Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

XinHua.NewsAvatar border
TS
XinHua.News
Ingin Tahu Warga Tionghoa Pemilik Rumah di Rengasdengklok? Ini Dia!
Salah satu peristiwa sejarah yang amat penting bagi Republik ini menjelang kemerdekaan adalah peristiwa penculikan terhadap Bung Karno dan Bung Hatta, kedua proklamator Indonesia oleh para pemuda pergerakan perjuangan kemerdekaan.

Adalah peristiwa penculikan terhadap kedua proklamator kita itu, dan dibawa ke salah satu tempat yang disebut Rengasdengklok. Di Rengasdengklok, kedua proklamator itu tinggal di rumah seorang warga Tionghoa.

Siapa warga Tionghoa pemilik rumah itu? Ia adalah Djiaw Kie Siong. Ia meninggal tahun 1964. Rumahnya terletak di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh para pemuda (Adam Malik, Chaerul Saleh, Sukarni.) yang menculik mereka.

Tujuang penculikan itu adalah untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia sesegera mungkin. Di rumah ini pula naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dipersiapkan dan ditulis.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Stephen Tjandra dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong itu.

Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.

Ketika naskah proklamasi akan dibacakan, tiba-tiba pada Kamis sore datanglah Ahmad Subardjo. Ia mengundang Bung Karno dkk. berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Selain kedua "Bapak Bangsa" itu, rumah itu ditinggali pula oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Sutjipto, Ibu Fatmawati, Guntur Soekarnoputra, dan lainnya selama tiga hari, pada 14 - 16 Agustus 1945.

Djiaw adalah seorang petani kecil keturunan Tionghoa. Ia merelakan rumahnya ditempati oleh para tokoh pergerakan yang kelak menjadi "Bapak Bangsa". Hingga kini rumahnya masih dihuni oleh keturunannya.

Babah (sebutan untuk laki-laki Tionghoa) Djiaw pernah berwasiat, keluarga yang menempati rumah bersejarah itu harus bersabar. Tak dibolehkan merengek minta-minta sesuatu kepada pihak mana pun. Bahkan, harus rela setiap hari menunggui rumah mereka demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin mengetahui sejarah perjuangan bangsa.

Djiaw meninggal dunia pada 1964 dan namanya praktis hampir tidak dikenal ataupun tercatat dalam sejarah. Mayjen Ibrahim Adjie pada saat masih menjabat sebagai Pangdam Siliwangi, pernah memberikan penghargaan kepada Djiaw dalam bentuk selembar piagam nomor 08/TP/DS/tahun 1961.



http://www.netralnews.com/news/singk...pemilik.rumah.

ingin tahu gan
0
10.8K
63
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan