Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Kekerasan terhadap jurnalis terjadi lagi

Sejumlah jurnalis menyerahkan karangan bunga duka cita kepada Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun (kiri) saat melakukan aksi unjuk rasa, di Pendopo Bupati Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (10/10). Elemen jurnalis di Kabupaten Banyumas mengutuk tindak kekerasan oleh polisi dan Satpol PP terhadap sejumlah wartawan saat meliput pembubaran unjuk rasa penolakan pembangunan PLTPB Baturraden pada Senin (9/10) malam.
Kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugasnya kembali terjadi di Indonesia. Kali ini terjadi di halaman kantor Bupati Banyumas, Jawa Tengah, Senin (9/10) malam.

Aparat keamanan itu seharusnya mengamankan jalannya unjuk rasa penolakan pembangunan Pembangkit Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Gunung Slamet.

Ratusan orang dari berbagai elemen itu meminta agar Bupati Banyumas, Achmad Husein, membuat surat rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo guna menghentikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden. Mereka menilai pembangungan PLTP Baturraden ini menyebabkan kerusakan lingkungan.

Unjuk rasa dijadwalkan berakhir pukul 18:00 WIB, tetapi massa masih berkumpul dan ada yang mencoba mendirikan tenda. Pada pukul 20:00 aparat keamanan yang terdiri dari anggota Kepolisian Resor Banyumas dan Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kabupaten Banyumas pun bergerak untuk membubarkan mereka.

Ketika itulah kekerasan terjadi. Jurnalis Metro TV, Darbe Tyas, menjadi korban penganiayaan dan mesti dirawat di rumah sakit.

Beberapa lainnya--Agus Wahyudi (Suara Merdeka), Aulia El Hakim (Satelitpost), Maulidin Wahyu (Radar Banyumas), dan Dian Aprilianingrum (Suara Merdeka)--mengaku diintimidasi dan perlengkapan dokumentasi mereka dirampas oleh aparat keamanan.

Darbe, yang saat itu berdiri agak jauh dari lokasi demonstrasi, diseret beberapa oknum aparat ke halaman kantor Sekretariat Daerah Banyuwangi, lalu dipukuli. Ia mengalami luka memar, sementara kartu pers dan kamera yang dibawanya direbut paksa.

"Saya ditarik yang pertama. Saya dijatuhkan kemudian ada beberapa kali saya merasakan pukulan dan injakan di bagian dada saya. Ketika saya tertelungkup mereka pun masih melakukan hal tersebut. Itu lebih dari 10 orang," jelas Darbe, dikutip detik.com.

Setelah mengalami kekerasan fisik selama sekitar 10 menit, Darbe yang sudah tidak berdaya ditolong oleh Wahyu dan Dian. "Jika helm yang dipakai Darbe sampai lepas, kemungkinan besar akan mengalami kondisi yang lebih parah," kata Agus.

Kepada Media Indonesia, Agus bercerita bahwa proses pembubaran massa pengunjuk rasa itu berlangsung brutal dan para wartawan langsung mendokumentasikannya. Beberapa oknum polisi dan Satpol PP kemudian berusaha merampas ponsel dan kamera para wartawan tersebut.

Bahkan, lanjut Agus, oknum-oknum aparat meminta mereka untuk menghapus seluruh gambar yang ada dalam kamera. Ada pula oknum yang membanting alat kerja wartawan itu.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) langsung mengutuk tindakan kekerasan tersebut.

"Mereka berada di lokasi berlangsungnya aksi adalah dalam rangka melaksanakan tugas jurnalistik. Wartawan dalam melaksanakan tugasnya dilindungi oleh UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers," kata Ketua PWI Banyumas Sigit Oediarto dalam siaran pers, Selasa (10/10).

Sementara Ketua AJI Purwokerto, Rudal Afgan, menyuarakan kecaman terhadap tindakan represif tersebut dan mendesak kapolres dan bupati Banyumas untuk mengusut dan menindak tegas personel yang melakukan tindakan kekerasan.

Pemerintah, menurut Rudal, harus menjunjung tinggi dan melindungi setiap bentuk ekspresi kebebasan berpendapat

Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono, dikutip Liputan6, menyesalkan adanya peristiwa tersebut. Apalagi hingga menimbulkan korban luka.

"Oleh karenanya atas nama Kapolda dan Polri menyampaikan permohonan maaf atas kejadian (Senin) malam," ujar Condro.

"Kalau ada ditemukan salah prosedur, displin, kode etik, bahkan pidana kami akan proses anggota kami yang salah dalam penanganan," tambahnya.

Ia juga menyatakan pihaknya akan membiayai perawatan semua korban dan tengah menginventarisasi segala barang yang rusak atau hilang dalam insiden tersebut.

Sementara itu, Koordinator Front Perjuangan Rakyat (FPR) Rudi HB Daman kepada RMOL.co, menyatakan ada 24 orang pengunjuk rasa ditangkap, 28 orang lainnya mendapat penganiayaan, bahkan 1 orang diantaranya harus dilarikan ke Rumah Sakit Denkos Polisi.
Berisiko tinggi
Walau telah dilindungi undang-undang, wartawan adalah salah satu pekerjaan yang berisiko tinggi di Indonesia.

Sepanjang tahun lalu, menurut data AJI yang dihimpun Lokadata Beritagar.id, terjadi 78 tindak kekerasan, termasuk satu kasus pembunuhan, terhadap para kuli tinta tersebut.

Tampak pada grafik di bawah ini, kekerasan fisik menjadi bentuk intimidasi terbanyak kepada wartawan dengan 35 kasus pada periode Januari-Desember 2016.

Sementara, tindak kekerasan terhadap wartawan paling banyak dilakukan oleh warga (26 kasus), lalu polisi (13), dan pejabat pemerintah (8).

Menurut data AJI, tindak kekerasan terhadap para jurnalis di Banyumas itu adalah yang ke-24 kalinya terjadi tahun ini. Total, sejak tahun 2006 telah terjadi 602 tindak kekerasan--mulai dari intimidasi verbal hingga pembunuhan--terhadap para kuli tinta di Indonesia.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...s-terjadi-lagi

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Putusan MK membuka peluang KPK menyeret lagi Setya Novanto

- Operasi pasar untuk stabilkan pasokan beras medium

- Amunisi pesanan Polri parkir di Mabes TNI

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
9.6K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan