- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
"Indonesia Butuh Pemerintahan Baru Propertanian??"
TS
inanx.coz
"Indonesia Butuh Pemerintahan Baru Propertanian??"
Misi gan ane mau numpang lewat nih ada info terbaru dari dumay
Sumber :
http://agrolovers.wordpress.com/2014...-propertanian/
Sekian dulu dari ane, Wassalam.
Kunjungi Thread Ane Ya Gan!(Timpukin komeng ya gan, cendol juga boleh kalau berkenan )
Spoiler for open please:
Bogor – Indonesia membutuhkan pemerintahan baru yang propertanian. Sebab, sektor pertanian nasional saat ini menghadapi tantangan yang sangat berat, mulai dari tingginya konvensi lahan, kebijakan yang tidak tepat sasaran, hingga masifnya impor pangan.
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Sri Hartati, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang mendukung sektor bernilai strategis, seperti pertanian termasuk perkebunan. Misalnya dengan mendorong sektor yang memerlukan hilirisasi, seperti minyak sawit. Upaya tersebut hendaknya tidak perlu dipersulit, sehingga dapat segera meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Nyatanya, kata Enny, kebijakan pemerintah saat ini justru banyak yang kontraproduktif terhadap sektor strategis. Contohnya, pemerintah yang dahulu memberlakukan bea keluar (BK) Kakao, saat ini tiba-tiba berwacana memberlakukan bea masuk (BM) impor kakao 0%. “Di mana rasionasilsasinya? Jangan-jangan biji kakao yang diekspor dari Indonesia masuk lagi menjadi produk olahan,” ujar Enny dalam seminar bertajuk Mencari Pemimpin yang propertanian di Bogor, Senin (17/5).
Enny mengungkapkan, momentum pemilihan presiden (Pilpres) Juli nanti bisa menjadi sarana mencari pemimpin atau pemerintah baru yang propertanian. Di sisi lain, para menteri, terutama menteri perekonomian, yang akan datang hendaknya tidak berasal dari partai. “Menteri yang berasal dari partai tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik akibat adanya benturan kepentingan dengan partai. Itu berdampak terhadap kebijakan yang cenderung merugikan negara,” kata Enny.
Di tempat yang sama, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, pertumbuhan sektor tradable di Indonesia selama 2000-2013 lebih rendah ketimbang sektor nontradable. Umumnya, hal itu terjadi di negara-negara maju, seperti Amerika Setrikat (AS). “Dengan kondisi itu, pemerintahan saat ini dinilai tidak prosektor rill. Akibatnya, neraca perdagangan pangan dalam negeri defisit. Indonesia tidak perlu presiden atau pemerintahan yang berwacana tetapi butuh yang aksi,” kata Faisal.
Dia menilai, sektor pertanian semakin rendah di era kepemimpinan Presiden SBY. Sebagai negara besar, tidak seharusnya Indonesia menggantungkan kepentingan pangannya kepada negara lain karena itu terkait erat dengan kedaulatan. Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Selama 2005-2011 terjadi konvergensi harga produk–produk pertanian di Asean. “Artinya, produk pertanian di Asean makin bebas sehingga terjadi kesetaraan harga. Produk pangan murah akan masuk ke negara-negara yang harga pangannya lebih mahal, sehingga harga akan turun, tutur Faisal.
Dia menjelaskan, hingga September 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,55 juta orang. Jika sektor pertanian diperhatikan betul, penurunan kemiskinan tentu akan lebih cepat. Salah satu yang perlu diperhatikan jika pemerintah ingin membangun pertanian adalah dengan meningkatkan kegiatan pascapanen, termasuk transportasi. Sebab, tingginya biaya transportasi menyebabkan petani tidak mampu mengirimkan produknya.
Saat itu, lanjut dia, ongkos pengapalan barang Jakarta-Sorong US$ 2.000, Jakarta-Banjarmasin US$ 650, dan Padang – Jakarta US$600. Sedangkan biaya pengapalan Jakarta-Singapura US$ 185 dan Jakarta-Rotterdam US$ 550. Berdasarkan survei Bank Dunia, harga Jeruk Medan RP 20 per kilogram (kg), sedangkan harga jeruk Mandarin Rp 17 ribu per kg. “Itu merupakan dampak dari mahalnya biaya transportasi di Indonesia. Meski pemerintah sudah membatasi pintu masuk impor holtikultura, namun produk tersebut tetap mudah masuk akrena maraknya penyelundupan kata Faisal.
Harus Bersinergi
Sekjen GAPKI Joko Supriyono mengatakan, pemerintah ke depan harus memiliki platform yang jelas dalam pembangunan pertanian. Negara majupun hingga kini tidak ada yang meninggalkan sektor pertanian. Sektor tersebut menjadi perhatian penting karena menjadi supply chain, saat mempunyai industri yang kuat ditopang pula oleh supply chain yang kuat.
Dengan kondisi yang demikian, kata Joko, bukanlah salah petani jika di Indonesia terjadi konversi sawah menjadi kebun sawit karena yang perlu dibenahi adalah subsidinya. Hingga saat ini petani tidak memberikan subsidi bagi petani sawit karena dinilai tidak layak menerima subsidi. Tidak hanya itu, regulasi yang menghambat industri sawit terus bermunculan. Yakni, moratorium dan pembatasan lahan yang membuat perkembangan perkebunan sawit di Afrika dan Amerika Latin ke depan akan lebih maju dari Indonesia. “Jangan heran kalau tiba-tiba nanti Indonesia kalah. Apapun persoalannya Indonesia harus kerja keras untuk mengatasi,” ujar dia.
Joko menilai, subsidi semestinya juga diberikan kepada Perum Bulog sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai buffer stock. Dengan subsidi, Bulog dapat membeli produk petani dengan harga menarik sehingga tidak ada niat petani mengganti komoditas yang ditanam. Di sisi lain, membangun pertanian hendaknya tidak hanya tidak hanya oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Sebab, persoalan di sektor tersebut tidak dapat diselesaikan sendiri, namun juga harus didukung oleh kementerian lainnya. Misalnya, sebelumnya pemerintah mendorong penanaman jarak pagar untuk biodiesel, tetapi kemudian ditinggalkan, atau Pertamina membelietanol Rp 6.500 per liter sehingga mengakibatkan produsen rugi. “Pemerintah yang akan datang mesti memerhatikan sektor unggulan yang telah memberi hasil signifikan dan dampaknya dapat dilihat,” kata Joko.
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Sri Hartati, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang mendukung sektor bernilai strategis, seperti pertanian termasuk perkebunan. Misalnya dengan mendorong sektor yang memerlukan hilirisasi, seperti minyak sawit. Upaya tersebut hendaknya tidak perlu dipersulit, sehingga dapat segera meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Nyatanya, kata Enny, kebijakan pemerintah saat ini justru banyak yang kontraproduktif terhadap sektor strategis. Contohnya, pemerintah yang dahulu memberlakukan bea keluar (BK) Kakao, saat ini tiba-tiba berwacana memberlakukan bea masuk (BM) impor kakao 0%. “Di mana rasionasilsasinya? Jangan-jangan biji kakao yang diekspor dari Indonesia masuk lagi menjadi produk olahan,” ujar Enny dalam seminar bertajuk Mencari Pemimpin yang propertanian di Bogor, Senin (17/5).
Enny mengungkapkan, momentum pemilihan presiden (Pilpres) Juli nanti bisa menjadi sarana mencari pemimpin atau pemerintah baru yang propertanian. Di sisi lain, para menteri, terutama menteri perekonomian, yang akan datang hendaknya tidak berasal dari partai. “Menteri yang berasal dari partai tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik akibat adanya benturan kepentingan dengan partai. Itu berdampak terhadap kebijakan yang cenderung merugikan negara,” kata Enny.
Di tempat yang sama, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, pertumbuhan sektor tradable di Indonesia selama 2000-2013 lebih rendah ketimbang sektor nontradable. Umumnya, hal itu terjadi di negara-negara maju, seperti Amerika Setrikat (AS). “Dengan kondisi itu, pemerintahan saat ini dinilai tidak prosektor rill. Akibatnya, neraca perdagangan pangan dalam negeri defisit. Indonesia tidak perlu presiden atau pemerintahan yang berwacana tetapi butuh yang aksi,” kata Faisal.
Dia menilai, sektor pertanian semakin rendah di era kepemimpinan Presiden SBY. Sebagai negara besar, tidak seharusnya Indonesia menggantungkan kepentingan pangannya kepada negara lain karena itu terkait erat dengan kedaulatan. Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Selama 2005-2011 terjadi konvergensi harga produk–produk pertanian di Asean. “Artinya, produk pertanian di Asean makin bebas sehingga terjadi kesetaraan harga. Produk pangan murah akan masuk ke negara-negara yang harga pangannya lebih mahal, sehingga harga akan turun, tutur Faisal.
Dia menjelaskan, hingga September 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,55 juta orang. Jika sektor pertanian diperhatikan betul, penurunan kemiskinan tentu akan lebih cepat. Salah satu yang perlu diperhatikan jika pemerintah ingin membangun pertanian adalah dengan meningkatkan kegiatan pascapanen, termasuk transportasi. Sebab, tingginya biaya transportasi menyebabkan petani tidak mampu mengirimkan produknya.
Saat itu, lanjut dia, ongkos pengapalan barang Jakarta-Sorong US$ 2.000, Jakarta-Banjarmasin US$ 650, dan Padang – Jakarta US$600. Sedangkan biaya pengapalan Jakarta-Singapura US$ 185 dan Jakarta-Rotterdam US$ 550. Berdasarkan survei Bank Dunia, harga Jeruk Medan RP 20 per kilogram (kg), sedangkan harga jeruk Mandarin Rp 17 ribu per kg. “Itu merupakan dampak dari mahalnya biaya transportasi di Indonesia. Meski pemerintah sudah membatasi pintu masuk impor holtikultura, namun produk tersebut tetap mudah masuk akrena maraknya penyelundupan kata Faisal.
Harus Bersinergi
Sekjen GAPKI Joko Supriyono mengatakan, pemerintah ke depan harus memiliki platform yang jelas dalam pembangunan pertanian. Negara majupun hingga kini tidak ada yang meninggalkan sektor pertanian. Sektor tersebut menjadi perhatian penting karena menjadi supply chain, saat mempunyai industri yang kuat ditopang pula oleh supply chain yang kuat.
Dengan kondisi yang demikian, kata Joko, bukanlah salah petani jika di Indonesia terjadi konversi sawah menjadi kebun sawit karena yang perlu dibenahi adalah subsidinya. Hingga saat ini petani tidak memberikan subsidi bagi petani sawit karena dinilai tidak layak menerima subsidi. Tidak hanya itu, regulasi yang menghambat industri sawit terus bermunculan. Yakni, moratorium dan pembatasan lahan yang membuat perkembangan perkebunan sawit di Afrika dan Amerika Latin ke depan akan lebih maju dari Indonesia. “Jangan heran kalau tiba-tiba nanti Indonesia kalah. Apapun persoalannya Indonesia harus kerja keras untuk mengatasi,” ujar dia.
Joko menilai, subsidi semestinya juga diberikan kepada Perum Bulog sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai buffer stock. Dengan subsidi, Bulog dapat membeli produk petani dengan harga menarik sehingga tidak ada niat petani mengganti komoditas yang ditanam. Di sisi lain, membangun pertanian hendaknya tidak hanya tidak hanya oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Sebab, persoalan di sektor tersebut tidak dapat diselesaikan sendiri, namun juga harus didukung oleh kementerian lainnya. Misalnya, sebelumnya pemerintah mendorong penanaman jarak pagar untuk biodiesel, tetapi kemudian ditinggalkan, atau Pertamina membelietanol Rp 6.500 per liter sehingga mengakibatkan produsen rugi. “Pemerintah yang akan datang mesti memerhatikan sektor unggulan yang telah memberi hasil signifikan dan dampaknya dapat dilihat,” kata Joko.
Sumber :
http://agrolovers.wordpress.com/2014...-propertanian/
Sekian dulu dari ane, Wassalam.
Kunjungi Thread Ane Ya Gan!(Timpukin komeng ya gan, cendol juga boleh kalau berkenan )
Diubah oleh inanx.coz 21-05-2014 05:47
0
1.4K
Kutip
6
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan