tomcheAvatar border
TS
tomche
[Sharing] Pengalaman Membuat Sabun Cair

Kenapa gw nulis pengalaman ini di Green Lifestyle? Karena gw pernah baca kalo kandungan deterjen dan bahan-bahan kimia yang ada di sabun cair pasaran, banyak yang mencemari lingkungan. Jadi dengan menggunakan sabun cair buatan sendiri setidaknya membantu mengurangi limbah. Selain itu, kulit gw sangat kering, setiap abis mandi sore langsung terasa gatal karena kering. Gw pikir dengan membuat sabun cair yang berbahan baku minyak alami akan sedikit membantu permasalahan kulit ini.

Intro

Perkenalkan, gw Tommy, seorang ayah dari 1 putri dan seorang suami dari 1 istri.
Gw bekerja di perusahaan keluarga yang bergerak di bidang kerajinan tangan. Sifat pekerjaan dan budaya perusahaan yang kekeluargaan membuat gw punya banyak waktu luang. Kadang gw bisa memanfaatkan waktu luang untuk hal yang positif, kadang dengan hal negatif, tapi lebih sering dengan kegiatan yang netral, alias gak ngapa-ngapain, seperti nonton TV, buka 9gag, nonton youtube orang berantem di jalanan, nonton youtube yang isinya orang nonton dangdut sampe berantem.

Untuk hal yang positif, gw suka baca-baca tentang DIY, dan mempraktekannya di dalam khayalan. Kadang ada yang dipraktekan di dunia nyata, tapi hasilnya hanya bisa dilihat di dunia khayal, alias gagal!

Bikin cinnamon roll, berakhir dengan adonan yang teksturnya tidak kalis dan tidak encer.
Bikin slime, berakhir dengan adonan yang teksturnya tidak kalis dan tidak encer.
Bikin sambel fermentasi, lumayan berhasil, tapi 3 hari udah basi padahal janjinya ini sambel gak akan basi seumur hidup!

Kenapa mayoritas eksperimen rumahan gw gagal? Karena seringkali gw tidak mau terima kalau proses itu butuh waktu atau butuh akurasi. Resep suka gw gonta ganti tergantung ketersediaan bahan, waktu suka gw potong singkat karena gak sabar. Kalaupun berhasil, biasanya berakhir dengan stok yang berlebihan. Masih segar dalam ingatan ketika 80% kulkas gw isinya Kombucha! Bingung ngabisinnya gimana, akhirnya gw jadiin pupuk (alias buat siram tanaman).

Seiring dengan usia yang sudah melewati 30, maka gw berjanji akan lebih terukur di dalam melakukan eksperimen rumahan, apalagi udah punya anak, kita harus bisa memberi contoh yang baik. Jangan sampe dia hidup dikelilingi sampah-sampah hasil kegagalan ayahnya. Apalagi sampah kegagalan ini mayoritas benda cair yang nanggung. Kegagalan yang kenyal!

Oke, kembali ke anak… Anak gw usianya 5 tahun hampir 6. Seperti layaknya anak kecil, dia senang apabila dibacain buku sebelum mau tidur. Berhubung gw suka DIY, maka ada beberapa buku tentang asal-usul benda. Salah satunya SABUN. Bukunya bagus, gambarnya lucu, alur cerita sederhana sehingga mudah dipahami anak kecil. Buku ini adalah favorit anak gw. Tak terhitung berapa kali dia minta dibacain buku tentang sabun ini. Buku ini diakhiri dengan panduan membuat sabun sendiri di rumah. Bagian ini biasanya disensor oleh istri gw. Kenapa? Karena dia punya trauma tersendiri terhadap DIY SABUN.

YA! Gw juga pernah mencoba bikin sabun sendiri. Gw selalu menganggap itu berhasil, tapi istri gw menganggap gw gagal. Jadi untuk jalan tengahnya, status eksperimen sabun dinyatakan gagal parsial atau pseudo-sukses. Kenapa sukses? Karena mengandalkan tangan gw sendiri, gw berhasil membuat sabun batang yang mengeluarkan busa dan melembutkan kulit! Kenapa gagal? Karena sabun batang itu baunya gak enak! Kenapa gak enak? Karena resepnya menganjurkan untuk menggunakan fragrance atau essential oil, sedangkan gw pake essence strawberry beli di Carrefour.


Provokasi, Proyek Sabun Mulai!

Memasuki libur sekolah, gw dan istri merangkai rencana kegiatan yang bisa dilakukan bersama anak. Jalan ke museum, berenang, bercocok tanam, main ke rumah temennya, dan sebagainya direncanakan. Semua berjalan normal sampai suatu malam menjelang tidur anak gw menuntut bagian akhir buku Sabun dibacakan. DIDEKLAMASIKAN!

Dengan senang hati gw bacakan bagian DIY dan dengan bangga membuncah di dada gw bilang “Ayah bisa lho bikin sabun sendiri!”. Anak gw menyambut ide itu dengan senyum di bibir, senyum di mata (smize kalo kata Tyra Banks) dan hidungnya kembang kempis kanan kiri. YES! Ujarku dalam hati, akhirnya dapet legitimasi untuk eksperimen rumahan. Istri yang sedang bermain handphone layaknya orang telat gaul tetiba tersentak dari dunia alay grup WA ibu-ibu arisan sekolah! TIDAK!! Ujar dia secara datar. “Nanti gagal, terus ayah tidak mau beresin sampahnya”.

Lalu kami berdebat selama beberapa menit, diisi dengan rayuan, argumen, pura-pura tersinggung, akhirnya kami menemukan jalan tengah. Selama sabunnya cair dan istri dilibatkan dalam proses penentuan bahannya, maka lampu hijau!

Istri menyarankan untuk mengikuti workshop yang dia lihat di instagram. Bukan ide buruk, tapi gw punya kecanggungan untuk bercengkerama dengan banyak orang sekaligus. Akhirnya gw memutuskan untuk eksperimen sendiri aja dulu di rumah.

Setelah membaca beberapa artikel di website, seperti soapqueen, soapmakingforum, brambleberry, dan nonton youtube, tekad dibulatkan, resep disusun. Resep yang gw pake berasal dari salah satu thread soapmakingforum yang bahannya :

Minyak Zaitun = 195 gram
Minyak Kelapa Virgin = 75 gram
Minyak Jarak = 30 gram

Selain minyak, gw juga belanja besar-besaran secara online untuk membeli :

KOH = Untuk membuat larutan Lye yang akan men-saponifikasi minyak
Vegetable Glycerin = Untuk membuat larutan Lye yang akan men-saponifikasi minyak
Sodium Lactate = Untuk menghasilkan sabun yang lebih lembut
PolySorbate 80 = Katanya supaya sabun cairnya kecampur rata dengan essential oil
Stick blender = Untuk ngaduk secara cepat di pancinya langsung
Lavender Oil = Mandat Istri
Peppermint Oil = Mandat Istri
Alat Pengaman Diri = Goggles, Masker, Sarung Tangan


Langkah Kerja

Proyek dimulai di hari Jumat sore sepulang kantor. Pukul 5 sore, setelah melengkapi diri dengan peralatan pengaman, semua bahan gw timbang. Ternyata pake masker, goggle, dan sarung tangan itu meningkatkan produksi keringat. Mantab!

Membuat larutan Lye merupakan tantangan tersulit, karena ternyata KOH sulit untuk larut di Glycerin. Ditambah tangan gw tidak terlatih untuk gerakan mengaduk, jadinya cepet pegel. Tambah lagi, ngaduknya di atas kompor dengan api kecil, jadinya tambah panas!

Setelah akhirnya larut semua, Lye itu dicampur ke dalam campuran minyak dan diaduk menggunakan blender. Ajaib! Larutan minyak + lye berubah dengan cepat (+/- 10 menit) menjadi adonan “seperti sabun”. Menurut resep, adonan itu harus didiamkan hingga semua KOH dalam larutan lye sepenuhnya tersaponifikasi. Cara mengujinya adalah menggunakan PH meter, tapi berhubung gw gak belanja alat itu, disarankan mengujinya dengan menjilatnya. Apabila ketika adonan dijilat, lidah kita serasa kesetrum batre 9 volt, maka harus didiamkan lebih lama lagi. Lah, gw gak pernah jilatin batre 9 volt. Lah, di rumah gw gak ada batre 9 volt. Gimana nih? Apa mesti mengulum batre 1,5 volt sebanyak 6 biji?? Mulut gw gak cukup. Gawat!

Untungnya beberapa artikel yang mengulas tentang cara uji ini mengatakan bahwa rasa kesetrum itu sangat khas, sehingga kalo emang kesetrum, tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Kalo ragu kesetrum apa enggak, artinya gak nyetrum. Oke deh, adonan gw tinggal dulu main squash sama teman-teman, pada pukul 7 malem.

Pulang main squash sekitar jam 11 malem (lebih lama nongkrong daripada olahraga), gw coba jilat itu adonan dan rasanya………manis! Ini gak sesuai artikel manapun. Tapi positif thinking aja, yang penting gak nyetrum. Tidur terasa lebih nyenyak mengetahui ada secercah harapan pada adonan ini. Sayangnya komitmen terhadap beberapa acara membuat gw gak bisa langsung melanjutkan proses pengenceran adonan di pagi hari. Pengenceran adonan baru bisa dilakukan siang pukul 2.

Proses pengenceran melibatkan beberapa tahapan yang secara visual tidak meyakinkan. Ketika dicampur air, adonan berubah menjadi seperti susu. Gak berapa lama, berubah menjadi bergelembung. Semuanya terlihat mengkhawatirkan! Pada akhirnya, pukul 4 sore, adonan mulai terlihat jernih. Alhamdulillah!

Hasil Akhir

Setelah jernih, larutan sabun cair gw pisahkan ke dua botol pump, satu dicampur dengan Lavender, satunya lagi Peppermint. Ketika mencampur Lavender, suasana dapur harum mewangi seperti sedang di spa. Ketika mencampur Peppermint, suasana dapur berubah seperti lagi ada di mulut Miranda Kerr yang lagi ngunyah perment Pindi Mint….dingin…dingin….empuk.

Secara momentum, diselesaikannya sabun cair ini pada sore hari pukul 4 sangatlah tepat. Karena tepat hari itu stok sabun gw dan istri habis! Bayangkan kalo tidak selesai tepat waktu, mungkin gw akan melumuri tubuh dengan abu gosok dan minyak.

Percobaan pertama berakhir dengan datar-datar saja, rasanya biasa aja, gak ada yang istimewa. Tidak paripurna. Hati ini agak kecewa karena berharap cukup banyak dari sabun ini. Tapi setidaknya, sisi positifnya, gw udah punya sabun lagi. Cukup untuk 2-3 minggu (1 liter!).

Begitu giliran istri mandi, testimoni yang dia berikan berbeda!

Dia bilang OKE! Mirip dengan produk lokal yang sekarang lagi gak jualan, hanya tidak begitu lembut.

Testimoni yang membanggakan.

Keesokan paginya, ternyata ada perubahan...sabunnya jadi terasa lebih enak. Kulit terasa kenyal, lembut, dan bersih. Buat gw ini pertama kalinya dalam kehidupan remaja hingga dewasa gw merasakan kelembutan kulit seperti ini. PARIPURNA!

Begitu juga dengan testimoni istri, dia merasakan permandian kedua lebih lembut dari yang pertama. Saking enaknya, dia sampe bilang “Ini adalah hadiah terbaik yang pernah kamu berikan”

Bahagia….sekaligus miris karena hadiah yang pernah gw berukan selama ini bapuk semua, kalah ama sabun.

Demikianlah kisah pengalaman gw membuat sabun cair.
Semoga dengan sharing di sini, akan ada kaskuser yang memiliki latar belakang akademis lebih tepat daripada gw, atau dengan pengalaman yang lebih banyak bisa ikutan berbagi mengenai Homemade Body Product. Demi mewujudkan kemandirian kulit!


ushirota
ushirota memberi reputasi
1
17K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan