BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Lhokseumawe eksekusi hukum cambuk setelah 11 tahun

Ilustrasi Masjid Agung Almarkazul Islami (Islamic Center) di Lhokseumawe, Aceh, Senin (4/9/2017)
Tiga pelanggar hukum jinayah dihukum cambuk di halaman Masjid Islamic Centre Lhokseumawe, Aceh, pada Jumat (8/9/2017) siang. Hukuman cambuk itu pertama kalinya dilaksanakan di Lhokseumawe dalam 11 tahun terakhir.

Usai salat Jumat, kerumunan warga memadati halaman masjid. Puluhan petugas berseragam pun mengamankan massa yang mencoba mendekati panggung utama tempat uqubat cambuk dilaksanakan. Kerumunan itu dipisah berdasarkan jenis kelamin. Anak-anak di bawah 18 tahun diimbau tidak menyaksikan prosesi tersebut.

Menurut Pelaksana Harian (Plh) Kasatpol PP dan WH Lhokseumawe, Trisna Hayati, kepada Serambi (8/9), ketiga terpidana yang dicambuk tersandung kasus berbeda. Dua orang terlibat dalam perkara khalwat, satu wanita dan satu pria, serta satu terpidana lagi dalam perkara pencabulan.

Antaranews melaporkan, ribuan masyarakat menyaksikan pelaksanaan uqubat cambuk kepada tiga terpidana itu. Dua terpidana MU (34) dan MA (30), dihukum sebanyak 100 kali hudud cambuk di muka umum. Pasangan itu telah dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah karena melakukan zina.

Terhadap satu terpidana lainnya, FA (19) dihukum 107 kali cambuk, karena terbukti bersalah melakukan zina dalam bentuk pencabulan. Ia seharusnya menerima hukum cambuk sebanyak 110 kali, tetapi dipotong masa tahanan.

"Jadi, proses cambuk harus tuntas sesuai putusan Mahkamah Syariah. Bila terpidana pingsan saat prosesnya belum selesai, maka akan diobati dulu. Saat tim medis menyatakan sudah sehat, maka akan dilanjutkan sampai dengan selesai," ujar Trisna Hayati menggambarkan proses pelaksanaan hukuman.

Dikisahkan KBA dot ONE, MU sempat meminta cambukan dihentikan pada hitungan ke-10 karena merasa kesakitan. Prosesi kembali dihentikan pada cambukan ke-45. Sedangkan FA, sempat menerima 77 cambukan sebelum meminta dihentikan sejenak karena merasakan sakit dan keram di punggung.

Terpidana perempuan MA, dalam posisi duduk ia harus bertahan dari cambukan hingga hitungan ke-52, sebelum dihentikan sejenak untuk pemeriksaan dokter. Dokter yang bertugas memeriksa kondisi ketiganya, mengatakan, "Mereka baik-baik saja," meski luka memar terdapat di sekujur punggung.

Pelaksanaan hukum cambuk kali ini, pertamakalinya dilangsungkan dalam 11 tahun. Sejak Qanun Syariat Islam berlaku di Aceh, Pemkot Lhokseumawe terakhir melaksanakannya pada 13 Februari 2006 terhadap enam pelaku maisir (judi) di halaman Masjid Baiturrahman, Kota Lhokseumawe.

Selama ini, Pemkot Lhokseumawe lebih mengedepankan pembinaan. Para pelanggar Qanun Syariat Islam, dibina dengan cara membuat surat pernyataan untuk tidak mengulanginya lagi, kemudiain dipulangkan kepada keluarganya.
Hukum cambuk berlanjut meski dikritik
Formalisasi syariat Islam di Aceh mulai terjadi sejak akhir 1990-an. Hal itu muncul beriring masifnya aktivitas Gerakan Aceh Merdeka (GAM), serta seruan referendum yang meluas di Aceh.

Dalam riset Shari'a in Aceh; Panacea or Blight, pemerhati Aceh, Fadlullah Wilmot, menulis setelah reformasi elite politik Jakarta menawarkan syariat Islam di Aceh melalui UU No.44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Dua tahun kemudian, pemerintahan Gus Dur memberlakukan UU No. 18/2001 tentang Otonomi Khusus Aceh yang mengatur pembentukan Mahkamah Syariah.

Merujuk dua aturan itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur Aceh saat itu, Abdullah Puteh, melahirkan Qanun No. 11/2002. Qanun ini mengatur tentang aqidah, ibadah dan syiar Islam. Qanun juga melahirkan Wilayatul Hisbah (polisi syariat).

Qanun Hukum Jinayat mengatur sepuluh tindak pidana yang diancam hukum cambuk, yaitu khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (berduaan laki laki dan perempuan), ikhtilath (bermesraan), zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, qadzaf (menuduh orang berzina), liwath (gay), dan musahaqah (lesbian).

Selain cambukan sebagai hukuman utama, ada denda dan penjara. Jumlah cambukan bervariasi, antara 10-175 kali. Hukuman tertinggi ditujukan untuk pemerkosa, yang diancam 120-175 kali cambuk.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai berlakunya Qanun Jinayat di Aceh memperkuat legitimasi penggunaan hukuman badan/tubuh (corporal punishment). Padahal, sistem pemidanaan di Indonesia secara tegas melarang hukuman cambuk.

Hukuman ini dianggap sebagai penyiksaan, hukuman kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Selain itu, tidak sesuai dengan dua kovenan internasional yang telah diratifikasi Indonesia.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...telah-11-tahun

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Tragedi Rohingya, hakim Bengkulu, Patrialis Akbar, dan suporter Indonesia

- Estafet korupsi tak hanya menimpa Kota Tegal

- 14 orang tewas, badai Irma kini menuju Florida

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
15.8K
107
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan