jeansobekAvatar border
TS
jeansobek
[Kapsul Waktu] Jakarta tidak akan pernah ramah untuk Pejalan Kaki

Selamat Datang Gan di Threadnya Jeansobek untuk kesekian kalinya.Kali ini Jeansobek mau nulis thread yang temanya tentang "Pejalan Kaki".


Jakarta adalah Ibukota Negara Republik Indonesia, Negara kita tercinta yang dengan susah payah di perjuangkan kemerdekaannya oleh kakek nenek kita di masa lalu. Jakarta menjadi pilihan terakhir sebagai provinsi yang di pilih untuk menjadi Ibukota Negara setelah merdeka hingga sekarang.

Banyak sudah cerita yang tercipta di kota itu, kota yang di sebut sebagai megapolitan, kota tempat berkumpulnya orang orang dengan berjuta kepentingan, kota tempat tujuan orang mencari penghidupan, kota tempat orang berlomba lomba untuk menjadi yang terdepan dan kota dengan berjuta impian serta harapan.

Bolehkah jakarta di kutuk menjadi kota yang tidak akan pernah tercipta kedamaian ? Kekuasaan dan ambisi yang tak bertepi menjadi aktor utama terciptannya kemunafikan, kebohongan dan keserakahan yang rela merenggut sendi sendi naluri kemanusiaan.

Saling hujat, saling caci dan saling tikung membuat norma kemanusiaan itu tak lagi berguna. Ah sudahlah ..

Kota-kota Dunia Berlomba Manjakan Pejalan Kaki, Tapi Jakarta?


Dewasa ini Gan, derasnya arus urbanisasi tengah dihadapi negara-negara di dunia bukan hanya di jakarta saja. Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), sebesar 54 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan pada tahun 2014 lalu. Persentase tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga 66 persen pada 2050 mendatang, wah bisa gitu ya ?



Tentu Kondisi di atas menimbulkan sejumlah tantangan tersendiri untuk daerah perkotaan. Kemacetan lalu lintas, itu contoh dan bukti nyata yang saat ini dimanapun kota besar akan merasakanya. Jika pertumbuhan penduduk tak diikuti transportasi publik memadai, dampaknya adalah ledakan jumlah kendaraan pribadi dan Kemacetan pun tak kan terelakkan.

Berkaca pada fenomena tersebut, kota-kota modern dunia mulai berbenah menuju kota ramah pejalan kaki atau kalau di inggriskan menjadi (walkable city) biar agak kerenan dikit.

Mengutip laman New Urbanism, hadirnya jalur khusus pejalan kaki didukung lingkungan yang baik, misalnya dekorasi jalan, bangku, maupun toko-toko, dapat membuat warga merasakan kualitas maksimal kehidupan.

Secara ringkas, pejalan kaki sudah semestinya berada di tempat terhormat di sebuah kota. Mereka memiliki hak yang sama sebagai penduduk, tak beda dengan pesepeda, penumpang bus, maupun pengemudi mobil.

Dalam mewujudkan kesetaraan bagi pejalan kaki tersebut, kota modern dunia melaksanakan berbagai cara. kita ambil contoh, kota Seoul di Korea Selatan.

Pada bulan Mei lalu, pemerintah Korea Selatan telah meresmikan sebuah ruang pejalan kaki bernama Seoullo 7017. Memiliki panjang 1.024 meter, jalan layang itu kini menjadi “surga” bagi warga Seoul untuk mencari udara segar.



Dulunya, Seoullo 7017 merupakan jalan layang kendaraan untuk kurun waktu 45 tahun. Kawasan itu lama terisolasi seperti sebuah pulau, dikelilingi jalan untuk mobil.

Dibandingkan membongkar jalan layang, pemerintah Seoul justru “menyulapnya” menjadi jalur pejalan kaki yang nyaman dan aman.
Dan kini ruang pejalan kaki bernama Seoullo 7017 tersebut sangat berperan penting dalam menghubungkan tempat-tempat wisata terdekat seperti Gerbang Sungnyemun, Myeong-dong, dan Pasar Namdaemun.

Hal yang sangat menakjubkan, sedikitnya sebanyak 40.000 setiap harinya telah menyusuri jalan tersebut. Kedekatan lokasi Seoullo 7017 dengan stasiun Seoul menjadi keuntungan tersendiri, yang mana diperkirakan terdapat pergerakan 390.000 komuter di sekitar area itu.

Singapore Sampai Merombak Peta Mass Rapid transit (MRT)


Lain Seoul, lain pula Singapura. Negara tetangga Indonesia ini berupaya memanjakan pejalan kaki dengan cara tersendiri. Merombak peta mass rapid transit (MRT) jadi jurus andalan negara ini.



Dikenal sebagai negara dengan sistem transportasi massal mumpuni, Singapura juga memedulikan akses menuju transportasi tersebut.

Menurut laman Straits Times, perombakan peta bertujuan memudahkan warga dalam memilih rute tercepat ke suatu destinasi.

Straits Times Peta baru MRT Singapura dilengkapi dengan informasi waktu jalan kaki.
Bukan hanya itu saja, informasi yang tercantum dalam peta baru ini lebih bervariasi. Termasuk mengenai berapa banyak kalori yang dibakar komuter saat memilih berjalan kaki ke suatu tempat.

Dengan kian rapatnya jaringan MRT di pusat kota, stasiun-stasiun yang berbeda jalur (line) pun menjadi dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Kondisi itu tentunya menguntungkan penumpang. Mereka dapat lebih cepat mencapai tujuan dengan berjalan kaki, dibandingkan harus transit berpindah jalur MRT.

Peta jaringan baru itu diberi nama Walking Train Map (WTM) dan direncakan terpasang di 19 stasiun MRT, termasuk Bugis, City Hall, Chinatown, Dhoby Ghaut, Esplanade, Little India, dan Raffles Place.

“Sulap” ala London


London dapat menjadi contoh kekinian bagaimana suatu kota memanjakan pejalan kaki.

Wali Kota London Sadiq Khan belum lama ini mengumumkan penutupan jalan utama di pusat kota London untuk kemudian difungsikan sebagai zona khusus pejalan kaki.

Tak berhenti di sana, rencana tersebut dilaksanakan beriringan dengan pembatasan lalu lintas untuk kendaraan bermotor di sepanjang Jalan Oxford pada akhir 2018.



Rancangan desain menunjukkan, zona pejalan kaki yang membentang dari Oxford Circus ke Selfridges tersebut bakal bertabur lukisan warna-warni di trotoar dan juga aspal.

Jalan Oxford cukup popular di dunia dan dikunjungi jutaan pengunjung setiap tahunnya. Dalam waktu setahun ke depan, bagian ikonik di barat Oxford Circus berubah menjadi jalur pejalan kaki yang bebas dari lalu lintas kendaraan,” Wali Kota London Sadiq Khan".

Jalan Oxford memang termasuk kawasan pusat perbelanjaan tersibuk di Eropa, dengan estimasi sekitar 500.000 pejalan kaki melintas setiap harinya.

Ke depan, dengan membuat zona pejalan kaki secara permanen, diharapkan lebih banyak orang mengunjungi Jalan Oxford. Pada akhir 2018, pemerintah london juga dijadwalkan membuka jalur kereta baru di kawasan tersebut.

Bagaimana Jakarta?


Jakarta, sebagai ibu kota negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, turut menyita perhatian global terkait fasilitas pejalan kaki.

The New York Times, misalnya. Pada Agustus lalu, laman tersebut menyoroti keengganan warga Jakarta berjalan kaki akibat infrastruktur tidak memadai.

Mulai dari trotoar yang buruk, entah tidak rata atau retak-retak. Selain itu, hilangnya penutup selokan, kabel-kabel berhamburan, serta agresifnya pengendara motor turut menggerus keengganan warga Jakarta berjalan kaki.

Benarkah Warga Jakarta Malas Jalan Kaki ?

Jika begitu, maka sudah selayaknya Jakarta sebagai kota metropolitan dapat berbenah diri.

Bukan lagi soal apakah pejalan kaki membuat macet atau tidak, tetapi lebih dari itu yakni menyemai keberpihakan yang sama bagi segenap warga. Dengan memperbaiki fasilitas pejalan kaki.

Hal tersebut krusial untuk mengejar langkah cepat negara lain dalam memuliakan pejalan kaki. Jika terlambat, bukan tak mungkin Jakarta hanya menjadi penonton di tengah silaunya pesona kota modern dunia…

Berharap boleh, tapi kalau tidak siap kecewa, mending jangan saja.

Baca Juga : Thread Calon HT
Baca Juga : Thread Calon HT lagi





Sumber Referensi : New Urbanism, Straits Times dan Dezen
Diubah oleh jeansobek 10-11-2017 10:44
0
18.8K
149
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan