Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Revisi UU Keselamatan Kerja diperlukan

Polisi mengamati barang bukti kembang api yang berhasil diamankan saat olah TKP kebakaran pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, Banten, Jumat (27/10).
Meledaknya pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses di Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi bukti betapa masih lemahnya pengawasan pemerintah terhadap operasional sebuah usaha, juga perlindungan terhadap tenaga kerja.

Setelah tragedi yang, hingga berita ini ditulis pada Rabu (1/11/2017), telah menewaskan 50 orang pekerja itu terjadi, baru semua sadar betapa sudah usangnya undang-undang yang mengatur soal keselamatan tenaga kerja, termasuk sanksi bagi para pengusaha yang melanggarnya.

Kewajiban pengusaha untuk menjaga keselamatan para pekerjanya saat ini diatur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 (fail pdf), yang berarti sudah berlaku selama 47 tahun sejak diundangkan pada 12 Januari 1970 oleh Presiden Suharto.

Komisi IX DPR, dalam rapat bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Selasa (31/10), terkait meledaknya pabrik kembang api tersebut, mengusulkan agar UU tersebut direvisi dan revisi tersebut harus berawal dari inisiatif pemerintah.

Dede Yusuf Macan, Ketua Komisi IX, menyatakan banyak kelemahan dalam UU tersebut dalam memberikan perlindungan kepada pekerja. Hal paling jelas adalah ringannya sanksi bagi perusahaan yang tidak menyediakan peralatan penunjang keselamatan kerja.

Ia merujuk pada pasal 15 ayat 2 yang menyatakan sanksi bagi para pengusaha yang melanggar UU tersebut adalah hukuman kurungan maksimal tiga bulan atau denda tertinggi Rp100.000.

"Tentu Rp 100 ribu hari gini beli bakso aja nggak cukup," kata Dede, dikutip detik.com.

Lebih lanjut Dede menjelaskan, DPR meminta agar revisi UU tersebut dilakukan berdasarkan inisiatif pemerintah karena jika DPR yang mengusulkan, pasti akan melalui perdebatan yang memakan waktu panjang.

"Kami minta jadi usulan pemerintah. Kalau pemerintah itu dikasih matang kami tinggal rumuskan dan sinkronkan saja. Kalau kami yang membahas maka akan terjadi perdebatan alot yang memakan waktu 2-3 tahun. Hampir semua inisiatif DPR memakan waktu 5 tahun, 7 tahun," papar politisi Partai Demokrat itu.

Revisi UU tersebut sudah diusulkan sejak lama, terutama oleh Organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), namun Kemenaker belum juga mau melakukan inisiatif untuk mengubahnya.

Dalam sebuah diskusi mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Januari tahun lalu, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, saat itu dijabat Muji Handaya, menyatakan mereka enggan mengajukan inisiasi revisi UU karena kondisi politik saat itu belum mendukung.

"...takutnya UU-nya bukan menjadi lebih baik, malah menjadi tambah jelek," kata Muji saat itu, dikutip BeritaSatu.

Selain mendorong upaya revisi UU No. 1/1970, dalam rapat yang tak dihadiri oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dakhiri itu, Komisi IX juga menggarisbawahi lemahnya pengawasan pemerintah terhadap ketenagakerjaan.

Anggota Komisi IX Dewi Asmara, dikutip Rilis.id, menyatakan Kemenaker selama ini lebih banyak berperan sebagai pemadam kebakaran, karena saat pabrik terbakar baru datang. Seharusnya, Kemenaker sudah mengantisipasi dan mendata pabrik mana saja yang tidak layak beroperasi.

Jika hal itu dilakukan, lanjut Dewi, pemerintah akan mudah mengantisipasi jika terjadi hal yang tak diinginkan.

DPR juga mendesak BPJS Ketenagakerjaan untuk segera melaksanakan kewajiban layanan kepada para peserta BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi korban ledakan.

Dari 103 pekerja di pabrik tersebut, diketahui hanya 27 orang yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

Bagi yang tak terdaftar, saat mendatangi lokasi ledakan pada Sabtu (29/10), Menteri Hanif menyatakan akan diberi santunan oleh pemerintah dan mewajibkan pemilik perusahaan untuk "bertanggung jawab sesuai standar BPJS".

Standar BPJS yang dimaksud adalah santunan Rp170 juta untuk keluarga korban yang meninggal dan biaya perawatan hingga sembuh bagi mereka yang cedera.

Meledaknya pabrik kembang api itu terjadi pada Kamis (26/10/2017). Usai memeriksa beberapa saksi dan menyita beberapa barang bukti polisi menetapkan Subarna Ega sebagai tersangka bersama pemilik pabrik Indra Liyono dan direktur operasional pabrik Andri Hartanto.

Andri dan Ega dikenakan Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang menyebabkan Kematian dan Pasal 188 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kebakaran dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun.

Polisi menjerat Indra dengan pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dan Pasal 74 juncto Pasal 183 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait pekerja anak.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...rja-diperlukan

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Tiada korban jiwa akibat gempa beruntun di Ambon

- Alexis hentikan operasi, akui akan berbenah

- Cerita di balik foto pre-wedding Kahiyang dan Bobby

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
9K
69
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan