xenoprotonAvatar border
TS
xenoproton
(27++) Berkunjung Ke Museum Sex Di Belanda For Education & Research
(27+) Berkunjung Ke Museum Sex Di Belanda For Education & Research


Berbeda dengan saya dan Neng yang masih malu-malu sebagai pengantin baru, bangunan tersebut justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Berdiri megah menjulang di tengah hiruk pikuk Damrak Street, yang merupakan salah satu jalanan paling sibuk, Amsterdam Sex Museum nampak tidak malu menunjukkan identitasnya, padahal, di beberapa negara, termasuk Indonesia, seks dianggap sebagai hal yang tabu.

Namun, ini kan Amsterdam, Belanda, di mana ganja dapat dengan mudah diperoleh dan seks dapat dibayar jika mampu. Maka wajar rasanya, bila Sex Museum –atau yang memiliki nama lain Venustempel (The Temple of Venus), justru terletak di pusat kota, hanya tiga menit berjalan kaki dari Central Station.

“Masuk jangan, nih?” Tanya Neng.

“Ya masuk atuh, sudah sampai sini.” Dengan malu-malu, saya meminta Neng untuk masuk terlebih dahulu. Ladies first. “Kamu heula.”

Neng, yang masih polos, menuruti permintaan saya tanpa ragu (karena kalau menolak permintaan suami, hukumnya haram) dengan memasuki Venustempel.

“Assalamualaikum.“

Berbeda dengan saya dan Neng yang masih malu-malu sebagai pengantin baru, bangunan tersebut justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Berdiri megah menjulang di tengah hiruk pikuk Damrak Street, yang merupakan salah satu jalanan paling sibuk, Amsterdam Sex Museum nampak tidak malu menunjukkan identitasnya, padahal, di beberapa negara, termasuk Indonesia, seks dianggap sebagai hal yang tabu.

Namun, ini kan Amsterdam, Belanda, di mana ganja dapat dengan mudah diperoleh dan seks dapat dibayar jika mampu. Maka wajar rasanya, bila Sex Museum –atau yang memiliki nama lain Venustempel (The Temple of Venus), justru terletak di pusat kota, hanya tiga menit berjalan kaki dari Central Station.

“Masuk jangan, nih?” Tanya Neng.

“Ya masuk atuh, sudah sampai sini.” Dengan malu-malu, saya meminta Neng untuk masuk terlebih dahulu. Ladies first. “Kamu heula.”

Neng, yang masih polos, menuruti permintaan saya tanpa ragu (karena kalau menolak permintaan suami, hukumnya haram) dengan memasuki Venustempel.

“Assalamualaikum.“

Venustempel - Sex Museum Amsterdam Venustempel - Sex Museum Amsterdam Venustempel - Sex Museum Amsterdam
“Are you from Indonesia?” Tanya Om penjaga loket Venustempel, begitu kami membeli dua lembar tiket masuk seharga empat Euro per lembar.

“Yes, we are from Indonesia.” Neng menjawab sambil malu-malu. “You know Indonesia?“

“Of course I know!” Si Om menjawab dengan lantang, “Don’t you recognise my face?“

Berikutnya, saya memperhatikan dengan perlahan, dan mendapat kesimpulan bahwa wajah si om lebih mirip wajah keturunan Indo-Belanda, dan tidak mirip sama sekali dengan Frank de Boer ataupun Ruud Gullit.

“Ooooh, Indo.“

“I have family in Indonesia.” Jelasnya. “Do you know Raisa, the singer?“

“Yes!” Jelas saja saya tahu, orang Neng kerap menyanyikan lagu-lagu Raisa, terutama ketika saya raisa turu. “My wife is a fan of her.”

“Raisa itu masih keponakan saya.” Tiba-tiba si om menjadi berbahasa Indonesia, dan memperkenalkan dirinya sebagai Om Michael.

“Lho, Om bisa bahasa Indonesia?”

“Iya, sedikit. Sudah banyak yang lupa.” Ujarnya, sambil melangkah keluar dari loketnya. “Mari kita selfie dulu.”


“Banyak orang Indonesia yang ke sini, Om?”

“Not so many, maybe you are the first today.” Sahutnya. “On what purpose, you are visiting Amsterdam?”

“We are on honeymoon, Om.”

“Well, enjoy the museum, and your honeymoon here!”

“Siap, Om. Salam manis untuk Raisa ya!”

Lanjutannya Hanya Untuk 27+ Tahun Ke atas

https://backpackstory.me/2016/08/08/...di-sex-museum/

Sekedar Menambah Wawasan & Pengetahuan.
Diubah oleh xenoproton 03-01-2018 06:33
0
44.9K
214
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan