Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

white.supremacyAvatar border
TS
white.supremacy
Cerita Rachmat Aditya Effendy, US Army Kelahiran Surabaya


Surabaya - Melihat wajah Asia dalam jajaran kadet US Army sudah jadi hal lumrah meskipun jumlahnya masih terbilang sedikit. Apalagi kalau mencari wajah yang njawani. Dalam kunjungan kadet US Army beberapa waktu lalu, Jawa Pos sempat menemukan salah seorang pemuda langka itu. Dia adalah Rachmat Aditya Effendy.

Bak menemukan jarum di tumpukan jerami. Siapa sangka, di tengah rombongan kadet muda US Army berparas Kaukasoid, tampak sosok pemuda berkulit cokelat legit. Di name tag-nya tertulis Effendy. Bukan nama yang asing di telinga orang Indonesia.

Ketika masih mengobrol dengan kawan-kawannya, bahasa Inggrisnya terdengar begitu luwes. Tetapi, begitu mengobrol dengan tentara lokal, medoknya itu lho... ternyata masih kental seperti kopi hitam. Belum hilang sama sekali.

Tinggal tujuh tahun di Amerika Serikat tidak membuat gaya bicaranya berubah menjadi ala Cinta Laura. Dengan gaya bersahaja, pemuda 20 tahun itu memperkenalkan diri. Kendati nama depannya Rachmat, dia lebih senang dipanggil dengan nama belakangnya saja. Effendy.

Awalnya, Effendy mengaku asli Nganjuk. Memang benar, dia tinggal di Nganjuk sejak bayi. ”Tapi, saya lahir di Surabaya,” tuturnya kemudian. Tepatnya, dia lahir dan tinggal selama enam bulan pertama kehidupannya di Bronggalan Sawah. Ayah dan ibunya asli Surabaya. Yang tinggal di Nganjuk adalah budenya.

Angka enam tampaknya menjadi angka titik balik Effendy. Setelah pindah ke Nganjuk di usia enam bulan, Effendy kembali berpindah setelah lulus kelas VI SD. Kali ini, pindahnya tak tanggung-tanggung. Ibunya mengajaknya ke luar negeri.

Setelah berpisah dengan suaminya, sang ibu ingin memulai kehidupan yang baru bersama keempat anaknya. Karena Effendy yang bungsu juga sudah menginjak remaja awal, ibunya merasa tidak masalah membawa dia pindah sekalian. Tujuannya satu, ke Negeri Paman Sam.

Effendy mengaku tidak tahu persis alasan ibunya ingin pindah ke Amerika Serikat. ”Waktu itu, karena saya masih kecil, ya saya ikut saja diajak pindah,” ujar Effendy. Yang dia tahu kala itu, Amerika Serikat adalah the land of opportunity. Banyak kesempatan yang bisa didapatkan oleh keluarganya di sana.

Hebatnya, ketika pertama pindah, Effendy tidak merasakan jet lag parah. Dia mengaku tidak begitu kesulitan atau mengalami konflik batin yang parah ketika harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Padahal, lingkungannya yang baru, Hawaii, berbeda 180 derajat dari Nganjuk.

Bagaimana soal kendala bahasa? Ditanya soal itu, Effendy hanya tertawa kecil. ”Sebenarnya, nilai bahasa Inggris saya juga nggak begitu bagus,” ungkapnya. Nilai bahasa Inggris terakhir yang dia ingat di bangku SD adalah 58. Jauh di bawah standar minimal.

Effendy beruntung punya bibi-bibi baik hati. Setelah dirawat bertahun-tahun oleh budenya di Nganjuk, Effendy juga banyak dibantu oleh tantenya di Amerika Serikat. Sang ibu rupanya punya saudara di sana yang membuat dirinya tidak ragu untuk bermigrasi. Sang tantelah yang banyak membantu Effendy dan keluarganya pada awal-awal titik balik mereka.

Awal mimpi Effendy menjadi kadet pun datang dari keluarga tantenya. Tepatnya, dari suami tantenya alias paman Effendy. Pria bernama George Poreta itu adalah seorang tentara US Navy alias angkatan laut Amerika Serikat. Effendy tertarik melihat kehidupan pamannya sebagai tentara. ”Enak, bisa keliling dunia,” ujar pemuda yang berulang tahun pada 20 September itu.

Keinginannya menjadi tentara semakin kuat ketika SMA. Menjelang masuk kuliah, Effendy mengurus perubahan kewarganegaraannya.

Prosesnya cukup mudah. Karena punya paman orang kulit putih, ditambah sudah lima tahun lebih tinggal di sana, Effendy bisa dengan cepat berubah menjadi US citizen pada 2015. ”Paling cuma ikut tes tentang history Amerika, seperti siapa presiden pertama,” terangnya.

Salah satu yang diincar Effendy adalah beasiswa US Army. Beasiswa yang hanya diperuntukkan warga negara Amerika Serikat itu cukup bikin ngiler. Kuliah si penerima beasiswa bakal dibiayai sepenuhnya.

Bagi Effendy, tawaran itu terlalu sayang dilewatkan. Dia tidak perlu lagi pusing soal bayar uang kuliah setiap semester. Tapi, dengan syarat, dia harus menjalani ikatan dinas selama empat tahun setelah lulus kuliah.

Berbeda dengan akademi militer di Indonesia, beasiswa US Army di Amerika Serikat tidak seperti madu yang dikerubungi lebah. Sebab, tidak banyak orang yang mau masuk militer. Karena itu, Effendy yang berkacamata pun bisa lolos dan mendapatkan beasiswa.

Saat ini, Effendy tercatat mahasiswa di McDaniel College, Maryland. Dia mengambil konsentrasi studi mechanical engineer dan memasuki tahun kedua. Sejatinya, Effendy ingin mengambil jurusan fisika. Pelajaran favoritnya selama di SMP dan SMA. Tetapi, universitasnya itu tidak menyediakan program fisika. ”Mechanical engineering masih ada hubungannya lah,” ucapnya.

Setelah menuntaskan masa pendidikannya, Effendy akan menjalani empat tahun masa dinas di US Army. Sejak awal, dia mengincar bidang mechanical engineering militer di Texas. Effendy sengaja memilih kampung halaman koboi itu karena di Maryland tidak ada bidang pekerjaan mekanik untuk lingkungan militer.

Belum juga lulus dari McDaniel, Effendy ternyata sudah mendapat tawaran lain. Ayah salah seorang temannya bekerja di National Aeronautics and Space Administration (NASA) Maryland. Nah, kawannya itu kemudian menawari Effendy untuk menjadi electrical engineer di sana.

Tawaran itu tidak langsung dia terima. ”Nggak terlalu ingin, kan nanti dinasnya enggak di Maryland,” terangnya. Namun, jika masa tugas militernya selesai dan masih diberi kesempatan, Effendy ingin juga mencoba bekerja di lembaga luar angkasa tersohor itu.

Menjadi US citizen maupun kadet US Army ternyata tidak benar-benar membuatnya lupa akan Indonesia. Effendy sengaja mendaftarkan diri ke program seminar internasional dengan Akademi Angkatan Laut (AAL) agar bisa mampir lagi ke tanah kelahirannya.

Selama kunjungannya, Effendy sempat disambangi budenya dari Nganjuk. Meski tidak lagi menyandang status WNI, pemuda jangkung itu berharap kisahnya bisa menjadi inspirasi banyak anak muda. Bahwa nasib orang bisa berubah jika berusaha keras dan keluar dari zona nyaman. ”Bahwa anak yang tadinya bandel ternyata bisa juga jadi tentara di Amerika,” katanya.

US Army

kok saya jadi baper ya gan emoticon-Big Grin

#GodBlessUSA
0
6.7K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan