- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Catatan Pro-Kontra Kebenaran Film G30S/PKI
TS
sengkunibarbar
Catatan Pro-Kontra Kebenaran Film G30S/PKI
Quote:
Film G30S/PKI menjadi geger akibat napsunya suatu kelompok yg ingin mengambil kekuasaan dengan mengangkat isu kebangkitan PKI. Dengan semangat 212, mereka mengklaim bahwa film tersebut adalah bukti pengkhianatan PKI dan kekonyolan terjadi saat kelompok yg tidak setuju penayangan film tersebut adalah antek PKI. Logika pekok.Pro kontra film G30S/PKI akan terus bergulir selama sejarah itu belum diluruskan, masih terdapat area abu-abu ditragedi tersebut. Banyak pertanyaan yang sulit dijawab meski satu persatu peranan tokoh yang ada saat itu mulai terkuak. Namun kesulitan masih mengiringi karena saksi2 sejarah hampir semuanya sudah wafat. Ada yg mengatakan ini hanya film propaganda, sedangkan yg pro mengatakan, film ini sudah sesuai sejarah. Film G30S/PKI tidak bisa dijadikan acuan otentiknya kejadian saat itu. Era kebebasan juga menampilkan banyak literasi sejarah G30S yg berbeda. Saat rezim Orba berkuasa, bukan hanya film G30S/PKI saja alat propaganda orde baru untuk memanipulasi sejarah. Selain G30S/PKI, film propaganda yg juga wajib ditonton saat itu adalah film yg berjudul 'Janur Kuning'.Sama seperti film G30S/PKI, film ini juga menjadikan Soeharto sebagai tokoh sentral dan menjadikan dirinya tokoh baik yg melawan kejahatan (Belanda). Film Janur Kuning ini berlatar belakang sejarah serangan dan penguasaan TNI terhadap kota Yogyakarta dari pendudukan Belanda saat Agresi Militer II berlangsung. Penguasaan kota selama 6 jam yg dikenal dengan Serangan Oemoem 1 Maret atau Serangan 6 jam di Jogja.
Serangan 6 jam di Jogja versi film Janur Kuning, mengiklankan kemampuan Soeharto sebagai penggagas, komandan lapangan dan kehebatannya bertempur melawan Belanda. Rambo style.Letkol Soeharto tanpa rasa malu, menghilangkan peran2 tokoh lain yg menjadi atasannya seperti, Kolonel Bambang Sugeng, Kolonel TB Simatupang, AH Nasution hingga Panglima Besar Sudirman dan Sultan Hamengku Buwono IX.Pengakuan Soeharto dalam bukunya yg mengatakan bahwa penyerangan Jogja adalah murni dibawah komandonya juga terbantahkan dengan tulisan dan dokumen sejarah yg masih tersimpan dan bisa dipertanggubgjawabkan kebenarannya seperti
- Dokumen: Perintah Siasat No. 4/S/Cop.I, tertanggal 1 Januari 1949,
- Dokumen: Instruksi Rahasia tertanggal 18 Februari 1949, dan
Dalam dokumen tersebut tercatat bahwa serangan terhadap Jogja tidak berdiri sendiri namun atas instruksi Panglima Besar Sudirman dan dibawah kendali operasi Panglima Divisi III/Gubernur Militer III, Kolonel Bambang Sugeng. Sesuai dengan tulisan Kolonel TB. Simatupang pada buku 'Laporan Dari Banaran'. Sedangkan Soeharto saat itu adalah Komandan Brigade X/Wehrkreise III dengan pangkat Letkol.Konyolnya, selain mengklaim SU 1 Maret sebagai gagasannya, ternyata pada saat pertempuran berlangsung, Soeharto sebagai komandan, justru berada digaris belakang. Bukan seperti yang kita saksi dalam film Janur Kuning, dimana Soeharto berlagak dan bergaya seperti cowboy menghadapi perampok bank. A. Latief yang saat itu berpangkat Kapten dan menjadi bawahan Soeharto, menceritakan kesaksiannya:Kompi pimpinan Latief kocar-kacir digempur serangan balik pasukan Belanda. Dalam kondisi seperti itu Latief memerintahkan pasukannya mundur ke Pangkalan Kuncen sambil tetap berupaya memberikan tembakan balasan. Setelah di garis belakang, Latief memeriksa sisa pasukan.
Ternyata tinggal 10 orang tentara.Di saat mundur tadi sekilas diketahui 12 orang terluka dan 2 orang gugur di tempat. Mereka yang luka terpaksa ditinggal di medan pertempuran, sehingga kemungkinan besar juga tewas, sedangkan pemuda gerilyawan (juga di bawah kompi Latief) yang tewas 50 orang.Saat Latief bersama sisa pasukannya berada di garis belakang itulah mereka berjumpa Soeharto yang sedang santai makan soto babat, ujar Latief.Jadi kita bisa mengetahui, bagaimana Soeharto memanipulasi sejarah yang meski saat itu, para pelaku sejarah masih hidup. Lantas untuk apa Soeharto memanipulasi sejarah?Sebagai seorang tentara, perjalanan karir militer Soeharto, terdapat catatan hitam yang menjadi ganjalan untuk meluruskan popularitas dan citranya. Beberapa tulisan mengungkapkan bahwa, para Pahlawan Revolusi adalah perwira-perwirayang akan menghukum Soeharto ketika diketahui melakukan korupsi saat menjabat sebagai Pangdam Diponegoro.
Bahkan catatan hitam Soeharto sudah dimulai jauh sebelum menjadi Pangdam Diponegoro. Menurut A. Latief, saat menjabat komandan BrigadeX/Wehrkreise III, kesatuan pak Harto memiliki beberapa bus rampasan perang yang kemudian di-‘obyek’-kan dengan rute Solo-Yogyakarta. Hasil obyekan tersebut tidak jelas ke mana larinya. Soeharto juga mengambil beberapa jeep warisan tentara sekutu yang seharusnya menjadi milik Sri-Sultan Hamengku Buwono IX. Namun dengan akal bulusnya jeep-jeep tersebut diambil alih untuk kesatuan dan keperluan pribadinya.Soeharto butuh pengakuan untuk menutupi catatan hitamnya. Pengakuan tidak akan didapat dari orang yang jujur menampilkan sejarah. Jadi membungkam kejujuran lalu membuka kebohongan adalah satu-satunnya jalan, agar sejarah sesuai keinginannya. Dia butuh pengakuan dari orang-orang yang buta sejarah atau membutakan mata terhadap sejarah.Jika dia mampu memanipulasi sejarah serangan 6 jam di Jogja, melalui kebohongan film Janur Kuning, dia akan bisa juga memanipulasi sejarah yang lain. Semua demi untuk mencari pengakuan. Wajar jika kita mempertanyakan hal yang sama terhadap kebenaran film dan sejarah G30S/PKI?Toh banyak sumber tulisan yang juga berbeda dengan apa yang ditulis oleh rezim Orde Baru.Kebenaran sejarah akan terlihat lebih jujur jika ditulis bukan untuk kekuasaan.
Serangan 6 jam di Jogja versi film Janur Kuning, mengiklankan kemampuan Soeharto sebagai penggagas, komandan lapangan dan kehebatannya bertempur melawan Belanda. Rambo style.Letkol Soeharto tanpa rasa malu, menghilangkan peran2 tokoh lain yg menjadi atasannya seperti, Kolonel Bambang Sugeng, Kolonel TB Simatupang, AH Nasution hingga Panglima Besar Sudirman dan Sultan Hamengku Buwono IX.Pengakuan Soeharto dalam bukunya yg mengatakan bahwa penyerangan Jogja adalah murni dibawah komandonya juga terbantahkan dengan tulisan dan dokumen sejarah yg masih tersimpan dan bisa dipertanggubgjawabkan kebenarannya seperti
- Dokumen: Perintah Siasat No. 4/S/Cop.I, tertanggal 1 Januari 1949,
- Dokumen: Instruksi Rahasia tertanggal 18 Februari 1949, dan
Dalam dokumen tersebut tercatat bahwa serangan terhadap Jogja tidak berdiri sendiri namun atas instruksi Panglima Besar Sudirman dan dibawah kendali operasi Panglima Divisi III/Gubernur Militer III, Kolonel Bambang Sugeng. Sesuai dengan tulisan Kolonel TB. Simatupang pada buku 'Laporan Dari Banaran'. Sedangkan Soeharto saat itu adalah Komandan Brigade X/Wehrkreise III dengan pangkat Letkol.Konyolnya, selain mengklaim SU 1 Maret sebagai gagasannya, ternyata pada saat pertempuran berlangsung, Soeharto sebagai komandan, justru berada digaris belakang. Bukan seperti yang kita saksi dalam film Janur Kuning, dimana Soeharto berlagak dan bergaya seperti cowboy menghadapi perampok bank. A. Latief yang saat itu berpangkat Kapten dan menjadi bawahan Soeharto, menceritakan kesaksiannya:Kompi pimpinan Latief kocar-kacir digempur serangan balik pasukan Belanda. Dalam kondisi seperti itu Latief memerintahkan pasukannya mundur ke Pangkalan Kuncen sambil tetap berupaya memberikan tembakan balasan. Setelah di garis belakang, Latief memeriksa sisa pasukan.
Ternyata tinggal 10 orang tentara.Di saat mundur tadi sekilas diketahui 12 orang terluka dan 2 orang gugur di tempat. Mereka yang luka terpaksa ditinggal di medan pertempuran, sehingga kemungkinan besar juga tewas, sedangkan pemuda gerilyawan (juga di bawah kompi Latief) yang tewas 50 orang.Saat Latief bersama sisa pasukannya berada di garis belakang itulah mereka berjumpa Soeharto yang sedang santai makan soto babat, ujar Latief.Jadi kita bisa mengetahui, bagaimana Soeharto memanipulasi sejarah yang meski saat itu, para pelaku sejarah masih hidup. Lantas untuk apa Soeharto memanipulasi sejarah?Sebagai seorang tentara, perjalanan karir militer Soeharto, terdapat catatan hitam yang menjadi ganjalan untuk meluruskan popularitas dan citranya. Beberapa tulisan mengungkapkan bahwa, para Pahlawan Revolusi adalah perwira-perwirayang akan menghukum Soeharto ketika diketahui melakukan korupsi saat menjabat sebagai Pangdam Diponegoro.
Bahkan catatan hitam Soeharto sudah dimulai jauh sebelum menjadi Pangdam Diponegoro. Menurut A. Latief, saat menjabat komandan BrigadeX/Wehrkreise III, kesatuan pak Harto memiliki beberapa bus rampasan perang yang kemudian di-‘obyek’-kan dengan rute Solo-Yogyakarta. Hasil obyekan tersebut tidak jelas ke mana larinya. Soeharto juga mengambil beberapa jeep warisan tentara sekutu yang seharusnya menjadi milik Sri-Sultan Hamengku Buwono IX. Namun dengan akal bulusnya jeep-jeep tersebut diambil alih untuk kesatuan dan keperluan pribadinya.Soeharto butuh pengakuan untuk menutupi catatan hitamnya. Pengakuan tidak akan didapat dari orang yang jujur menampilkan sejarah. Jadi membungkam kejujuran lalu membuka kebohongan adalah satu-satunnya jalan, agar sejarah sesuai keinginannya. Dia butuh pengakuan dari orang-orang yang buta sejarah atau membutakan mata terhadap sejarah.Jika dia mampu memanipulasi sejarah serangan 6 jam di Jogja, melalui kebohongan film Janur Kuning, dia akan bisa juga memanipulasi sejarah yang lain. Semua demi untuk mencari pengakuan. Wajar jika kita mempertanyakan hal yang sama terhadap kebenaran film dan sejarah G30S/PKI?Toh banyak sumber tulisan yang juga berbeda dengan apa yang ditulis oleh rezim Orde Baru.Kebenaran sejarah akan terlihat lebih jujur jika ditulis bukan untuk kekuasaan.
Penuh rekayasa nih film
Spoiler for :
0
3.1K
Kutip
7
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan