Rasa rasanya ungkapan "kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah" menjadi karakter birokrasi negara kita.

Seperti itulah yang dirasakan oleh Kari Tri Adji yang Ia ungkapkan dalam status Facebooknya, berikut ini:



Sebagai orang tua, mengurus sekolah anak adalah kewajiban dan sudah menjadi tugasnya. Ada kalanya, idealisme untuk berbakti kepada negara muncul di kepala saat ortu yang sudah lama tinggal dan dinas di luar negeri ingin anaknya juga mengenal negara kelahirannya, ya salah satunya dengan menyekolahkan anaknya ke tanah air tercinta.

Namun, di satu sisi, birokrasi menjadi hambatan mengapa idealisme ortu untuk agar anaknya berbakti kepada negeri tidak berjalan mulus. Terlihat dari status FB-nya, Kari Tri Adji mengungkapkan "Akhirnya dengan berat hati saya berkata 'Nak selesaikan SMAmu dengan cepat. Kuliah balik ke Sidney dan jadilah WN Australia. Berbaktilah pada kemanusiaan, bukan pada negaramu atau agamamu."

Jleb.

Terlanjur kecewa dengan ribetnya birokrasi, ortu ini menyerah menyekolahkan anaknya di negara asal.

Di sisi lain, ortu ini tinggal di Australia pastinya punya pekerjaan tetap. Sehingga, tidak mudah baginya untuk bolak balik ke Indonesia untuk mengurus surat-surat di Depdiknas. Itulah yang tertuang dalam status FBnya "Harus datang ke Depdiknas Jakarta sendiri untuk wawancara..!"

Mungkin bagi ortu yang punya keluangan waktu, bisa terbang ke Indonesia untuk mengurus surat menyurat tersebut.



Namun pertanyaannya, apakah sekarang Depdiknas tidak memanfaatkan fitur video call, atau sistem email untuk memudahkan urusan birokrasi antar negara?

Kan zaman sudah maju, bukankah sekarang sudah ada bermacam teknologi untuk mendekatkan yang jauh?

Contohnya seperti wawancara dengan sekolah ybs. Apakah sekolah ybs mungkin tidak dilengkapi fasilitas internet yang mumpuni untuk melalukan wawancara via online?

Lalu, bila ya, apakah Depdiknas memperbolehkan wawancara dalam bentuk video call?

Pengalaman dari Ortu Lain

Dalam sebuah komentar pada status FB Ortu di atas, ada yang menyebutkan pengalaman yang sama saat memindahkan anaknya dari sekolah menengah pertama di Denmark untuk pindah ke SMP di Jakarta, namun ujung-ujungnya bisa lolos dengan uang.

"Wuihhh kui pengalamanku yg sama ketika aku dari junior high school di denmark pindah SMP di jkt syarate njelimet n njelehi ujung"nya ya vulus utk bs di permudah, gak ngaruh biarpun ortu dokter/berpangkat.."

Pengalaman ini jelas terjadi di Indonesia berdasarkan cerita dan pengalaman orang-orang. Sudah jadi rahasia umum individu-individu dalam instansi pemerintahan masih mau mempercepat urusan asal ada uang. UUD, ujung-ujungnya duit.

Kata Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Mengenai Prosedur Pindah Sekolah Ke RI

Dilansir dari detikcom, belum ada tanggapan dari Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud terkait keluhan ini. Namun dalam e-Layanan Dikdasmen, dapat diketahui berbagai layanan terkait yang terdiri dari layanan Penyetaraan Ijazah, layanan Izin Belajar untuk Warga Negara Asing yang ingin belajar di dalam negeri dan layanan Penyaluran Siswa untuk warga negara Indonesia dari luar negeri atau siswa Satuan Pendidikan Kejrasama (dh. Internasional) di dalam negeri ingin belajar di sekolah nasional.

e-Layanan tersebut menjelaskan persyaratan dan prosedur pemindahan siswa dari sekolah asing di luar negeri ke sekolah Indonesia di dalam negeri. Syarat itu di antaranya adalah:
1. paspor dan akte lahir,
2. Surat keterangan pindah dari sekolah asal atau sekolah sebelumnya,
3. Surat keterangan dari Perwakilan RI setempat (KBRI) dan Transkrip Nilai/ Rapor kelas terakhir.

Sumber:
Status FB: https://www.facebook.com/kari.triadji?fref=nf
Berita: https://news.detik.com/berita/d-3668...965.1500380655