xutux06Avatar border
TS
xutux06
UU Pemilu Resmi Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)


UU tentang Penyelenggaraan Pemilu baru disahkan DPR pada Jumat (21/7), yang diwarnai aksi walk out 4 fraksi. Namun undang-undang itu resmi digugat hari ini ke Mahkamah Konstitiusi (MK) agar beberapa ketentuan dibatalkan oleh MK.

Uji materi (judicial review) dilayangkan atas nama perorangan Habiburokhman, didampingi para advokat dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Mahkamamah Konstitusi, Senin (24/7).

"(Gugatan) atas nama saya Habiburokhman sendiri, sebagai warga negara Indonesia," ucapnya di Gedung MK, Jakarta.

Meski menjabat sebagai pengurus Partai Gerindra, dia mengajukan uji materi secara pribadi karena merasa UU itu merugikan dirinya sebagai warga negara. Soal gugatan yang dilayangkan lebih cepat, menurutnya untuk menghemat waktu.

"Jadi secara administrasi belum ada lembar negara, tapi secara prinsip konten tidak berubah. Kita agar tak wasting time. Karena di MK ini mau dapat realize sidang pertama saja bisa dua minggu. Jadi nanti ada momen perbaikan permohonan, kami masukan nomor (lembar negara)nya," paparnya.

Kuasa Hukum Habiburokhman, Hendarsam Marantoko, menjabarkan ada 3 ketentuan dalam UU Pemilu yang digugat ke MK, karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Pertama, Pasal 222 soal UU Pemilu soal syarat pencapresan, dianggap menabrak logika sistem presidensial sebagaimana diatur dalam 4 UUD 1945, bahwa pemegang kekuasaan tertinggi adalah presiden. Sementara Presidential Threshold (PT) Pemilu 2019 menggunakan PT hasil Pileg 2014.

"Pertama, aneh sekali dasar pengusulan calon presiden yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, justru mengacu pada hasil pemilu lembaga legislatif. Ketentuan ini akan mempermudah presiden tersandera partai-partai politik, hingga akhirnya bisa saja melakukan bagi-bagi jabatan kepada politisi partai pendukung," katanya.

Kedua, pengaturan Pasal 222 UU Pemilu telah menyalahi tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 6A UUD 1945. Dalam Pasal 6A ayat (1) dikatakan bahwa yang bisa mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah parpol peserta pemilu.

"Di Pasal 6A itu kan tanpa embel-embel berapa perolehan kursi parlemen atau suara sah nasional pada pemilu sebelumnya. Ketentuan tersebut diperkuat dengan fakta tidak adanya ketentuan bahwa pembuat UU berwenang membuat aturan yang mengatur soal persyaratan lebih jauh partai penguysul calon presiden," tuturnya.

Alasan ketiga, ACTA melihat bahwa Pasal 222 telah menimbulkan diskriminasi pada parpol peserta pemilu yang seharusnya semua berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Jadi parpol yang baru pertama akan ikut pemilu dan parpol yang perolehan suara pada pemilu sebelumnya tidak sampai 20 persen kehilangan hak untuk dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden," pungkasnya.

"Petitum utama kami adalah memohon agar majelis hakim MK dapat menyatakan Pasal 222 UU Pemilu 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tutupnya.

Reporter: Ferio Pristiawan

Sumber: https://kumparan.com/muhamad-iqbal/u...mah-konstitusi
0
1.5K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan