dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Sunda Wiwitan Disebut Telah Terdaftar di Pemerintah sejak 1982
Sunda Wiwitan Disebut Telah Terdaftar di Pemerintah sejak 1982

Kamis, 9 November 2017 | 19:01 WIB



dokumentasi pribadi

Dewi Kanti, penghayat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan

JAKARTA, KOMPAS.com - Penghayat Sunda Wiwitan, Dewi Kanti Setianingsih mengakui bahwa kelompoknya saat ini tidak terdaftar di Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Mungkin kelalaian dari aparatur kita. Artinya, sebetulnya tugas dari pelayan publik adalah bersifat aktif mendata, kelompok-kelompok," kata Dewi, saat dihubungi pada Kamis (9/11/2017).

"Kita maklumi saja, karena sudah jelas kelompoknya. Ya kalau dianggap tidak ada, bukan kesalahan kami," ujar dia.

Padahal, kata Dewi, kelompoknya telah terdaftar di pemerintah dengan nama Paguyuban Adat Karuhun Urang (Akur) sejak 1982. Aliran tersebut lah yang akhirnya sekarang menjadi Sunda Wiwitan.

"Kami sudah teregistrasi sejak tahun 1982 dengan nama Akur. Jadi mungkin kurang di-update oleh kementerian terkait. Ini bukan sebuah persoalan yang berarti, ini perlu waktu saja untuk mendata ulang," kata dia.



KOMPAS.com/ Muhamad Syahri Romdhon

Sejumlah warga adat suda wiwitan cigugur Kuningan bersama sejumlah anggota LSM GMBI dari beberapa kabupaten, menggelar unjuk rasa di kantor Pengadilan Negeri Kuningan, Kamis (13/7/2017). Mereka bersama-sama menolak rencana eksekusi lahan cagar budaya nasional yang akan dilakukan pada 20 Juli mendatang.

Meski demikian, Dewi pun mengatakan bahwa kelompoknya siap kooperatif dengan kementerian terkait untuk persoalan tersebut. Apalagi, pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang kelompok penghayat kepercayaan baru-baru ini.

"Prinsipnya, kalau kami tetap akan lakukan respons aktif, komunikasi dengan kementerian terkait," ucap dia.

Cikal bakal Sunda Wiwitan diawali aliran Perkumpulan Aliran Cara Karuhun Urang (PACKU) yang didirikan dan dipimpin oleh Djati Kusumah.

Aliran PACKU itu pun pernah terdaftar di Kemendikbud. Namun, aliran itu dibekukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan dinyatakan sebagai aliran sesat.

Kemudian, Aliran Karuhun Urang (Akur) didirikan. Aliran tersebut lah yang kini menjadi kelompok Sunda Wiwitan.

Berdasarkan data Kemendikbud pada 2017, 187 kelompok penghayat kepercayaan itu tersebar di 13 provinsi di Indonesia.

Berikut rinciannya:

- Sumatera Utara 12 kelompok
- Riau 1 kelompok
- Lampung 5 kelompok
- Banten 1 kelompok
- DKI Jakarta 14 kelompok
- Jawa Barat 7 kelompok
- Jawa Tengah 53 kelompok
- Yogyakarta 25 kelompok
- Jawa Timur 50 kelompok
- Bali 8 kelompok
- Nusa Tenggara Barat 2 kelompok
- Nusa Tenggara Timur 5 kelompok
- Sulaweasi Utara 4 kelompok

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi sebelumnya menyatakan bahwa status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut.



Fachri Fachrudin

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (10/10/2017).

Menurut majelis hakim, hal tersebut diperlukan untuk mewujukan tertib administrasi kependudukan, mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam.

Hal itu disampaikan MK dalam putusan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan e-KTP.

Hal itu diatur dalam Pasal 61 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk.

Menurut MK, untuk menjamin hak konstitusional para pemohon, kata "agama" dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) UU Adminduk harus mencakup penganut penghayat kepercayaan.

Perbedaan pengaturan antarwarga negara dalam hal pencantuman elemen data penduduk tidak didasarkan pada alasan yang konstitusional.

Pengaturan tersebut telah memperlakukan secara berbeda terhadap warga negara penghayat kepercayaan dan warga negara penganut agama yang diakui menurut peraturan perundang-undangan dalam mengakses pelayanan publik.

Oleh karena itu, MK memutuskan kata "agama" dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

http://nasional.kompas.com/read/2017...tah-sejak-1982

Memang benar, kadang birokrat kita kurang update sih
0
10.7K
85
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan