi dalam subjek keilmuan lainnya dengan tingkat popularitas dan minat calon anggota yang tinggi dikesampingkan sebagai konsekuensi adanya tahap selektif yang diadakan beberapa organisasi. Dalam konteks ini upaya menggali potensi dan daya calon anggota (kader) adalah titik tolaknya.


PENDIDIKAN DASAR
Pendidikan dasar adalah salah satu tahap vital dalam kaderisasi organisasi. Dalam tahap ini, manifestasi organisasi dikenalkan pada calon anggota secara verbal agar calon anggota dapat menilai sebuah tujuan dalam kaderisasi tersebut. Dengan adanya pendidikan dasar diharapkan agar melahirkan anggota-anggota dengan visi dan misi yang diemban organisasi. Dalam tahap ini pola pendidikan dasar akan dibedakan dalam dua bentuk yaitu tahap kontekstual dan observasi.

1. Tahap Kontekstual
Tahap ini merangkum tahap awal dalam upaya peneluran nilai-nilai organisasi secara historis dan keilmuan. Dalam tahap ini berbagai wujud organisasi secara teoretis akan diberdayakan pada calon anggota agar memiliki pandangan mendasar mengenai organisasi tersebut. Dalam hal ini, dengan adanya pengenalan kontekstual diharapkan calon-calon anggota dapat mengenal organisasi yang ingin digelutinya secara objektif dan komprehensif sehingga menghasilkan anggota yang nantinya memiliki nilai kritis dan konstruktif dalam membangun organisasi tersebut.

2. Tahap Observasi
Tahap ini adalah tahapan pengenalan organisasi secara kinerja. Hal ini akan berbeda-beda pada setiap organisasi dengan subjek keilmuan yang berbeda pula. Semisal, organisasi dalam bidang jurnalistik akan memiliki tahap observasi pada calon anggota mengenai mekanisme dan teknis dalam bidang jurnalistik, pada organisasi pencinta alam akan ada observasi pada bidang-bidang kepencintaalaman seperti pengenalan dunia "outdoor" serta keilmuan lingkungan yang diimplementasi dalam bentuk observasi secara nyata (terjun lansung ke lapangan/hutan).

Hingga tahap ini, pemberlakuan diatas adalah secara umum dengan pertimbangan mekanisme kaderisasi secara umum yang ditakar melalui pengamatan secara lingkungan organisasi yang umum.


PENDIDIKAN DASAR MAHASISWA PENCINTA ALAM
Tahap ini akan mengambil konteks yang lebih spesifik yaitu tahap kaderisasi organisasi mahasiswa pencinta alam.
Mahasiswa Pencinta Alam atau biasa disingkat MAPALA adalah salah satu bentuk organisasi dibidang aktivitas luar lingkungan dan studi lingkungan yang sudah cukup lama membudaya di lingkungan sosial organisasi tingkat mahasiswa. Budaya ini beranjak sejak era tahun 50-an dan berkembang pesat hingga akhir 90-an dan mengalamai stagnansi semenjak era 2000-an. Budaya organisasi ini berangkat dari kejenuhan lingkungan mahasiswa akan bentuk-bentuk pola sosial mahasiswa yang cenderung politis diawal masa kehadirannya serta tingginya animo mahasiswa akan wujud kegiatan-kegiatan luar ruangan (semisal mendaki gunung) yang dianggap sebagai wujud budaya sosial baru yang menyenangkan dan bermanfaat.

Pada awalnya, pencinta alam ini adalah sebuah gebrakan kaum mahasiswa dalam menyikapi budaya sosial mahasiswa yang sudah laten (semisal berpolitik) untuk dijadikan wadah baru mahasiswa yang punya cara-cara bebas dalam nilai ekspresifnya. Menjadi pencinta alam dianggap sebagai salah satu cara melepas belenggu itu. Hingga akhir tahun 90-an perkembangan trend organisasi pencinta alam ini sangat pesat dan signifikan hampir menyentuh seluruh lingkungan kampus yang ada disetiap daerah di Indonesia. Budaya organisasi pencinta alam yang sifat keorganisasiannya mandiri (tidak terikat pada struktur yang lebih tinggi seperti organisasi yang sudah mapan semisal GMNI, GMKI, KAMI, dll) dianggap sebagai sebuah wujud nilai ekspresi baru sosial mahasiswa.

Seiring perkembangan waktu, trend MAPALA ini pun semakin berkembang menjadi sebuah trend budaya dikalangan mahasiswa yang menyukai kegiatan diluar lingkungan baik sebagai kegiatan olahraga maupun sebagai kegiatan yang bersifat humanis.

Dalam menumbuhkan organisasi ini pun membutuhkan yang namanya sebuah kaderisasi. Secara kompleks wujud baku dalam kaderisasi sebuah organisasi pencinta alam tidaklah ada. Sebagian besar disebabkan oleh independensi organisasi itu sendiri, namun, secara etika kaderisasi berlandaskan pada nilai-nilai pendidikan dasar kemanusiaan dalam mendidik secara fisik dan moral yang umum. Dapat dikatakan pendidikan dasar organisasi ini banyak menyerap nilai-nilai pendidikan dasar kemiliteran yang dianggap memiliki tupoksi wilayah kerja yang hampir sama yaitu konteks lapangan (red: hutan, dsb.). Itulah sebabnya mayoritas pendidikan dasar MAPALA banyak bermain dilingkungan luar (red: hutan), tapi teori tersebut tidak mutlak pada semua organisasi berjenis yang sama (red: mapala).

Seiring waktu cara pendidikan ini mulai menjamur dan berkembang di banyak organisasi MAPALA diberbagai kampus. Hampir setiap organisasi ini memakai sistem pendidikan ala militer tersebut dari yang paling pioner hingga yang baru tumbuh. Praktis budaya itu hampir tidak berubah secara signifikan sepanjang adanya organisasi ini.


DEGRADASI MAKNA
Diawal pertumbuhan organisasi ini dengan pola pendidikan dasar tersebut banyak menghasilkam kader-kader yang mumpuni secara fisik dan mental dilingkungan mahasiswa terbukti dengan banyak kader-kader yang intens di kegiatan lingkungan dan alam baik untuk olahraga maupun politik lingkungan bermunculan. Bahkan di era tahun 80-an kubu ini bagaikan satu kekuatan baru dalam proyeksi generasi muda (mahasiswa) Indonesia yang kreatif dan ekspresif.

Namun, budaya pendidikan dasar ini tidak dibarengi oleh nilai-nilai evalusi dalam perkembangan generasi-generasi baru seiring perubahan pola pikir dan sosial masyarakat diakibatkan perkembangan teknologi dan akulturasi budaya global. Akibatnya pelaku-pelaku organisasi hanya perpegang pada budaya organisasi yang telah terjalin sekian lama atau organisasi baru berpegang pada nilai-nilai organisasi yang lebih dulu mapan dengan asumsi tolak ukur organisasi yang telah mapan adalah sebuah kelayakan dan cenderung tanpa nilai-nilai baru dan kritis.


PENDIDIKAN MEMAKAN KORBAN
Konsekuensi budaya pendidikan pun akhirnya memakan korban secara harafih (red: meninggal). Pendidikan dasar yang membudaya dan cenderung tanpa perubahan tersebut memaksa menelan korban dibanyak perjalanan kaderisasi organisasi. Ketentuan yang tidak mampu lagi diemban oleh sang calon anggota dan semakin kecilnya pemahaman pemangku kepentingan (anggota MAPALA) dalam pemaksaan budaya kaderisasi menjadi landasan yang paling masuk akal untuk semua kejadian yang tidak diharapkan tersebut. Dalam konteks ini pemangku kepentingan tersebut yang paling patut untuk dipermasalahkan, namun sejatinya hilangnya nilai kritis akan sebuah wujud kaderisasi adalah akar dari semua masalah tersebut.

MENCARI MAKNA YANG HILANG
Dengan adanya fenomena tersebut, dapur kaderisasi organisasi kepencintaalaman haruslah berbenah sedini mungkin. Budaya kaderisasi haruslah dicermati dengan bijaksana. Kebutuhan akan nilai-nilai positif dalam kaderisasi haruslah dipenuhi sesuai dengan pola dan kebutuhan yang manusiawi.

Pencinta Alam tidaklah boleh terkungkung dalam budaya literasi lama mengenai wujud sebuah organisasi yang benar-benar ideal. Justru pencinta alam haruslah lebih banyak mendidik secara mental yang kritis alih-alih budaya fisik semata.

Kecenderungan MAPALA yang lebih berorientasi pada olahraga (mendaki gunung, panjat tebing, dll) justru mengaburkan makna dari pencinta alam itu sendiri. Mungkin sebagai akibat dari kecenderungan tersebut budaya kaderisasi yang menekankan kekuatan fisik menjadi dominan. Padahal fisik bukanlah perwujudan utama dalam menjadi sebuah pencinta alam.

Makna yang hilang tersebut haruslah dicari kembali agar nilai-nilai kepencintaalaman yang ditanamkan sejak keberadaannya kembali bertunas dan memberi manfaat yang nyata pada lingkungan dan alam itu sendiri. Bila tidak, kita sebagai yang mengaku pencinta alam hanya akan menggali makam untuk kita sendiri.


Lestari!!!


Sumber: ryan.manullang
Diubah oleh ryan.manullang 28-02-2018 11:07
tata604
nona212
nona212 dan tata604 memberi reputasi
2
4.6K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan