BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
'Bintang baru' di pusaran megakorupsi e-KTP

Direktur Penyidikan KPK, Brigjen (Pol) Aris Budiman memberikan keterangan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8/2017)
Brigjen (Pol) Aris Budiman jadi sorotan lantaran nekat memenuhi panggilan Pansus Angket DPR yang mengusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (29/8/2017). Direktur Penyidikan KPK itu datang tanpa restu pimpinan KPK.

KPK menerima surat undangan dari Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR RI pada 28 Agustus 2017. Surat yang ditandatangani Pjb. Sekretaris Jenderal itu ditujukan kepada Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK RI untuk menghadiri rapat dengar pendapat (RDP).

Namun menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, pimpinan KPK tidak mengizinkan Direktur Penyidikan, Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman, hadir dalam rapat tersebut. Rapat itu digelar dengan agenda klarifikasi dugaan pertemuan anggota Komisi III DPR dengan sejumlah penyidik KPK.

Selasa, 29 Agustus 2017, Aris tetap muncul sendirian di Ruang KK I Kompleks Parlemen pada pukul 19.00 WIB, tanpa restu pimpinan KPK. Dia berkukuh tak bisa dilarang untuk memenuhi panggilan DPR. Aris juga mengaku sudah mengirimkan surat elektronik berisi pemberitahuan ke pimpinan KPK.

Selama di ruangan itu, Aris membeberkan banyak hal tentang KPK. Ia membantah pernah bertemu dengan anggota DPR atau menerima uang Rp2 miliar seperti kabar yang beredar. "Saya seolah-olah ditunjukkan foto bertemu anggota DPR berulang kali. Satu pun anggota DPR tidak ada yang saya kenal," tegas Aris dalam Detikcom.

Selain itu, dilaporkan Viva.co.id, ia menyinggung perseteruannya dengan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang juga berstatus bawahannya. Perseteruan itu diklaimnya bermula ketika ia mengusulkan untuk merekrut penyidik dari Polri berpangkat perwira menengah minimal Komisaris Polisi (Kompol).

Sekelompok penyidik di KPK menentang usulan tersebut. Kelompok bernama "Wadah Pegawai" itu, tak lain adalah kelompok pimpinan Novel Baswedan. Buntutnya, Novel Baswedan mendapat surat peringatan kedua atau SP-2 dari atasannya.

Surat itu terbit pada 21 Maret 2017, ditujukan untuk Novel dalam kapasitasnya sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK. Versi Aris yang dikisahkannya di DPR tersebut, sedikit berbeda dengan pemberitaan yang berkembang saat itu.

Sepuluh hari kemudian, pimpinan KPK membatalkan SP-2 Novel. Menurut Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, permasalahan itu terkait dengan internal KPK, selanjutnya akan diselesaikan oleh Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM).

Dalam RDP Aris dengan Pansus Angket KPK Selasa lalu, ia juga bilang ada beberapa orang di KPK yang bisa mempengaruhi kebijakan pimpinan. "Orang-orang ini powerfull, saya tidak bisa sebut nama tapi bapak sendiri bisa memahami itu. Ada orang yang bisa mempengaruhi kebijakan direksi," kata Aris dikutip Viva.co.id.

Terhadap kehadiran Aris di DPR itu, Febri Diansyah menilainya sebagai tanggung jawab pribadi. Secara kelembagaan, juru bicara lembaga antirasuah itu menegaskan KPK tetap menganggap pembentukan Pansus Angket KPK tak berlandaskan aturan yang berlaku.
"Bintang baru" di tengah pusaran megakorupsi e-KTP
Aris Budiman jadi "bintang baru" pasca-pemutaran video pemeriksaan Miryam S. Haryani di Pengadilan Tipikor, Jakarta (14/8/2017). Sidang tersebut lanjutan kasus dugaan keterangan palsu di persidangan kasus e-KTP, dengan Miryam sebagai terdakwa.

Sewaktu diperiksa sebagai saksi kasus korupsi e-KTP pada 1 Desember 2016, Miryam sempat mempertanyakan independensi KPK kepada dua penyidik, Novel Baswedan dan Ambarita Damanik. Dia mengaku mendapat informasi dari beberapa anggota Komisi III DPR bahwa mereka sudah bertemu dengan tujuh orang penyidik dan pengawai KPK.

Masih menurut Miryam dalam video rekaman itu, para anggota DPR dimaksud menyebut penyidik KPK menawari anggota DPR jalan keluar supaya terhindar dari penyidikan kasus e-KTP dengan imbalan Rp2 miliar. (Kompas.com , 15/8)

"Pak boleh enggak saya ngomong? KPK itu independen atau gimana sih, kok kenyataannya enggak? Yang dilihat kami di anggota DPR, setiap anggota DPR punya masalah, dalam tanda kutip itu pasti langsung dipanggil oleh Komisi III", tanya Miryam pada Novel.

Kepada Novel dan Damanik, anggota DPR nonaktif dari Partai Hanura itu juga bercerita bahwa ketujuh penyidik dan pegawai KPK telah membocorkan jadwal pemeriksaan dirinya kepada beberapa anggota Komisi Hukum DPR.

Miryam mengaku tak mengenal orang itu, namun menyerahkan secarik kertas kepada Novel. Damanik, membenarkan adegan itu. Dari kertas itulah terkuak bahwa salah satu penyidik dimaksud adalah Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Polisi Aris Budiman.

Menindaklanjuti kicauan Miryam, Tim Pengawas Internal KPK sudah memeriksa Aris dan sejumlah penyidik serta pegawai KPK dimaksud. Menurut Febri Diansyah, dalam Beritasatu.com (19/8), Aris sendiri yang meminta diperiksa Pengawas Internal KPK. Belum diketahui apa tindak lanjut dari pemeriksaan tersebut.

Adapun Miryam kemudian menyebut BAP atas pemeriksaan di KPK dibuat di bawah tekanan penyidik. Ia pun mencabut BAP itu di persidangan e-KTP. Atas sikapnya, dia jadi tersangka kasus keterangan palsu oleh KPK. Lalu diputarlah video rekaman pemeriksaan yang mengindikasikan Miryam justru ditekan oleh koleganya di DPR.

Curhat Aris yang lulusan Akademi Kepolisian 1988 itu, tak pelak mengundang polemik. Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendesak pimpinan KPK mengambil tindakan tegas terhadapnya. Mereka bahkan menyatakan, Presiden Joko Widodo harus bersikap, mengevaluasi kepolisian yang diduga mendukung pansus untuk melemahkan KPK.

"Aris Budiman datang ke DPR melakukan klarifikasi terhadap kasus yang dituduhkan kepadanya, merupakan tindakan mengedepankan kepentingan pribadinya sendiri. Selain itu keterangannya yang mendiskreditkan KPK memperlihatkan ketidakloyalannya terhadap KPK," ujar Alghiffari Aqsa, perwakilan koalisi tersebut di Media Indonesia.

Ghiffari menilai, setidaknya Aris Budiman telah melakukan tiga pelanggaran berdasarkan Peraturan KPK No. 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK. Salah satunya, fungsi dalam jabatan Aris tidak termasuk melakukan koordinasi atau menghadiri forum politik seperti pansus di DPR.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...akorupsi-e-ktp

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Korupsi bersama keluarga

- BUMN pilih beli saham Freeport dari pada dijual ke bursa

- DKI perjuangkan pencabutan moratorium reklamasi

anasabila
nona212
nona212 dan anasabila memberi reputasi
2
22.3K
115
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan