BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Jika sudah e-KTP, mengapa masih butuh artefak kartu?

Ilustrasi: Menunggu penyelesaian pembuatan e-KTP
Lewat media sosial, tersiar kabar bahwa dalam acara Nusantara Expo dan Forum 2017 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, warga bisa merekam data dan mencetak e-KTP. Akibatnya, sejak 18 Oktober sampai 22 Oktober, ribuan warga berdatangan di acara tersebut. Maklumilah, sebagai besar dari mereka adalah warga negara yang sudah bertahun-tahun menunggu pencetakan kartu e-KTP.

Ada tiga pihak yang terkaget-kaget dengan membeludaknya warga dalam kegiatan tersebut. Pertama, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Kedua, para petugas dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Ketiga, warga masyarakat itu sendiri.

Kegiatan perekaman data dan pencetakan e-KTP dalam acara tersebut adalah salah satu bentuk inisiatif dari Kemendagri untuk 'jemput bola' dalam menyelesaikan perekaman data e-KTP, yang ditargetkan selesai pada akhir tahun ini.

Namun Mendagri Tjahjo Kumolo tidak mengira ribuan warga akan memadati kegiatan tersebut. Sebab, menurut Tjahjo, blanko e-KTP sebetulnya sudah disebar ke daerah-daerah.

Dalam kegiatan itu Kemendagri menyiapkan 10 printer untuk mencetak e-KTP. Dengan jumlah printer sebanyak itu, Kemendagri memperkirakan mampu mencetak 6 sampai 7 ribu e-KTP dalam sehari. Namun nyatanya Kemendagri tetap terkaget-kaget dengan kedatangan warga yang berjumlah ribuan itu.

"Membeludak ini sepertinya kami tidak siap sepertinya," kata Sekretaris Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, I Gede Suratha, seperti dikutip Kumparan.

Selama 5 hari kegiatan tersebut, ada 22 ribu pemohon yang ditangani Kemendagri. Dari Jakarta tercatat 19 ribu pemohon. Selebihnya datang dari berbagai daerah, termasuk dari luar Pulau Jawa.

Kegiatan tersebut bukan cuma mengagetkan Mendagri dan para pejabat di Kemendagri saja. Warga pun tidak kalah terkejut, tapi bukan karena jumlah orang yang menyesaki kegiatan tersebut. Warga terkejut karena ternyata mengurus e-KTP itu mudah dan cepat.

Pengalaman yang mereka dapat dalam kegiatan itu sangat berbeda dengan pengalamannya mengurus hal serupa di kelurahan atau kecamatan. Banyak di antara mereka telah mengurus pembuatan e-KTP selama bertahun-tahun di kelurahan atau kecamatan tapi tidak selesai.

Banyak warga takjub dengan kegiatan itu: urusan yang bertahun-tahun dirasakan tidak selesai itu, dalam sehari saja sudah beres. Bahkan, ada yang hanya 4 jam saja.

Ini memang pertanyaan sebagian besar warga negara: mengapa urusan pembuatan e-KTP begitu lama? Apakah masalah sesungguhnya?

Salah satu hal yang membuat pembuat e-KTP terasa sangat lama adalah sikap hati-hati Kemendagri, terkait identitas yang terekam ganda. Menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, sampai saat ini tercatat 1,9 juta identitas yang terekam ganda.

Perekaman ganda bukanlah perkara main-main. Mendagri Tjahjo Kumolo menyebutkan, pernah ada seseorang yang memilik 169 e-KTP -yang dipergunakan untuk kejahatan perbankan.

Saat ini Kemendagri sedang merapikan data-data untuk menghindarkan perekaman ganda itu. Kasus-kasus perekaman ganda itu menghambat penyelesaian pendataan dan pembuatan e-KTP.

Kita patut memahami dan mengapresiasi sikap kehati-hatian Kemendagri itu. Bagaimanapun Nomor Induk Kependudukan (NIK) harus bersifat unik dan khas, tunggal, serta melekat pada seorang warga negara.

Namun, informasi yang beredar di tengah masyarakat tidak menyebut perkara perekaman ganda sebagai penyebab lambannya pembuatan e-KTP. Ketidaktersediaan blanko e-KTP adalah dalih yang sering didengar warga atas berlarut-larutnya pembuatan e-KTP.

Gara-gara blanko tidak tersedia, banyak warga hanya mendapatkan Surat Keterangan (Suket) untuk menggantikan e-KTP. Yang menjengkelkan banyak warga, Suket itu harus diperbarui dalam jangka waktu tertentu.

Kemendagri mengaku telah mengatasi persoalan ketidaktersediaan blanko e-KTP. Sudah ada 25,9 juta blanko e-KTP, yang akan cukup sampai Desember 2018. Kemendagri juga mengaku telah mengirimkannya ke seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.

Namun nyatanya, keluhan kekurangan blanko e-KTP masih terdengar di berbagai daerah. Sebut saja, sekadar contoh, Bogor, Cilegon, Jepara, Bekasi, Kampar, Malang, Tanjungpinang, Bintan, dan Kapuas.

Persoalan ini harus mendapat perhatian yang serius dari Kemendagri. Jika memang disebabkan oleh efek bottle neck, perlu upaya keras agar distribusi lebih lancar dan tepat sasaran. Yang tak kalah penting tentu adalah memastikan bahwa blanko itu tidak bocor atau dijual belikan kepada pihak lain seperti terjadi di Manado.

Di luar itu semua, sebetulnya ada pertanyaan yang belum pernah dijawab dengan jelas oleh pemerintah: mengapa warga negara perlu memiliki e-KTP berujud artefak kartu yang harus dicetak secara resmi oleh lembaga resmi pula?

Jika data warga negara sudah terekam secara akurat dan mendapatkan NIK, apa perlunya lagi artefak berbentuk kartu yang harus dicetak oleh lembaga resmi? Tidakkah cukup bahwa setiap warga negara hanya perlu mengingat NIK-nya sendiri, atau menyimpan file gambar digitalnya, atau diperbolehkan mencetak sendiri e-KTP?

Mencetak sendiri sebuah kartu identitas bukanlah perkara baru bagi kita. BPJS telah menerapkannya, dan tidak pernah ada persoalan yang ditimbulkan oleh hal tersebut. Peserta BPJS bisa mengunduh sendiri file gambar kartunya -untuk disimpan atau dicetak sendiri. Dalam sistem yang menggunakan database terpusat, hal terpenting adalah nomor identitas uniknya, bukan artefaknya.

Jika e-KTP dibebaskan dari urusan artefak itu, setidaknya pemerintah dan warga negara bisa lebih fokus menuntaskan perekaman data kependudukan. Ketersediaan blanko e-KTP menjadi bukan isu yang penting lagi. Tentu saja, hal itu bersandar kepada asumsi bahwa berbagai urusan penting -seperti urusan perbankan, sekolah, jaminan kesehatan, dan lainnya- yang memerlukan NIK mendapatkan otorisasi untuk memeriksa keabsahan sebuah NIK.

Mengapa tidak?



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...-artefak-kartu

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Jangan perlambat reforma agraria dengan polemik

- Masih banyak pekerjaan rumah setelah 3 tahun

- Eksodus 1998 dan perhatian kemanusiaan kita

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
18.1K
108
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan