Fisikawan kuatum bukanlah orang biasa. Berbekal mikroskop teoritis, mereka terus menatap lebih dalam ke tempat kosong di luar angkasa hingga mereka tiba-tiba melihat sesuatu.
Sesuatu yang dilihat para fisikawan itu ialah kumpulan partikel virtual yang berputar, yang secara kolektif disebut busa kuantum. Menurut fisikawan kuantum, partikel virtual ada sesaat sebagai fluktuasi dalam bentuk ruang waktu seperti gelembung busa bir.
Quote:
Quote:
"Gelembung dalam busa kuantum ialah kuadriliun kali lebih kecil dibandingkan inti atom dan bertahan untuk fraksi yang sangat kecil dari 'quantum-speak', ukuran Planck Length untuk Planck Time," kata Eric Perlman, profesor Ilmu Fisika dan Antariksa di Florida Institute of Technology yang dikutip dari Live Science. Sesuatu yang sangat kecil jelas tak diamati secara langsung. Salah satu bukti terbesar untuk meyakini bahwa busa kuantum itu ada diprediksi pada 1947 oleh fisikawan Belanda Hendrik Casimir dan Dirk Polder.
Fermilab, senior eksperimental fisikawan Don Lincoln menjelaskan apa yang disebut "Casimir Effect" untuk PBS. Mereka berdalih, jika busa kuantum itu nyata, maka partikelnya harus ada di mana-mana di luar angkasa. Selanjutnya, karena partikel juga memiliki sifat gelombang, harus ada gelombang di mana-mana. Oleh karena itu, mereka membayangkan memiliki dua pelat logam paralel, saling berdekatan satu sama lain. Busa kuantum akan ada di antara plates dan di luarnya. Akan tetapi, karena plates ditempatkan di dekat satu sama lain, hanya ada gelombang pendek di antara plates, sementara gelombang panjang dan pendek bisa berada di luarnya.
Lantaran ketidakseimbangan ini, kelebihan ombak di luar plates harus mengalahkan jumlah gelombang yang lebih sedikit di antara keduanya, mendorong kedua plates itu bersama-sama. Selama 30 tahun diprediksi, efek ini diamati secara kualitatif. Hal itu diukur secara akurat pada 1997. Gagasan bahwa luar angkasa pada dasarnya berbusa dan kacau memiliki konsekuensi besar bagi pemahaman soal alam semesta. "Pada skala jarak dekat seperti ini, kita menemukan ketidakcocokan mendasar antara relativitas umum dan mekanika kuantum," kata ahli teori string dan profesor Columbia University Brian Greene dalam bukunya The Elegant Universe.
"Gagasan tentang geometri spasial yang halus, prinsip utama relativitas umum, dihancurkan oleh fluktuasi dunia kuantum pada skala jarak pendek," lanjutnya. Dengan demikian, secara meyakinkan menunjukkan bahwa busa kuantum ada atau tak ada akan sangat berguna dalam memilah sifat sebenarnya dari kenyataan. Akan tetapi, seperti yang kerap terjadi dalam sains, eksperimen baru-baru ini tak sependapat.
Cara yang mungkin untuk menguji keberadaan busa kuantum adalah untuk mengukur berapa lama foton meletus dari ledakan bintang untuk melakukan perjalanan jauh. Jika ruang waktu membosankan, dua foton yang dikeluarkan dari sumber yang sama harus menempuh waktu yang sama untuk menempuh jarak yang ditentukan.
Namun, jika ruang waktu berbusa, maka satu foton mungkin akan diperlambat oleh gangguan ringan. Sebuah analisis 2009 menemukan bahwa foton berenergi tinggi dan energi rendah dari ledakan sinar gamma yang sama tiba di lokasi yang ditetapkan pada waktu yang berbeda, namun dua analisis berikutnya dari semburan lainnya menunjukkan sedikit atau tak ada variasi yang menunjukkan bahwa ruang waktunya mulus atau setidaknya tak berbusa.
Sumber:
http://techno.okezone.com/read/2017/...n-busa-kuantum
Kalau yang agan tau, sampah diluar angkasa apa aja gan?