Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tinyladyAvatar border
TS
tinylady
Buku Lebih Menyehatkan Bagi Anak-anak, Ketimbang Internet

Foto Via W3Privacy

Dari total 130 juta pengguna internet di Indonesia, sebanyak 760.000 anak-anak dengan usia 10-14 tahun sudah menggunakan internet. Pertanyaannya, apakah internet sudah sehat bagi anak-anak? Apalagi selama ini filter konten masih terasa kurang memuaskan.

Dari hasil survei APJII tentang pengguna internet 2016, pemblokiran situs tertentu masih jauh dari memuaskan, karena sebanyak 70 persen responden atau sekitar 92 juta menyatakan belum cukup puas, sedangkan yang menyatakan sudah memuaskan hanya 30 persen atau 40 juta pengguna.

Menurut Jamalul Iza, Ketua APJI, anak-anak usia 10-14 tahun belum bermain di media sosial, justru mereka malah sering menonton video, salah satunya YouTube.

Budaya menonton TV anak-anak pada generasi kita kini beralih ke budaya menonton video di internet. Padahal tanpa pengawasan orang tua, hal ini membahayakan bagi anak-anak. Selain karena banyak konten-konten yang tidak pantas dihadirkan untuk anak kecil, internet dan media sosial juga bisa menimbulkan depresi.


Via Fudzilla

Berdasarkan penelitian dari American Academy of Pediatrics (AAP), media sosial, termasuk situs jejaring sosial seperti Facebook, dan Twitter, situs game dan virtual, Club Penguin, Second Life, dan Sims bahkan untuk Situs video seperti YouTube dan blog lainya, telah menyebabkan masalah cyberbullying dan fenomena baru yang disebut "Depresi Facebook" yang didefinisikan sebagai depresi yang terjadi pada pra remaja (anak-anak) dan remaja yang banyak menghabiskan waktu di situs media sosial yang pada akhirnya mulai menunjukkan adanya gejala depresi.

Media sosial punya kelebihan dan kekurangan, tergantung untuk apa media sosial itu digunakan. Di satu sisi, siapapun bisa terkoneksi dengan rekan-rekannya melalui media sosial, tanpa harus pergi ketemuan. Namun di satu sisi, media sosial jadi tempat “pelarian” bagi seseorang atas rasa kesepian dan bosan.

Dengan melihat teman yang lebih populer, lebih menarik, dan lebih sukses, orang jadi lebih mudah membanding-bandingkannya dengan dirinya sendiri. Sehingga, semacam ada tekanan sosial melihat orang ‘lebih’ dari dirinya dan menimbulkan perasaan tidak bahagia, yang lebih buruknya menimbulkan depresi. Fenomena ini dinamakan “Social Media Jealousy”.

Bila hal ini dialami remaja yang masih pada tahap belajar mengendalikan emosi dan belum bisa sepenuhnya bijak mengekspresikan emosinya, ini akan sangat berbahaya bagi kesehatan psikologisnya. Riset membuktikan, orang yang mengalami episode tunggal depresi saat usia remaja, beresiko memiliki depresi yang terakumulasi terus di tahapan usia berikutnya.

Semakin tinggi paparan pengguna media sosial terhadap teman-teman di media sosialnya yang memperoleh pencapaian yang lebih tinggi darinya (entah itu dari share foto maupun update status yang menunjukkan mereka lebih populer, menarik, dan ‘punya lebih’), semakin tinggi kesempatan ‘user’ atau pengguna media sosial tersebut mengevaluasi dirinya secara lebih negatif.

Apalagi bila ditambah dengan cyberbullying di media sosial. Sudah tidak perlu ditanya lagi, bagaimana cyberbullying sangat berdampak negatif terhadap anak-anak dan remaja pada khususnya.

Ya, kesehatan psikologis memang tidak terlihat secara kasat mata, tapi bisa berdampak buruk bagi produktivitas dan pengembangan diri manusia ke depannya.

Dengan, melihat adanya dampak negatif yang masif dari penggunaan internet bagi anak-anak, sungguh tidak ada salahnya mencanangkan kembali budaya baca buku seperti yang sedang dilakukan pemerintah saat ini dengan menggratiskan pengiriman donasi buku ke seluruh daerah pada tanggal 17 setiap bulannya.

Dengan baca buku, anak-anak jadi lebih bisa berimajinasi, menambah inteligensi, meningkatkan memori, dan lebih banyak manfaatnya bagi kesehatan mental, seperti membangun pikiran yang lebih positif, membangun empati, menghilangkan stres, dan menambah kosa kata. Membaca buku jauh berbeda dampaknya dengan membaca update status di media sosial yang hanya singkat dan curhat. Melalui buku, kita maupun anak-anak tentunya bisa mempelajari hal lebih dalam, mengandalkan cara berpikir logis, dan berpikir kreatif.

Studi membuktikan, anak-anak yang dibacakan oleh orang tua mereka terbukti mengembangkan lima keterampilan membaca, seperti menambah kosa kata lanjutan, pengenalan kata, kemampuan untuk menghubungkan huruf tulis dengan suara lisan, pemahaman bacaan, dan kelancaran membaca teks secara akurat dan cepat.

Anak-anak adalah masanya pembentukan karakter, minat, dan penggalian bakat. Sudah saatnya kita yang dewasa peduli dengan nasib mereka, karena kita bisa berperan dalam membatasi dan mengarahkan mereka ke mana yang baik dan mana yang benar. Jangan sampai, masa kecil yang dihabiskan anak-anak membawa dampak buruk bagi kesehatan psikologis anak ke depannya.



Oleh karena itu, ayo kita ajak anak-anak di sekitar kita untuk membaca buku atau dongeng. Kita juga bisa mengikuti program-program donasi buku seperti gerakan Buku untuk Indonesia.

Ke depannya, semoga nasib penerus bangsa jauh lebih baik dari kita. Tidak apa-apa bila mereka melek teknologi, tetapi pengawasan orang tua dan kitalah yang dewasa untuk membentuk karakter dan kepribadian mereka. Salah satunya dengan edukasi melalui buku-buku cerita dan ilmu pengetahuan.

Spoiler for Sumber-sumber:






0
8.6K
82
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan